Menelisik Kisah Sapi dalam Surat Al-Baqarah: Pelajaran dari Ayat 66-70

Kisah Sapi Bani Israil

Visualisasi sederhana tema kisah sapi Bani Israil.

Surat Al-Baqarah, surat kedua dalam Al-Qur'an, dikenal sebagai salah satu surat terpanjang yang menyimpan berbagai kisah inspiratif dan ajaran mendalam. Di antara deretan ayatnya yang kaya makna, terdapat kisah unik tentang seekor sapi yang menjadi ujian bagi kaum Bani Israil. Ayat 66 hingga 70 dari surat ini menceritakan kronologi peristiwa tersebut, menawarkan pelajaran berharga tentang ketaatan, keteguhan iman, dan hikmah di balik setiap perintah Allah SWT. Kisah ini bukanlah sekadar narasi masa lalu, melainkan cermin bagi umat manusia di setiap zaman untuk merenungi bagaimana seharusnya bersikap ketika dihadapkan pada cobaan dan perintah ilahi.

Konteks Historis dan Permintaan Aneh

Peristiwa ini terjadi di masa Nabi Musa AS memimpin kaumnya keluar dari Mesir, melarikan diri dari penindasan Fir'aun. Dalam perjalanan panjang di padang pasir, Bani Israil sering kali dilanda keraguan dan ketidaktaatan. Suatu ketika, di tengah-tengah kondisi yang penuh ketegangan dan kebutuhan akan kepastian, terjadi sebuah pembunuhan misterius di antara mereka. Seorang pria kaya meninggal tanpa diketahui siapa pelakunya. Ketegangan pun memuncak, dan mereka berbondong-bondong mendatangi Nabi Musa AS untuk meminta solusi dan keadilan.

Dalam situasi yang membingungkan ini, Allah SWT memerintahkan Nabi Musa AS untuk memerintahkan kaumnya menyembelih seekor sapi. Perintah ini tentu saja terdengar aneh dan tidak lazim bagi mereka yang sedang mencari pelaku pembunuhan. Mereka yang telah terbiasa menuntut jawaban yang jelas dan logis, kini dihadapkan pada sebuah tugas yang tampak tidak berhubungan langsung dengan masalah mereka. Inilah titik awal ujian keimanan mereka.

Ayat-Ayat Kunci dan Proses Pencarian

Mari kita lihat ayat-ayat tersebut:

فَإِنَّهَا لَمْ تُذَلَّلْ تُثِيرُ ٱلْأَرْضَ وَلَا تَسْقِى ٱلْحَرْثَ مُسَلَّمَةٌ لَّا شِيَةَ فِيهَا ۚ قَالُوا۟ ٱلْـَٔـٰنَ جِئْتَ بِٱلْحَقِّ ۚ فَذَبَحُوهَا وَمَا كَادُوا۟ يَفْعَلُونَ

"...(sapi) itu tidak pernah digunakan untuk membajak tanah dan tidak menyiram tanaman, sehat tanpa cacat." Lantas mereka berkata, "Sekarang barulah kamu benar (datang membawa kebenaran)." Lalu mereka menyembelihnya, tetapi nyaris saja mereka tidak melaksanakannya. (QS. Al-Baqarah: 71 - ayat ini merupakan kelanjutan dari deskripsi sapi, namun merangkum penyembelihan)

Ketika Nabi Musa AS menyampaikan perintah ini, kaum Bani Israil merespon dengan keraguan dan ketidakpercayaan. Mereka bertanya-tanya, mengapa seekor sapi yang harus disembelih, bukan yang lain? Ini menunjukkan betapa keras kepala dan sulitnya mereka untuk menerima perintah yang tidak sesuai dengan pemahaman logika mereka.

وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِۦنَ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تَذْبَحُوا۟ بَقَرَةً ۚ قَالُوٓا۟ أَتَتَّخِذُنَا هُزُوًا ۖ قَالَ أَعُوذُ بِٱللَّهِ أَنْ أَكُونَ مِنَ ٱلْجَـٰهِلِينَ

Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." Mereka berkata, "Apakah engkau hendak menjadikan kami bahan ejekan?" Musa menjawab, "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi termasuk orang-orang yang bodoh." (QS. Al-Baqarah: 67)

Nabi Musa AS, dengan tegas menolak tuduhan mereka, menegaskan bahwa perintah tersebut datang langsung dari Allah SWT, bukan lelucon atau candaan. Ia mengingatkan mereka akan kedudukan mereka sebagai orang yang berakal dan beriman, tidak sepatutnya berpikir demikian.

Namun, keraguan mereka tidak berhenti di situ. Mereka terus mendesak Nabi Musa AS untuk meminta rincian lebih lanjut mengenai sapi yang dimaksud. Semakin banyak pertanyaan yang mereka ajukan, semakin spesifik pula jawaban yang diberikan oleh Nabi Musa AS atas perintah Allah SWT. Mereka ingin tahu usia sapi, warnanya, dan ciri-cirinya. Setiap pertanyaan menunjukkan penolakan halus mereka terhadap perintah awal, seolah-olah mereka mencari alasan untuk tidak melaksanakannya.

قَالُوا۟ ٱدْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن لَّنَا مَا هِىَ ۚ قَالَ إِنَّهُۥ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَّا فَارِضٌ وَلَا بِكْرٌ عَوَانٌۢ بَيْنَ ذَٰلِكَ ۖ فَٱفْعَلُوا۟ مَا تُؤْمَرُونَ

Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menjelaskan kepada kami apa sapi itu." Musa menjawab, "Tuhan berkata, sapi itu adalah sapi yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda, tetapi usia pertengahan. Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu." (QS. Al-Baqarah: 68)

قَالُوا۟ ٱدْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن لَّنَا مَا لَوْنُهَا ۚ قَالَ إِنَّهُۥ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ صَفْرَآءُ فَاقِعٌ لَّوْنُهَا تَسُرُّ ٱلنَّـٰظِرِينَ

Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menjelaskan apa warnanya." Musa menjawab, "Tuhan berkata, sapi itu adalah sapi berwarna kuning, jelas warnanya, menggembirakan orang-orang yang melihatnya." (QS. Al-Baqarah: 69)

Proses pencarian sapi ini berlangsung tidak mudah. Mereka harus melewati berbagai rintangan dan bahkan mungkin harus membayar mahal untuk mendapatkan sapi dengan kriteria yang semakin spesifik. Hal ini memperlihatkan betapa mereka mencoba mengulur-ulur waktu dan mencari celah untuk menghindar.

Pelajaran Berharga dari Kisah Sapi

Kisah sapi dalam Surat Al-Baqarah ini sarat akan pelajaran moral dan spiritual yang relevan hingga kini:

Pada akhirnya, setelah melalui proses yang panjang dan melelahkan, kaum Bani Israil akhirnya menemukan sapi yang sesuai dengan ciri-ciri yang disebutkan. Mereka pun menyembelihnya. Kisah ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa dalam perjalanan hidup yang penuh cobaan, seringkali kita dihadapkan pada ujian yang tidak sesuai dengan harapan atau logika kita. Di saat-saat seperti itulah, ketaatan dan keyakinan yang teguh kepada Allah SWT menjadi kunci untuk melewati setiap rintangan dan menemukan hikmah yang tersembunyi di baliknya.

🏠 Homepage