Basmalah: Titik Awal Setiap Kebajikan
Mukadimah: Gerbang Pembuka Al-Qur'an
Surah Al-Fatihah, yang secara harfiah berarti "Pembukaan" atau "Gerbang", adalah inti dari Kitab Suci Al-Qur'an. Ayat pertamanya, yang dikenal sebagai Basmalah, yaitu بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (*Bismillahir Rahmanir Rahim*), bukan sekadar kalimat pembuka, melainkan sebuah deklarasi teologis, filosofis, dan spiritual yang merangkum keseluruhan tujuan keberadaan manusia dan interaksinya dengan alam semesta. Kekuatan ayat ini terletak pada kandungan maknanya yang padat, yang meliputi tauhid, pengakuan terhadap kekuasaan mutlak, dan penetapan sifat kasih sayang Ilahi sebagai dasar segala tindakan.
Dalam tradisi keilmuan Islam, Basmalah telah menjadi fokus studi yang tak pernah kering. Ulama tafsir menghabiskan ribuan halaman untuk mengurai setiap huruf, kata, dan hubungan antar katanya. Kalimat ini adalah fondasi etika Muslim, yang mengajarkan bahwa setiap permulaan haruslah didasari oleh kesadaran akan kehadiran dan bantuan Allah Yang Maha Agung. Kepatutan teologisnya memastikan bahwa tidak ada perbuatan, baik duniawi maupun ukhrawi, yang luput dari payung izin dan berkah-Nya.
Kajian mendalam terhadap Basmalah bukan hanya mengukuhkan pemahaman gramatikal, tetapi juga membuka cakrawala spiritual mengenai hakikat nama-nama Allah dan implikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Ia adalah sumpah setia seorang hamba kepada Rabb-nya sebelum melangkah, sekaligus sebuah permohonan universal yang mencakup segala bentuk kebaikan di dunia dan keselamatan di akhirat.
Analisis Linguistik dan Sintaksis Basmalah
Untuk mencapai pemahaman yang komprehensif, kita wajib membedah Basmalah menjadi empat komponen utama: huruf *Ba* (ب), kata *Ism* (اِسْم), kata *Allah* (اللَّه), dan dua sifat-Nya, *Ar-Rahman* (الرَّحْمَن) dan *Ar-Rahim* (الرَّحِيم).
1. Huruf 'Ba' (ب): Makna Ketergantungan dan Pertolongan
Huruf *Ba* pada kata بِسْمِ (*Bismi*) adalah kunci awal. Secara gramatikal (Nahwu), huruf ini adalah huruf *Jar* (penghubung) yang mewajibkan adanya kata kerja atau kata sifat yang dilesapkan (muqaddar). Para mufasir bersepakat bahwa kata kerja yang dilesapkan ini merujuk pada tindakan yang sedang atau akan dilakukan oleh pembaca Basmalah itu sendiri.
- Makna *Istianah* (Memohon Pertolongan): Tafsir yang paling masyhur menyatakan bahwa Basmalah bermakna "Saya memulai (membaca/melakukan) dengan pertolongan Allah." Ini adalah pengakuan mutlak bahwa manusia tidak memiliki daya dan kekuatan kecuali dengan sokongan Ilahi. Setiap langkah yang diambil diiringi oleh kesadaran akan kelemahan diri dan keperkasaan Tuhan.
- Makna *Musahabah* (Penyertaan/Pengiringan): Pandangan lain menafsirkan *Ba* sebagai 'dengan ditemani' atau 'dengan menyertai'. Artinya, segala perbuatan dilakukan dalam keadaan menyertai atau mengingat nama Allah. Ini menuntut kekhusyukan dan kehadiran hati, menjadikan tindakan duniawi sebagai ibadah.
- Kata Kerja yang Dilesapkan: Perdebatan terjadi apakah kata kerja yang dilesapkan itu diletakkan di awal (misalnya: *Abda’u Bismillah* - Saya memulai dengan Nama Allah) atau di akhir (misalnya: *Bismillahi Abda’u* - Dengan Nama Allah, saya memulai). Mayoritas ulama memilih meletakkannya di awal. Peletakan kata kerja di awal memperkuat makna bahwa niat adalah yang utama.
