Surat Al-Fil, yang berarti 'Gajah', adalah salah satu surat pendek namun paling mendalam dalam Al-Qur'an. Terdiri dari hanya lima ayat, surat ini mengisahkan peristiwa kolosal yang dikenal sebagai 'Amul Fil, atau Tahun Gajah. Peristiwa ini bukan hanya catatan sejarah biasa, melainkan sebuah mukjizat yang menegaskan kekuasaan mutlak Allah SWT dan perlindungan-Nya terhadap rumah suci, Ka'bah, yang terjadi tepat sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Meskipun singkat, makna surat all fill dan artinya memiliki resonansi teologis dan historis yang sangat kuat. Ia berfungsi sebagai peringatan abadi bagi mereka yang berusaha menentang kehendak Ilahi dan menginginkan kehancuran simbol-simbol keimanan. Artikel mendalam ini akan mengupas tuntas setiap aspek dari surat mulia ini, mulai dari latar belakang sejarah, tafsir per kata, hingga implikasi moral dan spiritualnya yang berkelanjutan.
Surat ini merupakan surat ke-105 dalam susunan mushaf Al-Qur'an dan termasuk dalam golongan surat Makkiyah, yang diturunkan di Makkah sebelum hijrahnya Nabi Muhammad SAW. Posisi penurunan di Makkah menggarisbawahi fungsinya sebagai penguat keyakinan umat Islam awal yang tengah menghadapi penindasan, meyakinkan mereka bahwa Tuhan yang sama yang melindungi Ka'bah dari bala tentara gajah akan senantiasa melindungi hamba-hamba-Nya yang beriman.
Tahun Gajah adalah sebuah periode kunci dalam sejarah Arab pra-Islam. Kisah ini berpusat pada seorang raja Kristen dari Yaman yang bernama Abrahah al-Ashram. Abrahah iri dengan kemuliaan dan daya tarik Ka'bah di Makkah, yang menjadi pusat ziarah utama Jazirah Arab. Untuk mengalihkan perhatian orang Arab, Abrahah membangun gereja megah di Sana'a yang ia namai Al-Qulays. Namun, upaya ini gagal total. Orang Arab tetap berbondong-bondong menuju Ka'bah, mengabaikan Al-Qulays.
Merasa terhina, Abrahah bersumpah untuk menghancurkan Ka'bah. Ia memimpin pasukan besar yang terdiri dari tentara terlatih dan dilengkapi dengan gajah-gajah perang, termasuk gajah raksasa bernama Mahmud. Penggunaan gajah ini sangat langka di Jazirah Arab, menjadikannya simbol kekuatan militer yang tak terkalahkan saat itu. Pasukan ini bergerak menuju Makkah dengan niat mutlak untuk merobohkan bangunan suci tersebut. Peristiwa ini terjadi kurang dari dua bulan sebelum kelahiran Rasulullah SAW, menjadikan tahun tersebut sebagai penanda kalender penting bagi suku Quraisy.
Untuk memahami kedalaman makna, kita perlu menelaah teks asli dan terjemahannya, sebelum beralih pada analisis yang lebih mendalam mengenai tafsir linguistiknya.
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَٰبِ ٱلْفِيلِ
1. Tidakkah engkau (Muhammad) perhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap pasukan bergajah?
أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِى تَضْلِيلٍ
2. Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) sia-sia?
وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ
3. Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong,
تَرْمِيهِم بِحِجَارَةٍ مِّن سِجِّيلٍ
4. Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar,
فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُولٍ
5. Sehingga Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).
Untuk mencapai pemahaman yang komprehensif, kita harus menyelam jauh ke dalam setiap frasa dan kata yang digunakan dalam surat ini. Keajaiban bahasa Al-Qur'an terletak pada pilihan kata yang tepat, yang mencerminkan makna berlapis yang memerlukan penafsiran panjang. Pembahasan ini adalah inti dari studi surat all fill dan artinya.
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَٰبِ ٱلْفِيلِ
Tidakkah engkau (Muhammad) perhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap pasukan bergajah?
