Ilustrasi waktu Dzuhur, saat matahari berada di tengah langit.
Sholat Dzuhur merupakan sholat fardhu empat raka'at yang dilaksanakan ketika matahari mulai tergelincir dari puncaknya. Sebagai salah satu rukun Islam yang wajib, pelaksanaan sholat ini harus memenuhi syarat dan rukun yang telah ditetapkan, termasuk pembacaan surat atau ayat Al-Qur'an setelah Al-Fatihah.
Meskipun secara umum sholat Dzuhur dikenal sebagai sholat yang panjang dalam pembacaan surahnya dibandingkan Ashar atau Maghrib, dalam praktik keseharian, umat Muslim seringkali memilih surat-surat pendek karena pertimbangan efisiensi waktu, pekerjaan, dan juga konsistensi dalam menjaga kekhusyu'an. Pemahaman yang mendalam mengenai pilihan surat pendek untuk Dzuhur tidak hanya memudahkan ibadah, tetapi juga meningkatkan kualitas spiritual dari setiap raka'at yang dikerjakan.
Dalam Sholat Dzuhur, pembacaan surat atau ayat Al-Qur'an setelah Surah Al-Fatihah di dua raka'at pertama hukumnya adalah Sunnah Ab’adh (sunnah yang mendekati wajib, jika tertinggal dianjurkan sujud sahwi, meskipun beberapa mazhab fiqh menganggapnya sunnah hai'at). Sementara membaca Al-Fatihah sendiri adalah rukun sholat yang mutlak tidak boleh ditinggalkan.
Menurut riwayat hadits, Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam biasanya memanjangkan bacaan dalam Sholat Dzuhur. Aisyah Radhiyallahu 'anha meriwayatkan bahwa Nabi sering membaca surah yang seukuran dengan Alif Laam Mim Tanzil (As-Sajdah) atau yang panjangnya setara. Namun, ini adalah anjuran ideal atau praktik yang dilakukan Nabi secara umum, bukan kewajiban mutlak. Fleksibilitas diberikan dalam kondisi tertentu.
Para ulama menjelaskan bahwa dalam konteks kehidupan modern yang serba cepat, dan dengan pertimbangan kondisi makmum (jika sholat berjamaah), menggunakan surat-surat pendek diperbolehkan dan tidak mengurangi keabsahan sholat. Keutamaan utama terletak pada *tuma'ninah* (ketenangan) dan *khusyu'* (fokus), bukan semata-mata pada panjangnya bacaan.
Surat-surat pendek, terutama yang termasuk dalam kategori *al-Mufassal* (surat-surat terakhir dalam Al-Qur'an, dimulai dari Qaf atau Al-Hujurat hingga An-Nas), adalah pilihan yang paling populer dan dianjurkan untuk sholat harian, termasuk Dzuhur. Pemilihan ini didasarkan pada kemudahan menghafal, seringnya dibaca oleh Nabi di akhir hayatnya, dan kepadatan makna teologisnya.
Ketiga surat ini adalah pondasi perlindungan dan tauhid. Konsistensi membacanya dalam Dzuhur, meski singkat, adalah investasi spiritual yang sangat besar.
Surah ini sering disebut sepertiga Al-Qur'an karena kandungannya yang merupakan esensi dari ajaran Islam: Tauhidullah (keesaan Allah). Membacanya dalam sholat Dzuhur berfungsi sebagai pengingat akan tujuan utama ibadah di tengah kesibukan dunia.
Pembacaan:
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ Qul huwallahu ahad. Katakanlah (Muhammad), "Dialah Allah, Yang Maha Esa." اللَّهُ الصَّمَدُ Allahush-shamad. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ Lam yalid wa lam yūlad. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ Wa lam yakul lahu kufuwan ahad. Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia.Keutamaan Khusus dalam Dzuhur: Menguatkan niat bahwa sholat yang dilakukan di tengah hari, yang seringkali penuh dengan godaan duniawi, semata-mata hanya ditujukan kepada Tuhan Yang Esa.
Surah ini berfokus pada meminta perlindungan dari bahaya yang terlihat dan tidak terlihat di alam semesta, termasuk sihir, iri hati, dan kegelapan. Mengingat Dzuhur adalah waktu puncak aktivitas, perlindungan ini sangat relevan.