2. Kata 'Ism' (اِسْم): Hakikat Nama
Kata اِسْمِ (*Ism*) berarti 'nama'. Para ahli bahasa (Lughah) berbeda pendapat mengenai asal katanya, namun tafsir yang dominan adalah bahwa ia berasal dari kata *sumuw* (ketinggian) atau *simah* (tanda/ciri). Ini berarti nama Allah adalah sesuatu yang tinggi dan merupakan penanda eksistensi-Nya.
- Perbedaan antara *Ism* dan *Musamma*: Apakah nama (Ism) itu sama dengan yang dinamai (Musamma)? Ini adalah isu teologis yang penting. Kelompok teolog Mu'tazilah cenderung memisahkan secara ketat, sementara Ahlus Sunnah wal Jama'ah berpendapat bahwa nama-nama Allah adalah sifat-sifat-Nya dan bukan sekadar tanda tanpa substansi. Ketika kita menyebut "Allah," kita merujuk langsung kepada Zat yang memiliki kesempurnaan tersebut. Basmalah menekankan pentingnya nama, karena melalui nama, kita mengenal dan berinteraksi dengan Zat tersebut.
- Penghilangan Alif: Dalam kaidah penulisan Al-Qur’an, alif pada *Ism* seringkali ditiadakan ketika disambung dengan *Ba* (dari *Bismillah*), sebuah kekhususan yang menunjukkan frekuensi dan kekhususan penggunaan kalimat ini dalam permulaan.
3. Kata 'Allah' (اللَّه): Nama Zat Yang Maha Esa
Kata اللَّه (*Allah*) adalah nama zat yang paling agung (*Ismul A'zham*), nama yang tidak dapat disandingkan atau digunakan untuk selain-Nya. Ini adalah nama yang mencakup semua Nama dan Sifat-Nya yang sempurna (Asmaul Husna).
- Etimologi: Mayoritas ulama berpendapat bahwa kata *Allah* berasal dari kata *Ilah* (Tuhan/sembahan), yang didahului oleh alif lam ta'rif (kata sandang definitif), menjadikannya Al-Ilah, yang kemudian diringkas menjadi Allah. Maknanya adalah Zat yang wajib disembah dan yang menjadi tujuan cinta, takut, dan harap makhluk.
- Pusat Tauhid: Penggunaan nama *Allah* di awal menegaskan tauhid (keesaan). Setiap perbuatan yang dimulai dengan *Allah* harus suci dari syirik (penyekutuan), diarahkan hanya kepada Zat yang memiliki otoritas penuh atas alam semesta. Ini adalah komitmen spiritual.
- Implikasi Teologis: Dalam Basmalah, penggunaan *Allah* menunjukkan bahwa pertolongan dan sandaran yang dicari bersifat fundamental dan mutlak, bukan hanya dari sekadar nama, tetapi dari Zat Yang Maha Sempurna dan Maha Pencipta.
4. Asmaul Husna: Ar-Rahman dan Ar-Rahim
Setelah menyebut Nama Zat (Allah), ayat ini diikuti oleh dua nama sifat yang memiliki akar kata yang sama, yaitu *Rahmah* (kasih sayang): الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (*Ar-Rahmanir Rahim*).
A. Ar-Rahman (Maha Pengasih)
Kata *Ar-Rahman* (Maha Pengasih) memiliki wazan (pola) *Fa'lan*, yang dalam bahasa Arab menunjukkan intensitas dan keluasan yang melimpah ruah, hampir mustahil untuk dipenuhi. Tafsir dominan yang dianut para ulama, termasuk Ibnu Abbas dan Ar-Razi, adalah:
- Makna Umum dan Universal: *Ar-Rahman* merujuk pada kasih sayang Allah yang bersifat umum dan menyeluruh, mencakup seluruh makhluk di alam semesta, baik Muslim maupun kafir, yang taat maupun yang durhaka. Kasih sayang ini terwujud dalam pemberian rezeki, kesehatan, udara, air, dan nikmat hidup lainnya di dunia ini.
- Spesifik untuk Dunia: *Ar-Rahman* sering kali dikaitkan dengan karunia di dunia (*rahmah ad-dunya*). Sifat ini begitu eksklusif bagi Allah sehingga jarang digunakan untuk merujuk pada manusia atau makhluk lain. Ia adalah nama yang memiliki konotasi keagungan dan kekuasaan absolut.
