Tulisan Al-Fatihah yang Benar: Pedoman Rasm Utsmani, Tajwid, dan Keotentikan Teks Suci

Ilustrasi Kitab Suci Terbuka آ ق

Gambar: Kitab Suci Al-Qur'an (Ilustrasi Rasm)

Surah Al-Fatihah, yang berarti "Pembukaan," adalah surah pertama dalam Al-Qur'an dan merupakan inti dari ibadah umat Islam. Keutamaan surah ini tak tertandingi, mengingat ia wajib dibaca dalam setiap rakaat salat. Oleh karena itu, memastikan bahwa setiap aspek dari surah ini—mulai dari tulisan, pengucapan, hingga pemahaman maknanya—dilakukan dengan benar adalah kewajiban fundamental bagi setiap Muslim.

Ketika kita membahas ‘tulisan Al-Fatihah yang benar’, kita tidak hanya berbicara tentang keindahan kaligrafi semata, melainkan tentang kepatuhan pada metodologi penulisan yang telah ditetapkan dan disepakati oleh para sahabat Nabi Muhammad SAW, dikenal sebagai Rasm Utsmani. Rasm Utsmani adalah standar ortografi (ejaan) Al-Qur'an yang menjamin keotentikan teks dari generasi ke generasi. Kesalahan dalam tulisan bisa berujung pada kesalahan bacaan (tajwid), dan pada akhirnya, mengubah makna yang dimaksudkan oleh Allah SWT.

I. Fondasi Keotentikan: Rasm Utsmani dalam Al-Fatihah

Rasm Utsmani adalah satu-satunya ejaan yang diakui dan digunakan untuk menulis mushaf Al-Qur'an di seluruh dunia Islam, dinamakan demikian karena standarisasi besar-besaran yang dilakukan pada masa Khalifah Utsman bin Affan. Meskipun bahasa Arab modern (ejaan standar) mungkin memiliki beberapa perbedaan ejaan untuk kata yang sama, Al-Qur'an harus selalu ditulis mengikuti Rasm Utsmani.

Kekhususan Ejaan (Rasm) dalam Al-Fatihah

Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat. Beberapa kata dalam surah ini menunjukkan kekhasan Rasm Utsmani yang membedakannya dari ejaan Arab biasa (Imla’i). Memahami kekhasan ini adalah kunci untuk menulis Al-Fatihah dengan benar:

  1. Basmalah (Ayat 1): بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

    Kata ٱلرَّحْمَٰنِ (Ar-Rahman) ditulis tanpa huruf Alif (ا) setelah huruf Mim (م). Dalam ejaan Imla'i modern, seringkali ditulis sebagai الرحمن. Namun, dalam Rasm Utsmani, Alif yang seharusnya ada (yang menunjukkan vokal panjang ‘ā’) ditiadakan secara visual, meskipun ia tetap dibaca panjang. Kekhususan ini harus dipertahankan.

  2. Ayat 4: مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ

    Ada dua riwayat populer mengenai penulisan dan pembacaan kata ini:

    • Riwayat Hafs (yang paling umum): Ditulis مَٰلِكِ (Maaliki), dengan Alif kecil di atas Mim, menunjukkan vokal panjang. Ini berarti ‘Pemilik/Raja’.
    • Riwayat lain (seperti Qira'at Nafi'): Ditulis مَلِكِ (Maliki), tanpa Alif panjang, berarti ‘Raja’ (tanpa penekanan kepemilikan mutlak). Dalam mushaf yang mengikuti Rasm Utsmani asli, seringkali yang tertulis adalah مَلِكِ (Maliki), namun riwayat Hafs menambahkan Alif kecil untuk menunjukkan bacaan panjangnya (Maaliki), yang harus tetap diikuti.
  3. Penulisan Alif Maqsūrah dan Maftūhah:

    Di seluruh surah, perhatian khusus diberikan pada penulisan hamzah dan alif wasl (ٱ) serta alif qat’ (أ). Dalam Rasm Utsmani, setiap detail penempatan huruf, termasuk penulisan *Alif Khofifah* (Alif yang ringan atau tersembunyi), adalah aspek vital yang memastikan teks dibaca sesuai dengan transmisi lisan dari Nabi Muhammad SAW.