Surah terakhir ini secara spesifik meminta perlindungan dari godaan setan dan bisikan jahat (*waswas*) yang berasal dari kalangan jin maupun manusia. Ini penting untuk menjaga hati tetap fokus setelah sholat dan kembali ke pekerjaan dengan hati yang bersih.
Variasi dalam pembacaan surah adalah sunnah yang ditekankan untuk menghindari kebosanan dan untuk menghidupkan lebih banyak ayat Al-Qur'an dalam ibadah kita. Untuk Dzuhur, surat-surat berikut sangat cocok karena memiliki panjang yang moderat.
Surah terpendek dalam Al-Qur'an, yang sarat makna tentang karunia Allah (telaga Al-Kautsar) dan perintah untuk sholat dan berkurban. Ideal untuk raka'at yang ingin diselesaikan dengan cepat namun penuh makna.
Surah yang menekankan pentingnya waktu. Mengingat sholat Dzuhur membatasi waktu istirahat siang, Surah Al-Ashr memberikan pengingat tajam bahwa semua manusia berada dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman, beramal saleh, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam kesabaran. Sangat relevan untuk pekerja.
Pengingat keras tentang bahaya kecintaan berlebihan pada harta dan persaingan duniawi (*takatsur*) hingga melalaikan kematian. Sangat cocok dibaca di tengah hari kerja.
Al-Qur'an sebagai sumber utama pilihan surah dalam sholat.
Sholat Dzuhur dan Ashar adalah unik karena pembacaan surahnya dilakukan secara *sirr* (pelan) oleh imam maupun individu. Ini menimbulkan beberapa pertanyaan fiqh terkait bagaimana surah tersebut harus dibaca dan adab membacanya.
Ketika membaca *sirr*, wajib bagi orang yang sholat untuk menggerakkan lidah dan bibirnya, sehingga ia dapat mendengar bacaannya sendiri (meskipun hanya sedikit, asalkan tidak mengganggu orang di sebelahnya). Membaca hanya di dalam hati tanpa menggerakkan anggota bicara tidak sah, karena bacaan (qira'ah) secara bahasa membutuhkan pengucapan.
Batas minimum yang disepakati oleh ulama adalah membaca Surah Al-Fatihah. Namun, untuk meraih kesempurnaan sunnah dalam dua raka'at pertama, membaca surah pendek adalah sangat dianjurkan. Bahkan jika seseorang hanya membaca satu ayat pendek seperti, ثُمَّ نَظَرَ (tsumma nadzara - Kemudian dia memikirkan) dari Surah Al-Muddassir, itu sudah memenuhi batas minimum sunnah membaca surah tambahan.
Apakah wajib membaca surah secara berurutan dalam sholat? Mayoritas ulama berpendapat bahwa disunnahkan membaca surah sesuai urutan Mushaf (dari atas ke bawah, misalnya: raka'at pertama Al-Kautsar, raka'at kedua Al-Ashr). Namun, membalik urutan (misalnya raka'at pertama An-Nas, raka'at kedua Al-Falaq) tidak membatalkan sholat, hanya saja makruh hukumnya jika dilakukan dengan sengaja dan berkelanjutan.
Pengecualian: Jika seseorang sholat sendiri atau dalam kondisi belajar, membalik urutan karena ingin mengulang atau menguatkan hafalan tertentu, maka kemakruhannya berkurang.
Terkadang, karena terburu-buru, seseorang mungkin hanya membaca Al-Fatihah dan langsung rukuk. Jika ini terjadi, sholatnya tetap sah, tetapi ia telah kehilangan pahala sunnah yang besar. Lebih baik memilih surah pendek yang bisa dibaca dengan *tuma'ninah* daripada mencoba memaksakan surah panjang yang membuat bacaan kacau atau terlalu cepat.
Inilah yang menjadi alasan utama mengapa pilihan surat pendek seperti Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas sangat relevan untuk Dzuhur: mereka memungkinkan seorang Muslim untuk mencapai kesempurnaan sunnah (membaca surah tambahan) sekaligus menjamin *tuma'ninah* dan *khusyu'* karena hafalannya sudah kuat dan maknanya mendalam.