B. Ar-Rahim (Maha Penyayang)
Kata *Ar-Rahim* (Maha Penyayang) memiliki wazan *Fa'il*, yang menunjukkan sifat yang menetap dan berkelanjutan, seringkali berfokus pada hasil atau efek dari perbuatan.
- Makna Khusus dan Spesifik: *Ar-Rahim* merujuk pada kasih sayang Allah yang bersifat spesifik, hanya ditujukan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Kasih sayang ini terwujud dalam bentuk petunjuk (hidayah), ampunan dosa, dan terutama, ganjaran abadi di akhirat (*rahmah al-akhirah*).
- Sinergi Keduanya: Penggabungan *Ar-Rahman* dan *Ar-Rahim* dalam satu ayat memberikan makna sempurna: Allah adalah Zat yang melimpahkan rahmat secara universal di dunia (Ar-Rahman), dan yang akan menyempurnakan serta mengkhususkan rahmat-Nya bagi orang beriman di akhirat (Ar-Rahim). Ini memberikan harapan dan sekaligus motivasi bagi hamba untuk berbuat baik.
Kedudukan Fiqih Basmalah dalam Shalat dan Al-Qur'an
Salah satu perdebatan paling signifikan mengenai Basmalah adalah kedudukannya sebagai bagian dari Surah Al-Fatihah. Perbedaan pendapat ini memengaruhi cara Basmalah dibaca dalam shalat.
1. Apakah Basmalah adalah Ayat Pertama Al-Fatihah?
Terdapat empat mazhab utama dalam fiqih (hukum Islam) yang memiliki pandangan berbeda mengenai status Basmalah:
A. Mazhab Syafi'i (dan sebagian Hanbali)
Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa Basmalah adalah ayat pertama dari Surah Al-Fatihah, dan juga merupakan ayat dari setiap surah lainnya (kecuali Surah At-Taubah). Oleh karena itu, bagi pengikut mazhab ini, Basmalah wajib dibaca dengan keras (jahr) dalam shalat yang jahr, sebagai bagian integral dari Al-Fatihah yang harus dibaca.
B. Mazhab Maliki
Mazhab Maliki berpendapat bahwa Basmalah bukanlah bagian dari Al-Fatihah, dan bukan pula bagian dari surah-surah lain. Oleh karena itu, mereka memakruhkan membacanya secara keras dalam shalat fardhu. Basmalah hanya dianggap sebagai pemisah atau berkah (tabarruk) antar surah.
C. Mazhab Hanafi
Mazhab Hanafi berpendapat Basmalah adalah sebuah ayat dari Al-Qur'an yang diturunkan untuk memisahkan antar surah, tetapi bukan merupakan ayat dari Al-Fatihah itu sendiri. Mereka menganjurkan membacanya secara pelan (sirr) sebelum Al-Fatihah dalam shalat, bukan sebagai bagian dari surah tersebut.
D. Mazhab Hanbali
Mazhab Hanbali menempatkan Basmalah sebagai ayat yang berdiri sendiri yang disyariatkan untuk dibaca di awal setiap surah (kecuali At-Taubah), namun bukan ayat dari Al-Fatihah. Mereka cenderung membaca Basmalah secara sirr (pelan) dalam shalat.
2. Implikasi Hukum
Meskipun terdapat perbedaan pandangan mengenai statusnya sebagai ayat, semua mazhab sepakat akan keutamaan dan kesunnahan memulai setiap tindakan penting dengan Basmalah. Perbedaan hanya terjadi dalam konteks ritual spesifik seperti shalat, menunjukkan bahwa kalimat ini memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam tradisi Islam, melampaui batas-batas perbedaan furu' (cabang) fiqih.
Tafsir Maqasidi: Tujuan dan Makna Esensial Basmalah
Tafsir maqasidi (berorientasi tujuan) menelaah mengapa Allah memerintahkan hamba-Nya untuk memulai dengan nama-Nya, dan apa manfaat terbesar yang didapat dari praktik ini.