Menulis Al-Fatihah secara benar berarti menyalin apa yang tercantum dalam Mushaf standar Madinah atau Mesir yang diakui, bukan sekadar menuliskannya berdasarkan bunyi yang didengar.

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ (١)
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ (٢)
ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ (٣)
مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ (٤)
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (٥)
ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ (٦)
صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ (٧)

II. Korelasi Tulisan dan Pengucapan: Detail Tajwid Wajib

Tulisan yang benar (Rasm) tidak dapat dipisahkan dari pengucapan yang benar (Tajwid). Rasm Utsmani diciptakan untuk mengakomodasi semua Qira'at (mode bacaan) yang sahih. Kesalahan tulisan seringkali berakar dari kesalahan pemahaman tajwid dan makharijul huruf (tempat keluarnya huruf). Karena Al-Fatihah adalah rukun salat, kesalahan serius dalam pengucapan dapat membatalkan salat.

Analisis Makharijul Huruf Kritis dalam Al-Fatihah

Beberapa huruf dalam Al-Fatihah memerlukan ketelitian tinggi karena sering tertukar atau diucapkan secara keliru oleh penutur non-Arab. Ketidaktepatan ini secara tidak langsung menunjukkan ‘tulisan’ yang keliru dalam pemahaman audi verbalnya.

1. Huruf Haa (ح) dan Ha (ه)

2. Huruf Ayn (ع) dan Hamzah (أ)

3. Huruf Dzal (ذ) dan Zai (ز)

Hukum Mad dalam Al-Fatihah

Hukum pemanjangan (Mad) sangat penting. Beberapa mad yang harus diperhatikan:

Kepatuhan pada Rasm (ejaan) memastikan konsistensi visual, sementara kepatuhan pada Tajwid memastikan konsistensi audial (bacaan) yang diwariskan secara lisan (tawatur) dari Nabi SAW. Keduanya harus berjalan beriringan untuk mencapai 'tulisan yang benar'.

III. Analisis Linguistik Mendalam: Mengapa Ejaan Ini Penting?

Untuk memahami mengapa mempertahankan setiap detail Rasm Utsmani dalam Al-Fatihah itu krusial, kita perlu meninjau implikasi linguistik dari setiap pilihan ortografi, bahkan yang tampak minor. Keindahan Rasm Utsmani terletak pada kemampuannya untuk menaungi berbagai Qira'at yang sahih, sambil tetap mempertahankan struktur dasar yang diwahyukan.

1. Analisis Ayat 4: Malik (مَٰلِكِ) vs. Malik (مَلِكِ)

Ini adalah contoh klasik bagaimana tulisan dalam mushaf asli (مَلِكِ) bisa mengakomodasi dua bacaan sahih. Dalam Rasm Utsmani, seringkali huruf yang hilang (seperti alif yang menunjukkan vokal panjang) disebut *hadzf* (penghapusan). Para ahli Qira'at kemudian menambahkan tanda diakritik (seperti alif kecil pada مَٰلِكِ) untuk memandu pembacaan riwayat tertentu (Hafs).

Kedua makna ini sahih dan saling melengkapi. Namun, jika seseorang menulisnya hanya berdasarkan ejaan Arab modern tanpa memperhatikan Rasm dan Qira'at yang diikuti, ia berisiko meninggalkan tradisi yang disepakati oleh umat. Menulis yang benar adalah menulis mَلِكِ (Rasm asli) dan membacanya sesuai riwayat yang dipegang (umumnya Maaliki).