Meningkatkan kualitas sholat Dzuhur tidak hanya bergantung pada pengucapan yang benar, tetapi juga pada pemahaman (*tadabbur*) terhadap makna ayat yang dibaca. Ketika kita memahami apa yang diucapkan, *khusyu'* akan lebih mudah dicapai, bahkan ketika kita hanya membaca satu atau dua surat pendek.
Surah ini hanyalah tiga ayat, tetapi Imam Syafi'i rahimahullah pernah berkata, jika manusia merenungkan surah ini saja, niscaya cukuplah surah ini bagi mereka sebagai pedoman hidup. Dzuhur adalah waktu refleksi tentang penggunaan waktu.
Ketika membaca Al-Ashr di raka'at pertama Dzuhur, seseorang diingatkan bahwa waktu istirahat siangnya (Dzuhur) adalah jeda krusial, bukan hanya untuk makan, tetapi untuk mengisi kembali energi spiritual agar sisa hari tidak terbuang sia-sia.
Surah ini, meskipun sangat pendek, memberikan jaminan dan penghiburan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika beliau sedang mengalami tekanan hebat. Bagi seorang Muslim yang sedang menghadapi tantangan di pekerjaan atau kehidupan sehari-hari, membaca Al-Kautsar saat Dzuhur memberikan ketenangan batin.
Bagaimana mengaplikasikan pilihan surat pendek ini secara sistematis dalam empat raka'at Dzuhur?
Raka'at pertama seringkali menjadi yang terpenting untuk menetapkan *khusyu'*. Setelah niat dan takbiratul ihram, dan setelah membaca Al-Fatihah, dianjurkan memilih surah yang memberikan landasan teologis kuat.
Setelah tasyahud awal, raka'at kedua menjadi penutup bagian utama sholat. Surah yang dibaca sebaiknya lebih pendek atau setara dengan raka'at pertama, dan seringkali bersifat perlindungan atau penetapan Tauhid.
Pada raka'at ketiga dan keempat, secara sepakat ulama menyatakan bahwa disunnahkan hanya membaca Surah Al-Fatihah. Tidak dianjurkan menambah surah pendek kecuali jika ada alasan tertentu (misalnya, jika seseorang lupa membaca surah tambahan di raka'at pertama atau kedua dan ingin menggantinya, meskipun ini bukan praktik yang umum). Praktik terbaik adalah hanya membaca Al-Fatihah dengan tenang.
Ada anggapan bahwa membaca surat pendek yang sama (misalnya selalu Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas) dalam setiap sholat akan mengurangi pahala atau dianggap kurang variatif. Pandangan ini perlu diluruskan.
Bagi Muslim yang memilih surat pendek karena keterbatasan hafalan, konsistensi membacanya adalah pintu menuju *tadabbur* (perenungan). Ketika lisan secara otomatis melafalkan ayat tanpa perlu berpikir keras tentang hafalan, fokus spiritual dapat diarahkan sepenuhnya pada makna ayat tersebut.
Contohnya, jika seseorang membaca Al-Ikhlas ribuan kali dalam hidupnya di setiap Dzuhur, setiap kali ia membaca, ia akan merenungkan ulang konsep Keesaan Allah (Tauhid) yang tak terbandingkan. Ini jauh lebih bermanfaat daripada membaca surah panjang yang baru dihafal, tetapi pikirannya terpecah antara menghafal dan memahami.
Terdapat kisah seorang sahabat yang diangkat menjadi pemimpin suatu pasukan. Ketika mengimami sholat, ia selalu menutup bacaan surah apa pun dengan Surah Al-Ikhlas. Ketika ditanya alasannya, ia menjawab bahwa ia sangat mencintai surah itu karena ia murni menjelaskan sifat Ar-Rahman (Allah).
Ketika hal ini disampaikan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Cintamu kepada surah itu memasukkanmu ke dalam surga." Kisah ini menunjukkan bahwa kecintaan dan konsistensi terhadap surah tertentu, terutama yang mengandung prinsip tauhid, lebih diutamakan daripada variasi semata.