1. Internalisasi Ubudiyah (Perbudakan)
Ketika seseorang mengucapkan بِسْمِ اللَّهِ, ia secara implisit menyatakan dirinya sebagai hamba yang terikat dan tunduk kepada Allah. Ini adalah pengakuan bahwa dirinya tidak memiliki kemandirian hakiki. Semua kekuatan yang ia gunakan, mulai dari kemampuan fisik hingga kecerdasan, adalah pinjaman dari Allah. Basmalah berfungsi sebagai pengingat konstan bahwa tujuan hidup adalah ibadah (*ubudiyah*).
2. Pemurnian Niat (Ikhlas)
Mengucapkan Basmalah sebelum berbuat membersihkan niat dari kepentingan duniawi yang rendah. Tindakan yang dimulai dengan Nama Allah bertujuan mencari keridaan-Nya. Ini mengangkat perbuatan sehari-hari—seperti makan, bekerja, atau tidur—dari sekadar kebiasaan menjadi ibadah yang bernilai pahala.
Ikhlas yang dicapai melalui Basmalah memiliki dimensi psikologis. Ia menenangkan hati dari kegelisahan karena hasil, karena yang penting adalah permulaan yang benar (dengan Nama Allah), bukan semata-mata keberhasilan yang diukur manusia.
3. Mencari Berkah (Tabarruk) dan Perlindungan
Penggunaan nama Allah adalah sumber berkah. Berkah (*barakah*) adalah bertambahnya kebaikan dan manfaat, meskipun jumlahnya sedikit. Dengan Basmalah, tindakan kecil pun dapat menghasilkan dampak yang besar dan berkelanjutan.
Basmalah juga merupakan benteng spiritual. Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa menyebut nama Allah akan menjauhkan setan dari partisipasi dalam tindakan manusia. Ketika seorang Muslim makan atau masuk rumah tanpa menyebut Basmalah, setan ikut serta, sehingga keberkahan tindakan tersebut berkurang atau hilang sama sekali.
4. Pengajaran Etika (Adab)
Basmalah mengajarkan adab yang tinggi dalam berinteraksi dengan dunia. Seorang Muslim tidak boleh memulai suatu tindakan yang jelas-jelas bertentangan dengan syariat dengan menyebut nama Allah (misalnya, berbuat zalim atau maksiat). Oleh karena itu, Basmalah berfungsi sebagai filter etis yang memaksa hamba untuk mengevaluasi apakah tindakannya pantas disandarkan kepada Nama Allah yang Maha Suci.
Tafsir Ruhani dan Isyari: Dimensi Esoterik Basmalah
Selain makna lahiriah (zhahir) dan hukum (fiqh), Basmalah juga mengandung kedalaman spiritual (isyari) yang menjadi fokus utama kajian para sufi dan ahli hakikat.
1. Misteri Huruf Ba (ب)
Beberapa tokoh sufi menafsirkan *Ba* pada Basmalah sebagai simbol titik awal eksistensi. Dikatakan bahwa segala rahasia Al-Qur'an terkandung dalam Al-Fatihah, dan segala rahasia Al-Fatihah terkandung dalam Basmalah, dan segala rahasia Basmalah terkandung dalam huruf *Ba*. Huruf *Ba* dengan titik di bawahnya melambangkan titik awal penciptaan, yang dari sana segala sesuatu terwujud.
Titik ini (*nuqthah*) sering diinterpretasikan sebagai representasi dari Zat Ilahi yang tunggal dan tidak terbagi, sementara dunia adalah wujud perluasan dari titik tersebut. Oleh karena itu, permulaan dengan *Ba* adalah pengembalian segala permulaan kepada sumbernya, yaitu Allah.
2. Basmalah sebagai Kunci Pemahaman (Miftah Al-Ma'rifah)
Bagi kaum arifin (orang yang mengenal Allah), Basmalah adalah kunci untuk memasuki ruang pengetahuan sejati (*ma'rifah*). Ketika seseorang mengucapkan Basmalah dengan kehadiran hati yang total, ia tidak hanya menyebut nama, tetapi ia seolah-olah mengenakan sifat-sifat Allah (Kasih Sayang dan Pengampunan) dalam tindakannya.
Jika segala sesuatu dimulai dengan kesadaran akan *Ar-Rahman* dan *Ar-Rahim*, maka tindakan yang dilakukan akan mencerminkan kelembutan, keadilan, dan kasih sayang, bukan keegoisan atau kekerasan. Ini adalah transformasi spiritual dari hamba menjadi cermin sifat Ilahi di bumi.
