Surat Al Baqarah Ayat 75-100: Ujian dan Kekufuran Kaum Yahudi

Pelajarilah Kisah Kaum Yahudi

Surat Al Baqarah merupakan surat terpanjang dalam Al-Qur'an dan sarat akan kisah serta ajaran yang mendalam. Di antara ayat-ayatnya yang berharga, terdapat rentetan ayat dari nomor 75 hingga 100 yang secara spesifik menyoroti sejarah, perilaku, dan ujian yang dihadapi oleh kaum Yahudi. Ayat-ayat ini bukan sekadar narasi masa lalu, melainkan sebuah pelajaran penting bagi umat Islam tentang konsekuensi dari kekufuran, penolakan terhadap kebenaran, dan berbagai bentuk penyimpangan akidah serta moral.

Penolakan Terhadap Tuntutan Kebenaran

Dimulai dari ayat 75, Al-Qur'an mengisahkan tentang sekelompok kaum Yahudi yang mengingkari mukjizat Allah, padahal mereka menyaksikan sendiri kebenaran dari ayat-ayat-Nya. Mereka menuntut agar Nabi Muhammad SAW membuktikan kenabiannya dengan cara yang mereka inginkan, yaitu melihat Allah secara langsung. Permintaan ini merupakan bentuk kesombongan dan keinginan untuk menentang ketetapan Ilahi.

أَفَتَطْمَعُونَ أَن يُؤْمِنُوا لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِّنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِن بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

(QS. Al Baqarah: 75) Apakah kamu (kaum Muslimin) menginginkan agar mereka mempercayai kamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah memahaminya, padahal mereka mengetahui?

Ayat ini menegaskan bahwa tidak ada gunanya bagi kaum Muslimin untuk berusaha keras membuat segolongan Yahudi beriman jika hati mereka sudah tertutup oleh keinginan untuk menolak. Keengganan mereka untuk menerima kebenaran bukan disebabkan oleh ketidakjelasan bukti, melainkan karena kesengajaan. Mereka memiliki kemampuan untuk memahami Kalamullah (firman Allah), namun mereka sengaja membelokkan maknanya untuk kepentingan pribadi dan mempertahankan tradisi nenek moyang yang keliru.

Konsekuensi Perilaku Keras Kepala

Selanjutnya, ayat-ayat dalam rentang ini terus menguraikan betapa keras kepala dan seringnya kaum Yahudi melanggar perjanjian dengan Allah. Mereka kerap kali melakukan kezaliman dan berusaha menutupi kesalahan mereka, padahal Allah Maha Mengetahui segala perbuatan mereka. Ayat 79 menjelaskan bahwa mereka yang menulis kitab (Taurat) dengan tangan mereka sendiri, lalu mengatakannya dari Allah, agar mereka dapat menjualnya dengan harga yang murah. Ini menunjukkan betapa rendahnya moral mereka dalam urusan agama, bahkan berani memalsukan wahyu demi keuntungan duniawi.

فَوَيْلٌ لِّلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَٰذَا مِنْ عِندِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا ۖ فَوَيْلٌ لَّهُم مِّمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَّهُم مِّمَّا يَكْسِبُونَ

(QS. Al Baqarah: 79) Maka celakalah orang-orang yang menulis kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu berkata (untuk ditunjukkan kepada orang banyak): "Ini dari Allah", agar mereka menjualnya dengan harga yang sedikit maka celakalah mereka karena apa yang telah dituliskannya dengan tangan mereka sendiri, dan celakalah mereka karena apa yang mereka perbuat.

Allah SWT memberikan ancaman "celakalah" bagi mereka yang melakukan perbuatan tersebut. Ini menunjukkan betapa seriusnya dosa memalsukan agama dan menipu manusia demi harta benda. Pengajaran ini menjadi peringatan keras bagi siapa saja yang cenderung menjadikan agama sebagai alat untuk mencari keuntungan duniawi.

Dampak Penolakan Terhadap Nikmat Allah

Ayat-ayat ini juga mengingatkan bahwa sebagai ganjaran atas penolakan dan pelanggaran mereka, kaum Yahudi dijanjikan akan merasakan siksa neraka. Namun, ada pula penegasan bahwa mereka hanya akan sebentar merasakan azab neraka karena kepercayaan mereka kepada Allah dan nabi-nabi-Nya. Pernyataan ini mencerminkan kompleksitas hukum Allah yang tetap memberikan kesempatan penebusan, namun tidak mengurangi bobot dosa dari perbuatan yang telah mereka lakukan.

Lebih jauh lagi, ayat-ayat ini mengungkap bagaimana kaum Yahudi selalu mencari alasan untuk tidak beriman, bahkan ketika mukjizat yang sangat jelas di depan mata mereka. Mereka meragukan firman Allah dan mencari celah untuk menolaknya. Perilaku seperti ini menunjukkan adanya penyakit hati yang dalam, yaitu kesombongan dan ketidakmauan untuk tunduk pada kebenaran.

Allah SWT berfirman dalam ayat 87:

وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَقَفَّيْنَا مِن بَعْدِهِ بِالرُّسُلِ ۖ وَآتَيْنَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ ۗ أَفَكُلَّمَا جَاءَكُمْ رَسُولٌ بِمَا لَا تَهْوَىٰ أَنفُسُكُمُ اسْتَكْبَرْتُمْ ۖ فَفَرِيقًا كَذَّبْتُمْ وَفَرِيقًا تَقْتُلُونَ

(QS. Al Baqarah: 87) Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan kepada Musa Kitab (Taurat) dan Kami susulkan sesudahnya rasul-rasul, dan Kami berikan kepada (Isa) putera Maryam beberapa mukjizat serta Kami perkuat dia dengan Rohulkudus. Apakah setiap datang kepadamu rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu menyombongi diri? Sebahagian kamu dituduh dusta dan sebahagian yang lain kamu bunuh.

Ayat ini secara tegas menunjukkan sifat kesombongan kaum Yahudi yang menolak rasul-rasul bahkan membunuh mereka jika membawa ajaran yang tidak sesuai dengan hawa nafsu mereka.

Pelajaran untuk Umat Muslim

Kisah kaum Yahudi dalam Surat Al Baqarah ayat 75-100 memberikan banyak pelajaran berharga bagi umat Islam. Pertama, pentingnya keikhlasan dalam beriman, tidak terpengaruh oleh hawa nafsu dan keinginan duniawi. Kedua, larangan keras untuk memalsukan ajaran agama demi keuntungan pribadi. Ketiga, kewaspadaan terhadap penyakit hati seperti kesombongan, keras kepala, dan penolakan terhadap kebenaran, meskipun bukti telah jelas. Keempat, pentingnya untuk senantiasa bersyukur atas nikmat Allah dan menjaga perjanjian dengan-Nya.

Memahami ayat-ayat ini secara mendalam akan membentengi diri dari berbagai macam godaan dan penyimpangan, serta memperkuat keyakinan kita akan kebesaran dan keadilan Allah SWT. Ini adalah pengingat bahwa sejarah adalah guru terbaik, dan Al-Qur'an adalah penuntun yang tak ternilai harganya.

🏠 Homepage