Ayat pertama ini adalah pembuka yang dramatis. Allah tidak memerintahkan, melainkan bertanya. Pertanyaan ini mengarahkan pikiran pada fakta sejarah yang tak terbantahkan. Kekuatan Abrahah dianggap mustahil dikalahkan oleh suku Quraisy yang miskin dan tidak bersenjata. Ketika penduduk Makkah mengungsi ke bukit-bukit, mereka secara efektif menyerahkan nasib Ka'bah kepada Tuhan. Jawaban atas pertanyaan "Bagaimana Tuhanmu bertindak?" adalah: dengan cara yang paling menakjubkan dan tak terduga, melampaui logika dan kemampuan manusia.
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini berfungsi sebagai peringatan keras kepada kaum kafir Quraisy yang menentang Nabi Muhammad. Mereka telah menyaksikan bukti historis bahwa Allah melindungi Ka'bah, lantas mengapa mereka meragukan kemampuan Allah untuk melindungi Rasul-Nya? Perlindungan Ka'bah adalah premis, dan perlindungan Nabi adalah kesimpulan logis yang tak terhindarkan dari peristiwa tersebut. Pemahaman ini sangat vital dalam mempelajari surat all fill dan artinya, karena ia menghubungkan masa lalu dengan realitas dakwah saat itu.
أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِى تَضْلِيلٍ
Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) sia-sia?
Ayat ini menekankan bahwa bukan hanya serangan fisik Abrahah yang gagal, tetapi juga strategi dan motivasi jahatnya. Tipu daya Abrahah berakar pada kesombongan dan keinginan untuk mendominasi, menantang status quo spiritual yang ditetapkan secara Ilahi. Kegagalan ini menunjukkan bahwa segenap perhitungan manusia, sekuat dan secerdik apa pun, tidak akan mampu mengatasi takdir dan kehendak Allah. Ketika Abrahah mencoba memprovokasi gajahnya untuk bergerak, gajah itu menolak ketika dihadapkan ke Makkah, tetapi dengan patuh bergerak ke arah lain, sebuah perwujudan fisik dari 'Taḍlīl'—kesesatan rencana mereka.
Para mufasir menekankan bahwa 'Taḍlīl' di sini juga bisa berarti 'menyebabkan kehancuran'. Rencana mereka untuk menghancurkan Ka'bah justru menyebabkan kehancuran diri mereka sendiri. Ini adalah prinsip kosmik: setiap upaya jahat yang ditujukan pada kesucian Ilahi pada akhirnya akan berbalik menghancurkan pelakunya. Analisis mendalam mengenai *kaidahum* dan *taḍlīl* ini memperkaya pemahaman kita tentang bagaimana surat all fill dan artinya mengajarkan kita tentang kegagalan kesombongan manusia.
وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ
Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong,
Ayat ini memperkenalkan mukjizat. Ketika manusia gagal membela Ka'bah, Allah mengirim bala tentara dari langit, yang sama sekali tidak masuk dalam perhitungan militer Abrahah. Burung *Abābīl* adalah lambang kekuasaan Allah yang mampu menggunakan sarana yang paling tidak mungkin untuk melaksanakan kehendak-Nya. Para ulama tafsir berbeda pendapat mengenai hakikat burung *Abābīl* ini:
Apapun hakikatnya, inti dari ayat ini adalah bahwa intervensi Ilahi datang dari sumber yang paling tidak diharapkan, melumpuhkan kesombongan militer Abrahah secara instan dan tanpa perlawanan yang berarti. Kekuatan logistik dan kesiapsiagaan tempur mereka menjadi tidak berguna melawan strategi langit.
تَرْمِيهِم بِحِجَارَةٍ مِّن سِجِّيلٍ
Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar,
Batu *Sijjīl* bukan batu biasa. Menurut berbagai riwayat tafsir, batu-batu tersebut sangat kecil, seukuran kacang-kacangan atau lentil, namun memiliki daya hancur yang luar biasa. Setiap batu secara spesifik mengenai tentara tertentu, menembus helm, baju besi, dan tubuh mereka. Dampaknya menyebabkan daging mereka hancur dan rontok, menjadikannya seperti daun kering yang dimakan ulat.
Efek dari batu-batu ini adalah kehancuran individual yang cepat dan mematikan. Abrahah sendiri terkena dan tubuhnya mulai membusuk dalam perjalanan pulangnya, hingga ia tewas dalam keadaan mengenaskan. Keajaiban *Sijjīl* adalah manifestasi dari kekuasaan Allah yang mengubah materi paling sederhana (tanah liat yang dibakar) menjadi senjata pemusnah massal yang tidak dapat dihindari. Kekuatan penghancur batu *Sijjīl* adalah inti dari narasi mukjizat ini. Pengalaman yang digambarkan di sini sangat rinci dan mengerikan, bertujuan untuk menanamkan ketakutan dan penghormatan terhadap perlindungan Ilahi.
فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُولٍ
Sehingga Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).
Perumpamaan ini sangat visual dan mengerikan, menyampaikan kehancuran yang total dan merendahkan. Pasukan gajah, yang tadinya gagah perkasa, berubah menjadi materi organik yang hancur, rontok, dan tidak berbentuk—seperti sisa-sisa makanan ternak yang telah dikunyah dan dimuntahkan, atau daun yang telah dilubangi ulat hingga rapuh dan tak berfungsi. Perbandingan ini menghilangkan martabat militer mereka sepenuhnya.
Makna *'Aṣf Ma’kūl* mengajarkan dua hal utama:
Ayat terakhir ini menutup narasi dengan konklusi yang tegas. Kisah surat all fill dan artinya adalah pelajaran bahwa tidak ada kekuatan di bumi yang dapat menentang kehendak Allah untuk melindungi apa yang Dia cintai.
Untuk benar-benar menginternalisasi pesan Surat Al-Fil, kita harus memahami kedalaman dan detail sejarah di baliknya. Peristiwa ini sangat penting sehingga seluruh bangsa Arab menggunakannya sebagai titik referensi kalender sebelum munculnya kalender Islam (Hijriah). Penyelaman historis ini memberikan bobot tambahan pada setiap ayat.
Abrahah adalah seorang gubernur Abisinia (Habasyah) di Yaman, yang awalnya adalah seorang jenderal yang memberontak. Kekuasaannya stabil, dan ia berambisi menjadikan Yaman sebagai pusat perdagangan dan keagamaan utama Jazirah Arab. Proyek pembangunan gereja Al-Qulays adalah upaya politis dan ekonomis untuk menarik ziarah dari Makkah. Ketika seorang Arab dari suku Kinanah menodai gereja tersebut sebagai bentuk penghinaan, Abrahah menggunakan insiden itu sebagai dalih untuk melancarkan invasi yang telah lama ia rencanakan.
Pasukannya tidak hanya besar, tetapi juga disiplin, dilengkapi dengan persenjataan canggih (untuk masanya) dan yang terpenting, gajah. Gajah adalah *tank* modern pada zaman itu, menimbulkan ketakutan psikologis yang luar biasa pada musuh. Abrahah yakin akan kemenangannya. Dia melihat penghancuran Ka'bah sebagai langkah logis untuk mengamankan supremasi kekuasaan dan agamanya di seluruh Arab.
Ketika pasukan Abrahah tiba di dekat Makkah, mereka menyita harta benda penduduk, termasuk 200 unta milik Abdul Muttalib, kakek Nabi Muhammad SAW yang saat itu menjabat sebagai kepala suku Quraisy. Abdul Muttalib kemudian datang menemui Abrahah.
Abrahah terkejut melihat keagungan Abdul Muttalib. Ia menghormatinya dan bertanya apa yang ia inginkan. Abrahah mengira Abdul Muttalib akan memohon agar Ka'bah tidak dihancurkan.
Namun, Abdul Muttalib berkata, "Aku datang untuk meminta untaku yang kau ambil."
Abrahah bingung. "Aku datang untuk menghancurkan rumah yang menjadi agama leluhurmu, dan engkau hanya bicara tentang untamu?"
Jawaban Abdul Muttalib adalah salah satu ungkapan keimanan paling terkenal dalam sejarah pra-Islam: "Aku adalah pemilik unta, dan Rumah (Ka'bah) itu memiliki Pemilik (Tuhan) yang akan melindunginya."
Setelah mendapatkan untanya kembali, Abdul Muttalib kembali ke Makkah dan memerintahkan penduduk untuk mengungsi ke bukit-bukit, meninggalkan Ka'bah, karena mereka tidak memiliki kekuatan untuk melawannya. Tindakan ini menegaskan bahwa pertahanan Ka'bah sepenuhnya adalah urusan Ilahi, bukan urusan kekuatan manusia. Poin ini memperkuat makna ayat 1 dan 2 dari Surat Al-Fil.