Waktu Dzuhur menandai pertengahan hari, titik puncak aktivitas duniawi. Pembacaan Al-Qur'an pada saat ini memiliki peran penting sebagai penetralisir dan penguat iman.
Ayat-ayat Al-Qur'an berfungsi sebagai "rehat spiritual". Saat kita berdiri dalam sholat Dzuhur, kita melepaskan sejenak beban pekerjaan, tuntutan, atau kekhawatiran. Surah pendek yang mengingatkan pada kekuasaan Allah (seperti Al-Ikhlas) atau perlindungan-Nya (Mu'awwidzatain) membantu memutus rantai kepenatan duniawi dan mengembalikan energi spiritual.
Bayangkan seseorang yang membaca Surah Al-Kafirun (QS. 109) di raka'at pertama dan Al-Ikhlas di raka'at kedua. Ini adalah penetapan tegas bahwa ibadah yang dilakukan (Dzuhur) berbeda total dari segala hiruk pikuk di luar sholat, dan tidak ada kompromi antara ibadah dan urusan yang melalaikan.
Surat-surat pendek seringkali memiliki kandungan yang sangat fokus pada Hari Akhir dan pertanggungjawaban. Surah At-Takatsur, Al-Humazah (QS. 104), dan Al-Qariah (QS. 101) adalah contoh-contoh yang keras dan ringkas. Membaca surah-surah ini saat Dzuhur berfungsi sebagai alarm, mengingatkan bahwa meskipun kita sedang sibuk mengumpulkan bekal dunia, bekal akhirat harus diprioritaskan.
Surah Al-Humazah, misalnya, berbicara tentang celaan bagi orang yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, dan ia menyangka hartanya itu dapat mengekalkannya. Ketika ayat ini dibaca di tengah kesibukan kantor atau perdagangan, maknanya menjadi sangat nyata dan langsung menyentuh hati, yang merupakan puncak dari *khusyu'*.
Meskipun kita fokus pada surat pendek, penting untuk memahami batasan yang diberikan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terkait panjang surah dalam sholat fardhu.
Para ulama hadits mengklasifikasikan surah-surah yang dibaca Nabi dalam sholat fardhu menjadi empat kategori panjang:
Walaupun Dzuhur dikategorikan sebagai sholat *Awsath* (sedang), Nabi memberikan kelonggaran. Pada riwayat lain, dilaporkan bahwa Nabi terkadang meringankan sholatnya, terutama jika mendengar tangisan bayi atau memiliki kebutuhan lain. Ini menunjukkan bahwa pilihan untuk menggunakan surat pendek dari kategori *Qishar* dalam Dzuhur sangat dibolehkan, terutama bagi mereka yang memiliki keterbatasan waktu, mengimami makmum yang lemah, atau bagi mereka yang memilih konsistensi *tadabbur* daripada panjang bacaan.
Dalam konteks modern, rata-rata surat pendek yang digunakan untuk sholat Dzuhur di kantor atau di perjalanan adalah sekitar 3-7 ayat (misalnya Al-Kautsar, Al-Ashr, Al-Ikhlas). Ini berada dalam kategori *Al-Qishar al-Mufassal*. Jika seorang Muslim ingin mendekati sunnah *Al-Awsath* namun tetap cepat, ia bisa memilih Surah Al-Lail (QS. 92) atau Asy-Syams (QS. 91), yang relatif lebih panjang namun masih sangat mudah dihafal.
Penting untuk menggarisbawahi: Meringankan sholat tidak berarti mengurangi rukunnya. Meringankan berarti memilih surat yang lebih pendek, tetapi tetap menjaga *tuma'ninah* dan *khusyu'*. Surat-surat pendek adalah alat yang sempurna untuk mencapai keseimbangan ini.