3. Hirarki Cinta dan Kasih Sayang
Urutan kata *Allah, Ar-Rahman, Ar-Rahim* memiliki makna spiritual mendalam. Urutan ini mengajarkan hirarki spiritual:
- Allah: Menggambarkan Zat yang harus dicintai dan disembah karena keesaan dan kekuasaan-Nya yang mutlak. Ini adalah cinta yang didasari ketundukan total.
- Ar-Rahman: Menggambarkan Allah sebagai sumber karunia dan pemberian yang bersifat murni tanpa syarat (kasih yang melimpah). Ini memicu rasa syukur yang mendalam.
- Ar-Rahim: Menggambarkan Allah sebagai Pengasih yang menjamin hasil (pahala dan ampunan). Ini memicu harapan (*raja’*) dan motivasi untuk terus beribadah.
Sehingga, Basmalah mengajarkan bahwa pendekatan kepada Tuhan harus melalui pintu kasih sayang-Nya yang melimpah (Rahman) dan harapan akan kasih sayang-Nya yang berkelanjutan (Rahim), setelah mengakui keagungan Zat-Nya (Allah).
Kontemplasi Mendalam Mengenai Allah, Ar-Rahman, dan Ar-Rahim
Basmalah adalah miniatur Asmaul Husna. Para ulama tafsir mendalami mengapa hanya tiga nama ini yang dipilih untuk membuka Al-Qur'an.
1. Keagungan Nama Allah dan Eksklusivitasnya
Nama *Allah* adalah nama diri (proper name) yang mencakup seluruh keindahan dan kesempurnaan. Ia berfungsi sebagai payung bagi 99 Nama lainnya. Ketika seseorang menyebut "Allah," ia telah merujuk kepada Pencipta, Pemberi Rezeki, Pengampun, Yang Maha Mengetahui, dan sebagainya. Nama ini mengajarkan bahwa meskipun ada ribuan sifat, Zat-Nya adalah Tunggal.
Jika Basmalah hanya menggunakan *Bismillahi*, itu akan menyampaikan makna keagungan dan kekuasaan, namun mungkin menimbulkan rasa takut yang berlebihan. Oleh karena itu, nama ini segera diimbangi oleh dua sifat kasih sayang, menunjukkan bahwa meskipun Ia adalah Zat Yang Maha Kuasa, kekuasaan-Nya diikat oleh rahmat.
2. Perbedaan Kualitas Rahmat (Rahman vs. Rahim)
Perbedaan antara *Ar-Rahman* dan *Ar-Rahim* adalah topik yang sangat luas dalam studi teologi. Sebagian ulama berpendapat bahwa keduanya adalah sinonim yang diletakkan berdampingan untuk penekanan (*tawkid*). Namun, pandangan yang lebih kuat, sebagaimana dipegang oleh Imam Al-Qurtubi dan Al-Baghawi, adalah bahwa maknanya berbeda dan saling melengkapi:
- Waktu dan Tempat: *Rahman* (universal) mencakup waktu dan tempat secara keseluruhan (dunia dan akhirat), sementara *Rahim* (spesifik) lebih terfokus pada hasil abadi di akhirat, atau manifestasi kasih sayang yang diterima oleh individu yang beriman dalam bentuk ampunan dan hidayah.
- Intensitas: *Rahman* merujuk pada intensitas sifat kasih sayang itu sendiri yang tidak terhingga, sedangkan *Rahim* merujuk pada manifestasi atau penerimaan kasih sayang tersebut oleh makhluk.
Imam Al-Razi menjelaskan bahwa *Ar-Rahman* mencakup semua nikmat yang berhubungan dengan permulaan eksistensi (penciptaan, bekal hidup), sedangkan *Ar-Rahim* mencakup semua nikmat yang berhubungan dengan kesempurnaan dan keberlanjutan (hidayah, ampunan, surga). Dengan menyebut keduanya, hamba memohon kepada Allah untuk menjaga permulaan dan menyempurnakan akhir perbuatannya.