Pagi hari ketika Abrahah bersiap untuk menyerang, ia mencoba mengarahkan gajah perangnya, Mahmud, menuju Ka'bah. Gajah itu, yang menjadi simbol kesombongan pasukan, tiba-tiba berlutut dan menolak untuk bergerak maju ke arah Makkah. Para pawang memukulnya, menusuknya, dan memaksanya, tetapi gajah itu tidak bergeming. Namun, ketika mereka mengarahkannya ke Yaman atau ke arah lain, ia segera berdiri dan bergerak. Ini adalah mukjizat pertama, sebuah manifestasi awal dari *taḍlīl* (kesesatan rencana) yang disebutkan dalam ayat 2. Binatang buas sekalipun menolak berpartisipasi dalam penistaan Rumah Suci.
Saat pasukan dalam kebingungan akibat penolakan gajah, langit tiba-tiba menggelap. Burung *Abābīl* muncul dari arah laut, membawa batu-batu *sijjīl* yang mengerikan. Setiap batu mengenai kepala tentara dengan kekuatan dahsyat, menembus tubuh dan keluar dari pantat. Mereka tidak mati seketika, tetapi menderita pembusukan tubuh yang cepat dan mengerikan. Pemandangan kehancuran ini total dan kacau. Seluruh pasukan lari kocar-kacir, menginjak satu sama lain, dan banyak yang tewas di tempat. Abrahah, yang terluka parah, berhasil melarikan diri ke Yaman tetapi meninggal tak lama kemudian dengan kondisi tubuh yang hancur dan membusuk.
Kisah surat all fill dan artinya bukanlah dongeng masa lalu; ia adalah fondasi teologis yang kuat bagi umat Islam. Ia mengajarkan beberapa pelajaran abadi tentang kekuasaan Allah, perlindungan-Nya, dan nasib kesombongan manusia.
Peristiwa 'Amul Fil adalah bukti nyata bahwa Allah adalah *Rabb* (Pengatur Semesta) yang tidak hanya menciptakan, tetapi juga secara aktif memelihara dan melindungi. Bahkan di masa pra-kenabian, ketika paganisme merajalela di Makkah, Allah memilih untuk melindungi Ka'bah, bukan demi berhala di dalamnya, tetapi demi Rumah itu sendiri dan peran masa depannya sebagai pusat tauhid global.
Mukjizat ini menunjukkan bahwa kekuatan material manusia, teknologi, dan strategi tidak ada artinya ketika berhadapan dengan strategi Ilahi. Sebagaimana dijelaskan dalam tafsir, ketika Abrahah membawa gajah, ia membawa simbol kekuatan. Ketika Allah mengirim burung, Dia mengirim simbol kelemahan. Kemenangan datang dari kekuasaan, bukan dari jumlah atau ukuran.
Peristiwa ini menetapkan Makkah sebagai tempat yang dilindungi secara istimewa (Haram). Sejak saat itu, orang Arab menghormati Makkah dan Quraisy, melihat mereka sebagai 'Ahlullah' (Keluarga Allah) atau orang yang berada di bawah naungan-Nya. Perlindungan ini adalah karunia yang sangat besar dan menjadi tema lanjutan dalam Surat Quraisy (surat berikutnya), yang menghubungkan perlindungan dari rasa takut (terhadap serangan) dengan rezeki (perdagangan dan makanan).
Pemahaman bahwa Ka'bah tidak dapat disentuh oleh musuh menjadi doktrin spiritual yang kuat. Ini adalah pesan kepada setiap generasi: tempat suci akan dijaga, bahkan jika hamba-Nya sedang lemah.
Abrahah adalah arketipe dari kesombongan absolut. Dia yakin kekayaan, kekuatan militer, dan teknologi gajahnya akan memberinya kekuasaan mutlak. Surat Al-Fil berfungsi sebagai peringatan universal bahwa tirani, egoisme, dan rencana yang dibangun di atas penentangan terhadap kebenaran akan selalu berakhir dengan kehancuran yang total (*kacṣf ma’kūl*). Kekalahan Abrahah adalah pelajaran bahwa setiap upaya untuk menantang otoritas Ilahi, terlepas dari skala atau sumber daya yang dikerahkan, akan sia-sia.
Signifikansi terbesar dari 'Amul Fil adalah bahwa peristiwa itu terjadi dalam tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW. Allah menghancurkan kekuatan tirani yang terbesar sebelum mengirimkan rahmat terbesar (Nabi) ke dunia. Ini membersihkan panggung politik dan spiritual di Makkah, menghilangkan ancaman eksternal, dan menciptakan kekosongan kekuasaan yang memungkinkan Quraisy bertahan dan kemudian menjadi penjaga Ka'bah yang baru di bawah naungan Islam.