2. Konsekuensi Kekeliruan pada Iyyaka Na'budu (إِيَّاكَ نَعْبُدُ)

Ayat ini adalah sumbu tauhid dalam Al-Fatihah, menyatakan 'Hanya kepada Engkaulah kami menyembah'. Kekeliruan dalam penulisan atau pengucapan dapat menghancurkan makna ini:

3. Signifikansi Huruf Alif yang Dihilangkan (Hadzf)

Dalam Rasm Utsmani, banyak kata yang seharusnya memiliki vokal panjang (Alif) ditulis tanpa Alif, seperti ٱلرَّحْمَٰنِ (Ar-Rahman) dan ٱللَّهِ (Allahi). Penghilangan visual ini (Hadzf) merupakan ciri khas Rasm Utsmani. Tujuan Hadzf ini menurut ulama adalah:

Menulis kata-kata ini dengan Alif tambahan (seperti الرّحمان) meskipun sesuai ejaan modern, dianggap 'tidak benar' atau 'menyalahi' kaidah Rasm Utsmani, yang berarti mengabaikan konsensus ribuan tahun ulama.

Ilustrasi Kaligrafi Arab dan Keakuratan ص

Gambar: Representasi Grafis Keakuratan Huruf (Rasm dan Titik)

IV. Studi Kasus Lanjutan: Mempertahankan Keutuhan Ayat Keenam dan Ketujuh

Ayat 6 dan 7 adalah inti dari permohonan dan pengakuan, dan keakuratan tulisannya menentukan keutuhan doa yang dipanjatkan. Di sinilah sering terjadi kesalahan baik dalam penulisan transkripsi maupun pengucapan huruf tebal (Istila').

1. Ayat 6: ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ (Ihdinash-Shirāthal Mustaqīm)

Kata ٱلصِّرَٰطَ (Ash-Shirath) memiliki dua kekhususan Rasm dan Tajwid yang harus diperhatikan:

A. Kekhususan Rasm (Sin/Shod)

Dalam Rasm Utsmani, kata ini ditulis dengan huruf Shod (ص). Namun, dalam beberapa Qira'at sahih (seperti Qalun dan Hamzah), kata ini boleh dibaca dengan huruf Sin (س) atau dengan campuran (Isymam). Meskipun tulisan baku adalah Shod, Rasm Utsmani memperbolehkan fleksibilitas ini. Jika kita menulisnya, kita harus menggunakan Shod (ص) untuk mengikuti kaidah standar. Menulisnya dengan Sin (س) secara langsung akan menyalahi Rasm mushaf yang diakui.

B. Kekhususan Tajwid (Huruf Tebal)

Huruf Shod (ص) adalah huruf yang tebal (istila' dan ithbaq). Jika diucapkan terlalu tipis sehingga menyerupai Sin (س), ini akan melemahkan penekanan bahasa Arab. Kesalahan pengucapan ini, yang berarti kesalahan membaca tulisan tersebut, sangat umum. Huruf Tho (ط) pada shirāth dan Mustaqīm (ٱلْمُسْتَقِيمَ) juga harus dibaca tebal. Tho (ط) sering tertukar dengan Ta (ت). Membaca Shirātal (dengan Ta tipis) mengubah sifat kata, meskipun maknanya tetap 'jalan', penekanan linguistiknya hilang.

2. Ayat 7: Kontroversi و dan أ di Akhir Ayat (Walaḍ-Ḍāllīn)

Ayat ini memiliki tantangan paling besar dari sisi tajwid, yaitu Mad Lazim Kalimi Muthaqqal pada ٱلضَّآلِّينَ (Adh-Dhaalliin). Penulisan yang benar menunjukkan adanya Alif panjang yang diikuti oleh huruf yang bertasydid (Dhaad). Ini wajib dibaca panjang 6 harakat.

Selain itu, perhatikan huruf sambung *wawu* (و) yang menghubungkan dengan لا (Lā). Penulisannya adalah وَلَا ٱلضَّآلِّينَ. Kesalahan penulisan sering terjadi dalam transkripsi latin, yang secara tidak sengaja dapat menghilangkan detail penting huruf sambung tersebut. Memastikan penulisan Dhaad (ض) yang benar, bukan Dzal (ذ) atau Zha (ظ), adalah inti dari keotentikan ayat ini, karena Dhaad adalah satu-satunya huruf yang tidak dimiliki oleh bahasa lain.

Ringkasan Poin Kritis Rasm dan Tajwid untuk Al-Fatihah:

Hanya dengan menaati kaidah Rasm Utsmani dalam visualisasinya dan kaidah Tajwid dalam bunyinya, kita dapat mengklaim telah menulis dan membaca Al-Fatihah dengan benar.

