Surat At-Tin: Keagungan Penciptaan Manusia dan Peringatan

Surat At-Tin, surat ke-95 dalam Al-Qur'an, merupakan salah satu permata dalam kitab suci umat Islam. Nama surat ini diambil dari kata "At-Tin" yang berarti "buah tin" yang disebutkan pada ayat pertamanya. Surat ini memiliki kedalaman makna yang luar biasa, berbicara tentang keagungan penciptaan manusia, sumpah Allah yang agung, serta peringatan akan hari perhitungan. Dengan hanya delapan ayat, At-Tin mampu menyampaikan pesan-pesan fundamental yang mengajak kita merenungi jati diri dan tujuan hidup.

Keindahan surat ini terletak pada cara Allah SWT memulai dengan sumpah, sebuah metode retorika yang biasanya digunakan untuk menekankan pentingnya sesuatu. Sumpah yang diucapkan bukanlah hal yang sembarangan, melainkan merujuk pada ciptaan-Nya yang agung dan penuh manfaat.

Teks Surat At-Tin Beserta Terjemahannya dalam Bahasa Indonesia

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ

Demi (buah) tin dan (buah) zaitun,

Ayat pertama ini langsung memperkenalkan dua buah yang sangat kaya manfaat dan telah dikenal sejak zaman kuno. Buah tin (ara) dan zaitun seringkali dikaitkan dengan kesuburan, kesehatan, dan keberkahan. Allah bersumpah dengan keduanya untuk menarik perhatian kita pada pentingnya mereka, dan mungkin juga sebagai simbol dari berbagai kebaikan dan nikmat yang diberikan Allah kepada manusia.

وَطُورِ سِينِينَ

dan demi Gunung Sinai,

Selanjutnya, Allah bersumpah dengan Gunung Sinai. Gunung ini adalah tempat di mana Nabi Musa AS menerima wahyu dari Allah. Sumpah ini mengisyaratkan pentingnya tempat-tempat yang memiliki nilai spiritual tinggi dan menjadi saksi bisu dialog ilahi serta penurunan syariat.

وَهَـٰذَا ٱلْبَلَدِ ٱلْأَمِينِ

dan demi negeri (Mekah) yang aman ini.

Ayat keempat menyebutkan tentang "negeri yang aman," yang umumnya diartikan sebagai kota Makkah Al-Mukarramah. Makkah adalah pusat keagamaan Islam, tempat Ka'bah berada, dan merupakan simbol kedamaian serta keamanan bagi umat Islam. Sumpah dengan Makkah menegaskan kemuliaan dan kesucian kota tersebut.

لَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَـٰنَ فِىٓ أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.

Setelah membangkitkan perhatian dengan sumpah-Nya, Allah kemudian mengungkapkan tujuan utama ayat-ayat sebelumnya: untuk menjelaskan kemuliaan penciptaan manusia. Kata "ahsani taqwim" (bentuk yang sebaik-baiknya) menyoroti kesempurnaan fisik, akal budi, dan potensi spiritual yang dianugerahkan kepada manusia. Manusia diciptakan dengan proporsi tubuh yang ideal, kemampuan berpikir, membedakan baik dan buruk, serta potensi untuk beribadah kepada Sang Pencipta.

ثُمَّ رَدَدْنَـٰهُ أَسْفَلَ سَـٰفِلِينَ

Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya,

Namun, kesempurnaan penciptaan ini tidak menjamin keselamatan mutlak. Ayat keenam memberikan peringatan penting. Jika manusia menggunakan potensi yang diberikan untuk berbuat keburukan, mengingkari nikmat Allah, dan berlaku sombong, maka ia akan dikembalikan ke "tempat yang serendah-rendahnya." Tafsir mengenai hal ini beragam; ada yang mengartikannya sebagai kembali ke kondisi paling hina di dunia akibat kekufuran dan maksiat, ada pula yang mengartikannya sebagai azab di neraka. Intinya adalah konsekuensi buruk dari penyalahgunaan anugerah.

إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ

kecuali orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan; maka mereka akan mendapatkan pahala yang tiada putus-putusnya.

Ayat ketujuh menjadi penyejuk dan harapan. Allah menegaskan bahwa ada pengecualian bagi mereka yang memilih jalan kebaikan. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, serta beramal saleh, niscaya akan mendapatkan balasan yang berharga. Kata "ajrun ghairu mamnun" (pahala yang tiada putus-putusnya) menggambarkan kenikmatan surga yang abadi, tanpa terputus, tanpa berkurang, dan tanpa dibatasi.

فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِٱلدِّينِ

Maka apakah yang membuatmu mendustakan (hari) pembalasan setelah (adanya bukti) ini?

Ayat terakhir menjadi pertanyaan retoris yang menusuk hati. Setelah Allah menjelaskan kesempurnaan penciptaan manusia, kemuliaan tempat-tempat suci, dan janji balasan yang berlipat ganda bagi orang beriman serta ancaman bagi pendosa, masih adakah alasan bagi manusia untuk mengingkari Hari Pembalasan (Hari Kiamat)? Surat At-Tin dengan bijak menutup dengan sebuah pertanyaan yang menuntut introspeksi diri mendalam.

Secara keseluruhan, Surat At-Tin mengajarkan kita untuk senantiasa bersyukur atas nikmat penciptaan, menyadari potensi besar yang ada dalam diri, namun juga waspada terhadap penyalahgunaan potensi tersebut. Dengan iman dan amal saleh, kita dapat meraih keselamatan dan pahala abadi yang dijanjikan Allah SWT. Surat ini adalah pengingat yang kuat untuk selalu berada di jalan yang diridai-Nya.

Artikel ini menyajikan terjemahan Surat At-Tin dalam Bahasa Indonesia berdasarkan tafsir umum.
🏠 Homepage