Surat Al-Falaq (pagi) merupakan salah satu dari dua surat pendek dalam Al-Qur'an yang diturunkan secara bersamaan atau berdekatan di Mekkah. Pertanyaan mengenai surat Al Falaq diturunkan setelah surah apa seringkali muncul dalam kajian keislaman, terutama terkait urutan turunnya wahyu.
Para ulama tafsir dan sejarah Islam sepakat bahwa Surat Al-Falaq dan Surat An-Naas diturunkan sebagai satu kesatuan, atau setidaknya berdekatan waktunya, setelah turunnya Surat Al-Ikhlas. Namun, perlu dicatat bahwa tidak ada catatan pasti yang menyatakan secara eksplisit surat mana yang tepat turun mendahului Al-Falaq atau An-Naas dalam rentang waktu yang sangat dekat tersebut. Yang jelas, keduanya merupakan surat-surat Madaniyah (diturunkan di Madinah) atau memiliki konteks penurunan yang erat kaitannya dengan perlindungan dari kejahatan. Ada sebagian pendapat yang menyatakan keduanya adalah surat Makkiyah (diturunkan di Mekkah), namun yang lebih kuat adalah pendapat Madaniyah karena konteks ancaman yang dihadapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Dalam beberapa tradisi penomoran surat berdasarkan urutan turunnya, Surat Al-Falaq seringkali dianggap sebagai surat ke-19 atau ke-20 yang diturunkan, sementara Surat An-Naas adalah yang terakhir atau sebelum yang terakhir. Urutan ini penting untuk memahami konteks historis dan sosial di balik penurunan wahyu, serta bagaimana Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam menghadapi tantangan dakwahnya.
Menurut riwayat hadits yang shahih, penurunan Surat Al-Falaq dan An-Naas terjadi sebagai jawaban atas sihir yang dilakukan oleh seorang Yahudi bernama Labid bin Al-A'sam terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika Rasulullah sakit akibat sihir tersebut, turunlah kedua surat ini melalui Malaikat Jibril untuk memohon perlindungan kepada Allah dari berbagai kejahatan.
"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah terkena sihir sehingga beliau lupa melakukan sesuatu. Suatu ketika beliau berdo'a kepada Allah, lalu Allah mengilhamkan kepadanya dua ayat ini (Al-Mu'awwidzatain), yaitu Qul a'udzu bi Rabbil falaq dan Qul a'udzu bi Rabbinnas. Lalu beliau membaca keduanya dan sembuh dari sihir tersebut." (HR. Muslim)
Riwayat ini menegaskan bahwa Surat Al-Falaq dan An-Naas memiliki kekuatan spiritual yang luar biasa sebagai perisai dari segala bentuk kejahatan, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Keduanya mengajarkan kepada umat manusia untuk senantiasa berlindung hanya kepada Allah, Sang Pencipta dan Pemelihara segala sesuatu.
Surat Al-Falaq terdiri dari lima ayat. Ayat pertama adalah perintah untuk memohon perlindungan kepada Tuhan yang menciptakan segala sesuatu, yaitu "Qul a'udzu bi Rabbil falaq" (Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan yang Maha Memelihara dan Menguasai seluruh sekalian alam,").
Ayat kedua, "Min syarri maa khalaq" (dari kejahatan makhluk-Nya), menyerukan perlindungan dari segala kejahatan yang diciptakan oleh Allah, yang mencakup seluruh jenis kejahatan baik yang besar maupun kecil.
Ayat ketiga dan keempat, "Wa min syarri ghasiqin idza waqab. Wa min syarri nannaffaa-tsaati fil 'uqad." (dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita. Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembuskan pada buhul-buhul), secara spesifik menyebutkan perlindungan dari kegelapan malam yang seringkali menjadi sarang kejahatan, serta dari kejahatan para penyihir yang menggunakan tipu daya.
Terakhir, ayat kelima, "Wa min syarri haasidin idza hasad." (dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki), memohon perlindungan dari sifat dengki, yang merupakan salah satu penyakit hati yang paling berbahaya dan dapat merusak hubungan antar sesama manusia serta menimbulkan permusuhan.
Meskipun tidak ada penanda waktu yang pasti tentang surat Al Falaq diturunkan setelah surah apa secara persis dalam urutan wahyu, namun dipahami bahwa Surat Al-Falaq dan Surat An-Naas turun berdekatan sebagai satu paket perlindungan ilahi. Keduanya merupakan anugerah dari Allah untuk melindungi umat Islam dari berbagai bentuk kejahatan yang mengancam, baik dari alam fisik maupun dari niat buruk manusia. Dengan membaca dan merenungkan makna kedua surat ini, seorang Muslim diajak untuk senantiasa menggantungkan harapan dan perlindungan hanya kepada Allah subhanahu wa ta'ala.