V. Dimensi Teologis dan Filosofis di Balik Tulisan yang Benar

Mengapa Allah SWT menetapkan standar ortografi yang begitu ketat melalui warisan Rasm Utsmani? Ini bukan sekadar masalah tata bahasa, tetapi jaminan ilahi atas pelestarian wahyu. Setiap huruf dan setiap detail Rasm memiliki implikasi teologis yang mendalam, menegaskan bahwa Al-Qur'an adalah firman Allah yang tidak dapat dicampuri oleh perubahan manusia, baik yang disengaja maupun tidak disengaja.

1. Konsep I’jaz (Ketidakmampuan Manusia Menandingi)

I’jaz Al-Qur’an mencakup keindahan sastra (Balaghah) dan kekhususan hukumnya. Rasm Utsmani sendiri adalah bagian dari I’jaz. Cara penulisan yang unik dan kadang kontras dengan ejaan standar modern menunjukkan bahwa ini bukan teks biasa, melainkan teks yang terpelihara secara preskriptif.

Para ulama seperti Imam Az-Zarkasyi dan As-Suyuthi telah membahas bahwa Rasm Al-Qur'an memiliki rahasia dan hikmah yang melampaui kemampuan tata bahasa manusia. Sebagai contoh, penghapusan Alif pada Ar-Rahman (ٱلرَّحْمَٰنِ) dalam tulisan bisa dipandang melambangkan betapa luasnya rahmat Allah, sehingga batas-batas ejaan biasa pun terlampaui.

2. Pelestarian Qira’at yang Beragam

Salah satu hikmah terbesar Rasm Utsmani adalah kemampuannya menampung tujuh (atau sepuluh) Qira'at yang mutawatir (disampaikan secara berantai dan massal). Tulisan standar yang sama dapat dibaca dengan sedikit variasi yang sahih, semuanya berasal dari Nabi SAW. Jika kita mengubah tulisan menjadi ejaan modern, kemungkinan besar kita akan menghilangkan kemampuan teks untuk mengakomodasi Qira'at lain, sehingga mengancam pelestarian warisan bacaan yang kaya.

Misalnya, penulisan Shirāth (صِرَٰطَ) dengan Shod (ص) tetapi membolehkan bacaan dengan Sin (س). Ini menunjukkan bahwa bentuk tulisan itu sendiri adalah simbol pemersatu yang menghargai variasi lisan yang sah. Tulisan yang benar adalah yang mengakui dan menghormati spektrum Qira'at ini.

3. Jaminan Konsistensi Global

Sejak abad ketujuh Masehi, ketika mushaf standar Utsman disebarluaskan, umat Islam dari berbagai penjuru—dari Afrika hingga Asia Tenggara—memiliki satu standar tunggal untuk tulisan Al-Qur'an. Ini menciptakan kesatuan visual dan tekstual, terlepas dari perbedaan dialek atau sistem penulisan setempat. Jika setiap negara atau era diizinkan menulis Al-Fatihah berdasarkan ejaan lokal mereka, keotentikan teks akan terpecah belah.

Oleh karena itu, ‘tulisan yang benar’ adalah penyerahan diri total pada standar yang telah disepakati oleh konsensus (Ijma’) para sahabat, sebagai tindakan menjaga kesucian teks dan persatuan umat.

VI. Membedah Komponen Asas Kalimat 'Shirāthal Mustaqīm' (Jalan yang Lurus)

Untuk mencapai target keluasan analisis, mari kita fokuskan pada inti doa dalam Al-Fatihah, yaitu permintaan bimbingan kepada ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ. Keakuratan tulisan dan bacaan di sini sangat penting karena mencerminkan inti ajaran Islam. Analisis ini akan mengupas tuntas setiap kata dan huruf penyusun ayat ini, serta implikasi ketidakbenarannya.

