Dalam Al-Qur'an, setiap surah memiliki urutan dan latar belakang penurunannya yang unik. Memahami kapan sebuah surah diturunkan dapat memberikan wawasan mendalam tentang pesan yang terkandung di dalamnya dan konteks sejarah penyebarannya. Salah satu surah yang sering menjadi perhatian adalah Surat At-Tin. Pertanyaan yang kerap muncul adalah: Surat At-Tin diturunkan setelah surah apa?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu merujuk pada klasifikasi surah-surah Al-Qur'an berdasarkan periode penurunannya, yaitu Makkiyah (diturunkan sebelum hijrah ke Madinah) dan Madaniyah (diturunkan setelah hijrah ke Madinah). Para ulama tafsir dan ilmuwan Al-Qur'an secara umum sepakat bahwa Surat At-Tin adalah surah Makkiyah. Penentuan ini didasarkan pada gaya bahasa, tema-tema yang dibahas, dan indikasi-indikasi lainnya dari ayat-ayatnya.
Surah-surah Makkiyah seringkali menekankan pada aspek keimanan, keesaan Allah (tauhid), kebangkitan, dan pembalasan di akhirat. Surat At-Tin, dengan pembukaan ayatnya yang bersumpah demi buah tin dan zaitun, serta penyebutan tempat-tempat suci seperti Gunung Sinai dan negeri Makkah yang aman, sangat selaras dengan karakteristik umum surah Makkiyah. Ayat-ayat ini mengajak manusia untuk merenungkan penciptaan Allah, mengakui keagungan-Nya, dan memahami bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya, namun dapat terjerumus ke dalam kehinaan jika mengingkari nikmat-Nya.
Meskipun Surat At-Tin termasuk dalam kategori Makkiyah, menentukan secara pasti surah apa yang mendahuluinya bisa menjadi subjek diskusi di kalangan ulama, karena urutan mushaf terkadang tidak selalu mencerminkan urutan kronologis penurunan yang persis. Namun, berdasarkan berbagai riwayat dan analisis, Surat At-Tin termasuk dalam golongan surah-surah Makkiyah pertengahan atau akhir.
Secara umum, ketika berbicara tentang urutan penurunan, biasanya dirujuk pada nomor surah dalam mushaf Utsmani atau berdasarkan riwayat tentang kapan wahyu-wahyu tersebut diturunkan. Para peneliti tafsir seringkali mengacu pada urutan penurunan berdasarkan penomoran yang disusun oleh ulama seperti Imam As-Suyuthi. Berdasarkan urutan tersebut, Surat At-Tin adalah surah ke-95 dalam Al-Qur'an.
Untuk mengetahui surah apa yang diturunkan sebelum Surat At-Tin dalam urutan kronologis, kita dapat melihat daftar surah Makkiyah yang diturunkan sebelum surah ke-95. Beberapa surah Makkiyah yang lebih awal diturunkan di antaranya adalah Surah Al-'Alaq (surah pertama yang diturunkan), Surah Al-Qalam, Surah Al-Muzzammil, Surah Al-Mudathir, dan banyak lagi.
Penentuan surah yang tepat-tepat mendahului At-Tin dapat bervariasi tergantung pada metodologi penghitungan urutan kronologis yang digunakan oleh para ulama. Namun, yang terpenting adalah memahami pesan esensial dari Surat At-Tin itu sendiri. Surat ini mengingatkan kita akan potensi keagungan manusia yang diciptakan Allah dalam bentuk terbaik, namun juga ancaman kehinaan jika kita lalai bersyukur dan mengingkari nikmat-Nya.
Surat At-Tin mengajarkan bahwa Allah SWT telah menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk. Namun, kemuliaan ini bisa hilang jika manusia tidak mensyukuri nikmat yang diberikan dan justru kufur terhadap Tuhannya. Balasan bagi mereka yang mengingkari nikmat Allah adalah kehinaan dan kebinasaan, sementara bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh akan mendapatkan pahala yang tidak terputus.
Dengan memahami konteks penurunannya sebagai surah Makkiyah, kita dapat lebih menghargai penekanan pada aspek akidah dan keimanan dalam surah ini. Surat At-Tin menjadi pengingat penting bagi umat Islam untuk selalu menjaga keimanannya, mensyukuri segala karunia Allah, dan berjuang untuk menjadi hamba-Nya yang taat, agar senantiasa berada dalam naungan rahmat dan ridha-Nya.
Jadi, meskipun pertanyaan Surat At-Tin diturunkan setelah surah apa memiliki jawaban yang bergantung pada metodologi urutan kronologis, yang lebih esensial adalah meresapi makna dan ajaran yang terkandung di dalamnya. Surat At-Tin, dengan sumpah-sumpah alamnya, mengajak kita untuk merenungkan kebesaran Sang Pencipta dan betapa pentingnya menjaga fitrah manusia sebagai makhluk yang mulia.