Surat Al-Baqarah, surah terpanjang dalam Al-Qur'an, menyimpan segudang hikmah dan pedoman bagi umat manusia. Di antara ayat-ayatnya yang luas, rentang ayat 131 hingga 150 menampilkan momen-momen penting dalam perjalanan para nabi, khususnya Nabi Ibrahim AS, serta penegasan tentang keesaan Allah SWT dan ajaran Islam yang murni. Ayat-ayat ini tidak hanya menceritakan kisah, tetapi juga menanamkan nilai-nilai keteguhan iman, penyerahan diri, dan pentingnya mengikuti petunjuk ilahi.
Ilustrasi simbolis Nabi Ibrahim AS dalam ketaatan kepada Allah SWT.
Dimulai dari ayat 131, kita diperkenalkan dengan seruan Allah SWT kepada Nabi Ibrahim AS: "Tatkala Tuhannya berfirman kepadanya: 'Tunduk patuhlah!' Ibrahim menjawab: 'Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam'." Ayat ini menegaskan fondasi keislaman, yaitu penyerahan diri total (muslim) kepada Allah SWT. Bagi Ibrahim AS, kepatuhan adalah jawaban spontan atas panggilan Tuhannya, tanpa keraguan sedikitpun. Ini adalah teladan tertinggi bagi setiap mukmin untuk senantiasa tunduk dan berserah diri kepada kehendak-Nya.
Selanjutnya, ayat 132 dan 133 menggambarkan percakapan Ibrahim AS dengan anak-anaknya, terutama Ismail dan Ya'qub. Ibrahim AS berwasiat kepada mereka, "Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam." (Al-Baqarah: 132). Wasiat ini sangat krusial karena menyangkut estafet dakwah dan ketauhidan kepada generasi penerus. Ajaran Islam yang lurus ini tidak hanya untuk pribadi, tetapi juga harus diwariskan demi kelangsungan akidah umat.
Ayat 134 hingga 136 melanjutkan kisah tentang umat-umat terdahulu yang telah berlalu. Mereka telah menjalani hidupnya dan akan mendapatkan balasan atas amal perbuatannya. Allah SWT berfirman, "Itulah umat yang telah lalu; bagi mereka apa yang telah mereka usahakan dan bagimu apa yang telah kamu usahakan. Dan kamu tidak akan ditanya tentang apa yang telah mereka kerjakan." (Al-Baqarah: 134). Ayat ini mengandung pelajaran berharga bahwa setiap individu bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Kita tidak bisa bergantung pada amal atau kebaikan leluhur kita, melainkan harus berusaha keras untuk berbuat baik di dunia ini.
Ayat-ayat berikutnya, seperti 135 dan 136, menggambarkan dialog antara orang-orang Yahudi dan Nasrani dengan kaum Muslimin. Orang-orang Yahudi berkata, "Jadilah kamu penganut agama Yahudi, niscaya kamu mendapat petunjuk." (Al-Baqarah: 135), sementara orang-orang Nasrani berkata, "Jadilah kamu penganut agama Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk." (Al-Baqarah: 135). Allah SWT kemudian memerintahkan kaum Muslimin untuk menjawab, "Tidak, bahkan kami mengikuti agama Ibrahim yang lurus, dan bukanlah Ibrahim seorang musyrik." (Al-Baqarah: 135). Dan dalam ayat 136, diperintahkan untuk beriman kepada apa yang diturunkan kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, serta kepada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa, dan kepada apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka. Mereka tidak membedakan seorangpun di antara rasul-rasul itu dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya." (Al-Baqarah: 136).
Ayat-ayat ini secara tegas menolak klaim eksklusivitas agama tertentu dan menekankan bahwa Islam adalah agama tauhid yang dibawa oleh seluruh nabi sejak Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW. Konsep "agama Ibrahim yang lurus" adalah penegasan bahwa inti ajaran para nabi adalah keesaan Allah dan penyerahan diri kepada-Nya.
Ayat-ayat selanjutnya terus memperkuat konsep tauhid. Ketika orang-orang kafir berkata, "Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak mereka." (Al-Baqarah: 137), Allah SWT mengingatkan bahwa mengikuti nenek moyang tanpa dalil dan bukti yang benar adalah kesesatan.
Puncak dari rangkaian ayat ini adalah penegasan tentang keesaan Allah dan pentingnya menjaga kemurnian iman. Ayat 138, "Kami beriman kepada Allah, dan kepada apa yang diturunkan kepada kami (Al-Qur'an), dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada semua nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nya kami berserah diri." adalah deklarasi iman yang komprehensif. Ini menunjukkan bahwa pengikut Islam mengakui seluruh kenabian dan risalah yang diturunkan Allah SWT tanpa membeda-bedakan.
Ayat 139 menjadi penegasan yang sangat kuat: "Jika mereka beriman sebagaimana kamu beriman, maka sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, maka sesungguhnya mereka berpecah belah (dengan kebenaran) dan Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." Ayat ini menjelaskan bahwa kebenaran itu tunggal, dan perpecahan terjadi karena penolakan terhadap petunjuk Allah.
Ayat 140 hingga 150 memberikan penekanan lebih lanjut mengenai perdebatan dengan Ahli Kitab, serta peringatan tentang bahaya mengikuti hawa nafsu dan kesalahpahaman terhadap ajaran Allah. Ayat 141 kembali mengingatkan, "Itulah umat yang telah lalu; bagi mereka apa yang telah mereka usahakan dan bagimu apa yang telah kamu usahakan. Dan kamu tidak akan ditanya tentang apa yang telah mereka kerjakan." (Al-Baqarah: 141).
Secara keseluruhan, Surat Al-Baqarah ayat 131-150 bukan sekadar narasi sejarah, melainkan sebuah kurikulum spiritual yang mengajarkan tentang inti keislaman: ketundukan kepada Allah, pentingnya dakwah kepada keturunan, tanggung jawab individu atas amal perbuatan, pengakuan terhadap seluruh nabi, dan penolakan terhadap kesesatan. Ayat-ayat ini menjadi kompas moral dan spiritual bagi setiap Muslim dalam menjalani kehidupan dan berinteraksi dengan ajaran agama lain, senantiasa memegang teguh tauhid dan kebenaran yang murni.