A. Konteks Linguistik dan Maknawi 'Shirāth' (الصِّرَٰطَ)

Kata Shirāth (jalan) mengandung penekanan khusus karena ia ditulis dengan Shod (ص) yang tebal. Jika dibaca dengan Sin (س) yang tipis (Sirāt), ia akan kehilangan kekuatan bunyi (جهر) dan penekanan (تفخيم). Di luar mushaf, kata 'sirāt' (dengan Sin) juga berarti jalan, namun pemilihan Shod dalam Rasm Utsmani memberikan nuansa keagungan dan ketegasan yang khas Qur’ani.

Penulisan dan pembacaan yang benar menegaskan bahwa jalan Allah adalah jalan yang kukuh, bukan jalan yang lemah atau rapuh.

B. Analisis Mendalam Mengenai 'Mustaqīm' (ٱلْمُسْتَقِيمَ)

Kata Mustaqīm (yang lurus) berasal dari akar kata Qāma (berdiri/tegak). Ini menunjukkan konsistensi dan kejujuran.

Perbedaan antara Kaf dan Qaf dalam pembacaan Al-Fatihah sangat besar. Qaf (ق) keluar dari pangkal lidah dekat tenggorokan, sedangkan Kaf (ك) sedikit lebih ke depan. Kegagalan membedakan keduanya adalah kegagalan membaca tulisan secara benar, yang dalam konteks salat, dapat menimbulkan keraguan pada sahnya ibadah.

C. Rincian Ayat 7: Dhaad (ض) dan Lā (لا)

Ayat terakhir membagi manusia menjadi tiga kategori: yang diberi nikmat (أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ), yang dimurkai (ٱلْمَغْضُوبِ), dan yang tersesat (ٱلضَّآلِّينَ).

Fokus tulisan yang benar di sini adalah pada Dhaad (ض):

Huruf Dhaad (ض): Dalam وَلَا ٱلضَّآلِّينَ. Ini adalah tantangan terbesar. Penulisan yang benar harus berupa ض, bukan ظ (Zha). Meskipun kedua huruf ini sering tertukar dalam pelafalan modern non-Arab, secara Rasm, mereka berbeda secara visual (titik). Dhaad memiliki satu titik, Zha memiliki satu titik. Namun, perbedaan utama terletak pada *makhraj* (tempat keluarnya huruf) yang unik pada Dhaad, yang tidak dimiliki bahasa lain.

Jika Dhaad (ض) dibaca sebagai Zha (ظ), maknanya dapat bergeser, meskipun keduanya adalah huruf tebal. Dhaad (ض) merujuk pada kesesatan (tersesat dari jalan). Jika terjadi kesalahan parah hingga dibaca Dal (د), maka maknanya menjadi rusak total.

Selain itu, panjangnya ٱلضَّآلِّينَ (Mad Lazim) menunjukkan penekanan yang luar biasa pada kategori ini. Kesalahan dalam memanjangkan (tidak membaca 6 harakat) berarti menghilangkan penekanan teologis bahwa kesesatan ini adalah sesuatu yang harus dihindari dengan sangat kuat.

VII. Panduan Praktis Menulis Al-Fatihah yang Benar (Kaligrafi dan Digital)

Dalam era digital dan praktik kaligrafi, menjaga keotentikan Rasm Utsmani menjadi tantangan tersendiri. Penggunaan font Arab dan perangkat lunak seringkali menyimpang ke ejaan Imla’i modern. Oleh karena itu, bagi siapa pun yang ingin menulis atau memproduksi salinan digital Al-Fatihah, ada panduan ketat yang harus diikuti.

1. Penggunaan Font Rasm Utsmani Khusus

Untuk tulisan digital, sangat penting untuk menggunakan font yang secara eksplisit dikembangkan untuk Rasm Utsmani, seperti font yang digunakan oleh Kompleks Percetakan Al-Qur'an Raja Fahd di Madinah atau font Mushaf Mesir. Font-font ini secara otomatis memasukkan kekhasan Rasm, seperti:

Menggunakan font Arab standar yang diatur berdasarkan Imla’i akan menghasilkan tulisan yang secara teknis *tidak benar* menurut standar Rasm Utsmani, meskipun masih bisa dibaca.

