Dalam kitab suci Al-Qur'an, setiap ayat memiliki kedalaman makna dan hikmah yang tak terhingga. Salah satu surat yang sering menjadi renungan adalah Surat Al Bayyinah, yang secara harfiah berarti "Bukti yang Nyata". Surat ini menekankan pentingnya keyakinan yang benar dan konsekuensinya bagi umat manusia. Di antara ayat-ayatnya, terdapat ayat kelima yang memiliki kandungan pesan spiritual dan filosofis yang sangat kuat.
Mari kita simak terlebih dahulu lafal ayat kelima dari Surat Al Bayyinah:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Dan terjemahan ayat tersebut adalah sebagai berikut:
"Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan itulah agama yang lurus (istimewa)."
Ayat ini adalah inti dari ajaran Islam, yang merangkum esensi ibadah dan tujuan penciptaan manusia. Ada beberapa poin kunci yang dapat kita ambil dari pemahaman ayat ini:
Pesan utama yang disampaikan ayat ini adalah perintah untuk "menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama". Ini menegaskan bahwa tujuan fundamental penciptaan manusia, sebagaimana dijelaskan dalam ayat lain seperti Surah Adz-Dzariyat ayat 56, adalah untuk beribadah kepada Allah. Namun, ibadah yang dimaksud bukanlah sekadar ritual formalitas, melainkan pengabdian yang tulus, bersih dari unsur syirik atau keraguan. Kata "mukhlishin" (mengikhlaskan) sangatlah krusial di sini. Ia menuntut agar hati kita sepenuhnya tertuju kepada Allah, tanpa sedikitpun motif ria', sum'ah, atau tujuan duniawi lainnya yang bercampur dalam ibadah kita. Ibadah yang diterima oleh Allah adalah ibadah yang murni karena Allah semata.
Frasa "hanifā'" dalam ayat ini merujuk pada sikap lurus, teguh, dan cenderung kepada kebenaran (tauhid). Seorang yang hanif adalah orang yang menyimpang dari segala bentuk kesesatan dan kekafiran, serta senantiasa condong kepada agama yang benar, yaitu agama tauhid. Ini berarti penolakan tegas terhadap penyembahan berhala, takhayul, dan segala bentuk peribadatan selain kepada Allah Yang Maha Esa. Dalam konteks modern, ini bisa diartikan sebagai keteguhan iman di tengah arus kebudayaan yang seringkali menjauhkan manusia dari penciptanya.
Setelah menegaskan keikhlasan dalam ibadah, ayat ini secara spesifik menyebutkan dua pilar penting dalam syariat Islam: shalat dan zakat.
"Dan itulah agama yang lurus (istimewa)." Kalimat penutup ini memberikan penekanan bahwa apa yang telah disebutkan sebelumnya—mengikhlaskan ibadah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat—merupakan esensi dari agama yang hak, agama yang istimewa, dan agama yang sempurna. "Al-Qayyimah" memiliki makna lurus, tegak, kokoh, dan bernilai. Ini menyiratkan bahwa agama Islam adalah sistem kehidupan yang komprehensif, logis, dan memberikan kebaikan serta keadilan bagi individu maupun masyarakat. Ia adalah jalan hidup yang memberikan arah, tujuan, dan kedamaian.
Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern yang penuh dengan godaan materi, kesibukan duniawi, dan maraknya berbagai aliran pemikiran, ayat kelima Surat Al Bayyinah ini menjadi pengingat yang sangat relevan. Ia mengajarkan kita untuk senantiasa menjaga kemurnian niat dalam setiap amal perbuatan, terutama dalam ibadah kita kepada Allah. Keikhlasan adalah jangkar yang akan menahan kita dari terbawa arus kepalsuan dan keserakahan. Shalat dan zakat menjadi sarana untuk tetap terhubung dengan Sang Pencipta dan memberikan kontribusi positif bagi sesama. Memahami dan mengamalkan ayat ini akan membantu kita menjalani kehidupan dengan penuh makna, ketenangan, dan keberkahan, sesuai dengan fitrah keberadaan kita sebagai hamba Allah yang beragama lurus.