Para ulama tafsir melihat hubungan kuat antara Surat Al-Fil dan Surat Al-Quraisy. Perlindungan yang diberikan Allah (Al-Fil) adalah alasan bagi keamanan dan rezeki (Al-Quraisy). Tanpa Al-Fil, tidak akan ada Al-Quraisy.
Keindahan surat all fill dan artinya tidak hanya terletak pada narasi historisnya, tetapi juga pada keunggulan linguistik (Balaghah) yang memastikan bahwa pesan ini disampaikan dengan dampak emosional dan intelektual maksimal. Mari kita telaah beberapa aspek bahasa yang krusial:
Dalam banyak tempat di Al-Qur'an, Allah merujuk pada Diri-Nya dengan nama 'Allah' (nama yang paling agung dan komprehensif). Namun, di sini digunakan 'Rabbuka' (Tuhanmu, wahai Muhammad). Ini memiliki tujuan ganda:
Teknik Balaghah yang paling mencolok adalah kontras antara subjek dan agen. Gajah melambangkan kekuatan terberat, tanah, dan teknologi perang. Burung melambangkan kelincahan, langit, dan kelemahan. Ini adalah oposisi yang sempurna (antithesis). Allah menunjukkan bahwa Dia tidak membutuhkan kekuatan yang seimbang (pasukan melawan pasukan) untuk menang. Dia menggunakan agen yang paling tidak mungkin untuk mengajarkan kerendahan hati kepada manusia.
Ayat pembuka menggunakan *Istifham Inkari* (pertanyaan retoris yang bernada ingkar atau penegasan): "Tidakkah engkau perhatikan...?" Pertanyaan ini tidak memerlukan jawaban verbal, karena jawabannya sudah terpatri dalam kesadaran publik Makkah. Ini memaksa pendengar untuk langsung mengakui kebenaran yang ditanyakan, sekaligus menekankan betapa luar biasanya kejadian tersebut. Tujuannya adalah untuk menimbulkan refleksi mendalam dan rasa takjub.
Pilihan kata untuk deskripsi kehancuran sangat puitis dan definitif. *Sijjīl* bukan batu biasa; ia mengandung makna panas dan keras, menunjukkan bahwa hukuman itu datang dari dimensi yang melampaui alam fisik normal. Sementara itu, *Aṣf Ma’kūl* adalah perumpamaan yang sangat merendahkan, jauh lebih kuat daripada sekadar 'kehancuran' atau 'kematian'. Ini menggambarkan kehancuran yang hina, membuat tubuh mereka tidak hanya mati tetapi juga kehilangan bentuk dan integritasnya secara menjijikkan.
Meskipun Surat Al-Fil menceritakan peristiwa yang terjadi ribuan tahun lalu, pelajaran yang terkandung di dalamnya bersifat universal dan relevan hingga hari ini. Ayat-ayat pendek ini memberikan panduan moral dan spiritual bagi umat Islam dalam menghadapi tantangan modern.
Di era modern, 'pasukan gajah' mungkin diwujudkan dalam bentuk kekuatan ekonomi yang menindas, hegemoni militer yang arogan, atau sistem politik yang zalim. Surat Al-Fil mengajarkan bahwa tidak peduli seberapa besar, canggih, atau kaya raya lawan yang dihadapi, jika rencana mereka didasarkan pada kezaliman, kesombongan, dan penentangan terhadap nilai-nilai kebenaran, akhirnya mereka akan mengalami *taḍlīl* dan kehancuran.
Bagi orang beriman, surat ini menumbuhkan keyakinan bahwa pertolongan Allah bisa datang dari sumber yang paling tidak terduga ketika semua pintu tertutup. Ini adalah seruan untuk bersabar, bertawakal, dan fokus pada peran yang harus kita mainkan, sementara hasilnya diserahkan kepada Pemilik seluruh kekuatan.
Surat Al-Fil memberikan dukungan moral kepada minoritas yang tertindas. Di awal dakwah, umat Islam adalah minoritas yang lemah dan dianiaya. Kisah Abrahah mengingatkan mereka bahwa Allah telah dan akan selalu melindungi hamba-hamba-Nya dan tempat-tempat suci-Nya dari musuh yang berbuat zalim. Keimanan ini harus diterjemahkan menjadi keberanian untuk berdiri tegak menghadapi penindasan, mengetahui bahwa kekuatan sejati berada di luar jangkauan musuh.