*Tuma'ninah* adalah pilar sholat. Ia didefinisikan sebagai diam sebentar setelah gerakan rukun, sekadar waktu yang cukup untuk mengucapkan tasbih satu kali. Ketika surat yang dibaca pendek, risiko terburu-buru untuk rukuk menjadi lebih tinggi. Berikut adalah tips menjaga *tuma'ninah* khususnya pada fase berdiri (*qiyam*) saat membaca surat pendek di Dzuhur:
Setiap kali selesai membaca satu surah pendek (misalnya Al-Ikhlas), ambil jeda sejenak (minimal waktu satu napas penuh) sebelum melafalkan takbir untuk rukuk. Jeda ini memastikan bahwa fase *qiyam* yang diisi dengan bacaan Al-Qur'an telah diselesaikan dengan sempurna, dan tidak langsung disambungkan ke rukun berikutnya.
Jika seseorang membaca Al-Kautsar: "Innaa a'thainaakal Kautsar." Berhenti sejenak. Renungkan karunia tersebut. "Fasalli lirabbika wanhar." Berhenti sejenak. Pikirkan perintah sholat. Tedabbur kecil per ayat ini mengubah pembacaan cepat (karena suratnya pendek) menjadi momen perenungan mendalam, secara otomatis memperpanjang fase berdiri tanpa melanggar sunnah meringankan.
Di raka'at pertama, setelah Al-Fatihah, kita membaca *A'udzu billahi minasy-syaithoonir-rajiim* dan *Bismillahir-rahmanir-rahiim* sebelum memulai surah (hukumnya sunnah). Pengucapan ini, meskipun pelan (*sirr*), menambah durasi sholat dan memberikan persiapan spiritual yang lebih baik sebelum masuk ke inti surah pendek yang dipilih.
Dalam sholat Dzuhur, yang sering dilakukan di tengah hari penuh godaan, melafalkan *A'udzu* secara sadar sebelum membaca surah pendek pelindung (seperti Mu'awwidzatain) sangat efektif untuk mengusir *waswas* yang mungkin timbul selama sholat.
Meskipun Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas adalah andalan, memiliki variasi hafalan adalah investasi spiritual yang berkelanjutan. Variasi dapat meningkatkan kualitas Dzuhur agar tidak terasa monoton.
Kelompokkan hafalan surat pendek berdasarkan tema untuk memudahkan pemilihan saat Dzuhur:
Contoh: Jika Anda ingin sholat Dzuhur hari ini fokus pada keagungan Allah, gunakan Al-A'la di Raka'at 1 dan Al-Ikhlas di Raka'at 2. Ini memberikan kedalaman makna yang berbeda setiap hari.
Untuk melengkapi koleksi surat pendek untuk Dzuhur, seseorang dapat mengalokasikan satu surat baru setiap bulan. Caranya:
Dengan cara ini, dalam setahun, seorang Muslim dapat menguasai belasan surat pendek baru, yang akan sangat memperkaya ibadah fardhu Dzuhurnya.
Fokus utama dalam sholat Dzuhur adalah ketenangan dan pemahaman (khusyu').
Penggunaan surat-surat pendek dalam Sholat Dzuhur adalah solusi yang bijaksana, praktis, dan sesuai dengan ruh syariat yang menekankan kemudahan dan penghilangan kesulitan (*taysir*). Sholat Dzuhur, yang berada di tengah kesibukan harian, membutuhkan cara untuk memastikan bahwa ibadah tersebut tidak terlewatkan atau dikerjakan dalam keadaan terburu-buru.
Surat-surat seperti Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas, Al-Ashr, dan Al-Kautsar adalah harta karun ringkas. Mereka menyediakan kandungan Tauhid, perlindungan, dan peringatan akan waktu, yang semuanya sangat dibutuhkan oleh seorang Muslim yang menjalani rutinitas duniawi.
Dengan memilih surat pendek, seorang Muslim mampu:
Oleh karena itu, optimalkan Sholat Dzuhur Anda dengan konsistensi membaca surat-surat pendek pilihan ini, sambil senantiasa berusaha untuk memahami dan menghayati setiap lafadz yang diucapkan, karena kualitas sholat bukan diukur dari panjangnya bacaan, melainkan dari kedalaman hubungan hamba dengan Rabb-nya.
Mari jadikan waktu Dzuhur bukan sekadar kewajiban yang ditunaikan, tetapi sebagai momen pengisian ulang energi spiritual yang menentukan kualitas sisa hari kita.