3. Basmalah sebagai Janji Keamanan
Dalam konteks teologis, penggunaan *Ar-Rahmanir Rahim* adalah sebuah janji keamanan. Ayat ini meyakinkan hamba bahwa di balik kekuasaan dan keagungan *Allah*, terdapat sifat kasih sayang yang mendominasi murka-Nya. Jika permulaan Al-Qur'an (dan segala sesuatu yang penting) dimulai dengan pengakuan atas rahmat, maka keseluruhan ajaran di dalamnya adalah manifestasi rahmat tersebut.
Ini memotivasi hamba untuk mendekat, karena pintu rahmat terbuka lebar. Rasa takut (khauf) terhadap kekuasaan Allah diimbangi oleh harapan (raja') terhadap rahmat-Nya, menciptakan keseimbangan spiritual yang sempurna.
Penerapan Basmalah dalam Kehidupan Modern
Meskipun Basmalah adalah teks kuno, relevansinya sangat tinggi dalam kehidupan kontemporer. Basmalah menawarkan kerangka etika dan spiritual untuk menghadapi tantangan duniawi.
1. Etika Kerja dan Profesionalisme
Dalam dunia kerja yang kompetitif, memulai dengan Basmalah mengingatkan profesional Muslim bahwa pekerjaan adalah bagian dari ibadah. Hal ini menuntut kejujuran, dedikasi, dan kualitas tertinggi. Jika suatu proyek dimulai "Dengan Nama Allah," maka segala bentuk kecurangan, korupsi, atau ketidakprofesionalan menjadi tidak etis, karena menodai nama suci tersebut.
2. Mengatasi Kecemasan dan Ketidakpastian
Kehidupan modern sering dipenuhi dengan kecemasan. Ketika seseorang menghadapi proyek besar, ujian, atau keputusan sulit, mengucapkan Basmalah berfungsi sebagai titik transfer beban. Ia mengakui bahwa upaya manusia adalah terbatas, dan hasil akhir berada di tangan Allah. Ini menumbuhkan ketenangan batin (tawakkal) dan mengurangi stres karena hasil yang tidak dapat dikontrol.
3. Dimensi Sosial dan Hubungan Antar Manusia
Jika Basmalah mengharuskan kita berbuat "Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang," maka segala interaksi sosial harus mencerminkan sifat-sifat ini. Hubungan rumah tangga, bisnis, atau diplomasi harus didasari oleh kasih sayang (*Rahman*) dan belas kasih (*Rahim*), meminimalkan konflik, dan memaksimalkan empati.
4. Peringatan Diri Terhadap Dosa
Basmalah adalah benteng spiritual. Mengucapkan Basmalah sebelum memulai sesuatu secara otomatis menciptakan jeda reflektif. Jika seseorang hendak melakukan dosa, lidahnya akan tercekat untuk mengucapkan nama-nama suci tersebut. Hal ini secara efektif mencegah niat buruk, karena ada kontradiksi yang mendasar antara perbuatan maksiat dan penyandaran kepada Allah Yang Maha Suci.
Kesimpulan: Basmalah sebagai Puncak Kebajikan
Basmalah, ayat pertama Surah Al-Fatihah, adalah sebuah permata dalam Al-Qur'an. Ia bukan sekadar tradisi lisan, melainkan sebuah kontrak spiritual yang mengikat hamba kepada Rabb-nya. Melalui analisis linguistik, kita memahami bahwa ia adalah deklarasi ketergantungan total (Ba) kepada Zat yang harus disembah (Allah), yang tindakannya didasari oleh rahmat universal (Ar-Rahman) dan rahmat yang ditargetkan (Ar-Rahim).
Kajian mendalam menegaskan bahwa Basmalah adalah formula yang sempurna untuk memulai, mengandung fondasi Tauhid (keesaan), Risalah (pesan Ilahi melalui rahmat), dan Ma'ad (hari pembalasan, di mana rahmat Rahim menjadi manifestasi). Ia adalah pemandu etis, sumber keberkahan, dan gerbang menuju pengetahuan yang lebih tinggi.
Dengan mengamalkan Basmalah dalam setiap aspek kehidupan, seorang Muslim tidak hanya menjalankan perintah ritual, tetapi juga mengintegrasikan kesadaran Ilahi ke dalam setiap napas dan langkahnya, mengubah keberadaan yang fana menjadi perjalanan menuju Rida dan Rahmat Allah Yang Maha Agung.
Kesadaran akan Rahmat Ilahi adalah puncak kebijaksanaan.