Diskusi mengenai hakikat *Abābīl* dan *Sijjīl* tetap relevan. Bagi kebanyakan ulama, mempertahankan makna harfiah (burung dan batu ajaib) adalah penting untuk menjaga aspek mukjizat dan intervensi supranatural Ilahi.
Namun, jika kita menggunakan penafsiran modern yang lebih longgar (seperti epidemi), pesan teologisnya tetap sama: kehancuran pasukan Abrahah datang dari faktor eksternal yang tidak dapat mereka kontrol. Entah itu serangan burung atau epidemi cacar, intinya adalah bahwa Allah menggunakan sarana apa pun—biologis, fisik, atau supranatural—untuk menggagalkan rencana para tiran. Pentingnya kisah surat all fill dan artinya terletak pada hasilnya, bukan hanya pada sarana yang digunakan.
Kisah ini menegaskan pentingnya doa dan penyerahan diri (tawakkal). Ketika Abdul Muttalib meninggalkan Ka'bah, ia tidak menyerah dalam keputusasaan, melainkan menyerahkannya kepada Pemiliknya yang sejati. Ini mengajarkan bahwa manusia harus melakukan apa yang mereka mampu, dan ketika batas kemampuan tercapai, langkah selanjutnya adalah bertawakal penuh kepada Allah, yakin bahwa Dia akan bertindak sesuai kehendak dan kebijaksanaan-Nya.
Kisah 'Amul Fil tidak hanya dicatat dalam Al-Qur'an. Para sejarawan Arab pra-Islam dan sejarawan Islam awal, seperti Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisyam, mencatat peristiwa ini secara rinci, memberikan kesaksian bahwa kejadian ini merupakan fakta sejarah yang diketahui luas oleh masyarakat Arab, terlepas dari latar belakang agama mereka.
Beberapa penelitian modern, terutama yang bersifat geologis, telah mencoba mengaitkan batu *Sijjīl* dengan fenomena alam, seperti letusan gunung berapi atau hujan meteorit kecil. Teori ini menarik karena berusaha mencari penjelasan fisik bagi mukjizat, namun tetap mengakui bahwa waktu dan ketepatan jatuhnya batu-batu tersebut adalah kehendak Allah semata.
Penyebutan *Sijjīl* dalam konteks kaum Luth (yang dihukum dengan hujan batu dari langit) menunjukkan bahwa *Sijjīl* mungkin adalah kategori umum untuk batu hukuman yang diturunkan oleh Allah, menunjukkan unsur panas atau terbakar yang secara biologis mematikan.
Surat Al-Fil secara langsung membenarkan posisi Quraisy sebagai penjaga Ka'bah. Setelah kehancuran Abrahah, tidak ada kekuatan regional yang berani mengancam Makkah selama bertahun-tahun. Hal ini memungkinkan suku Quraisy untuk membangun jaringan perdagangan mereka tanpa hambatan, memastikan keselamatan karavan mereka (sebagaimana disinggung dalam Surat Al-Quraisy). Dengan demikian, perlindungan fisik Ka'bah langsung menghasilkan kesejahteraan ekonomi bagi kabilah Nabi Muhammad SAW.
Surat Al-Fil, oleh karena itu, adalah jembatan yang menghubungkan kehancuran tirani masa lalu dengan kemunculan kenabian masa depan. Ia merangkum keadilan, kekuasaan, dan kasih sayang Allah dalam lima ayat yang ringkas namun maha dahsyat. Memahami surat all fill dan artinya secara holistik adalah memahami fondasi bagi keamanan spiritual dan fisik yang menjadi prasyarat bagi munculnya Islam sebagai agama universal.
Penelusuran mendalam terhadap Surat Al-Fil mengungkapkan bahwa kekuatannya melampaui sekadar catatan sejarah yang menakjubkan. Ia adalah sebuah doktrin yang meyakinkan setiap hati yang beriman bahwa kebenaran akan selalu dilindungi, dan kezaliman, seberapa pun kuatnya, pasti akan dihancurkan dan direduksi menjadi 'daun-daun yang dimakan ulat' dalam catatan sejarah Ilahi.