2. Kaidah Kaligrafi Tradisional

Kaligrafer Muslim tradisional selalu belajar Rasm Utsmani sebagai disiplin yang terpisah dari kaligrafi Arab biasa. Kaligrafi Rasm yang benar harus memastikan:

3. Menghindari Transliterasi Latin yang Keliru

Ketika mentransliterasi Al-Fatihah ke dalam abjad Latin, sering terjadi kesalahan fatal yang mempengaruhi persepsi pembaca non-Arab tentang tulisan yang benar. Transliterasi harus menggunakan sistem baku yang membedakan huruf-huruf penting:

Transliterasi yang keliru, meskipun bukan Rasm, menunjukkan pemahaman yang keliru terhadap 'tulisan yang benar' dan berpotensi menyebabkan kesalahan tajwid saat mencoba membaca versi Arabnya.

VIII. Penutup: Keagungan dan Tanggung Jawab Melestarikan Tulisan Al-Fatihah

Memahami ‘tulisan Al-Fatihah yang benar’ adalah sebuah perjalanan yang melintasi sejarah, linguistik, dan teologi. Ini bukan hanya masalah ejaan, tetapi masalah pelestarian warisan kenabian yang sangat berharga. Surah ini adalah doa utama kita, dan keotentikan setiap hurufnya memastikan bahwa doa tersebut disampaikan kepada Allah SWT dalam bentuk yang Dia ridhai.

Dari detail Hadzf Alif pada Ar-Rahman hingga penekanan pada Mad Lazim di Al-Dhaallin, setiap elemen dalam tulisan Al-Fatihah menuntut perhatian serius. Ketika kita membaca dan menuliskannya, kita tidak hanya mengulangi kata-kata, tetapi menegaskan kembali komitmen kita terhadap tradisi keilmuan Islam (Sanad) yang telah menjaga teks suci ini selama berabad-abad. Tanggung jawab ini melibatkan studi mendalam tentang Rasm Utsmani, penerapan tajwid yang ketat, dan kesadaran akan dampak linguistik dari setiap pilihan huruf. Dengan demikian, kita memastikan bahwa Surah Pembukaan yang kita yakini keajaibannya, tetap terjaga keaslian tulisannya hingga akhir zaman.

Tulisan Al-Fatihah yang benar adalah representasi visual dari bacaan yang benar, dan keduanya adalah pilar utama dalam kesahihan ibadah seorang Muslim.




IX. Kekeliruan Umum dalam Penyalinan dan Dampaknya

Meskipun Rasm Utsmani telah menjadi standar, praktik penyalinan (terutama sebelum era percetakan modern) terkadang menghasilkan variasi minor, meskipun substansi Rasm tetap terjaga. Namun, di masa kini, dengan kemudahan akses digital, kesalahan penyalinan seringkali berupa penyimpangan sistematis menuju Imla'i modern, yang harus dihindari.

Studi Kasus: Malik/Maaliki Revisited (Ketidakbenaran Penyimpangan)

Jika seseorang bersikeras menulis Ayat 4 sebagai مَالِكِ (dengan alif penuh) hanya karena lebih mudah dibaca daripada Rasm Utsmani مَلِكِ (yang memerlukan alif kecil tambahan untuk riwayat Hafs), ia telah melakukan penyimpangan. Walaupun ia tidak mengubah makna (karena Maaliki adalah Qira'at sahih), ia telah melanggar prinsip *ittiba' al-rasm* (mengikuti Rasm). Ulama menetapkan bahwa ejaan Al-Qur'an adalah *Tawqifi* (ditetapkan secara ilahi/kenabian), dan manusia tidak berhak mengubahnya, bahkan jika tujuannya adalah mempermudah.

Keputusan untuk tidak mengubah ejaan, meskipun terasa kuno atau sulit, adalah penghormatan terhadap metodologi pengumpulan Al-Qur'an pada masa Utsman. Ini mengajarkan umat untuk menerima wahyu sebagaimana ia ditransmisikan, bukan sebagaimana ia paling mudah dipahami oleh akal modern. Oleh karena itu, tulisan yang benar harus merefleksikan Rasm Utsmani secara fisik.

Kekeliruan pada Huruf Lam (L) dalam Allah (ٱللَّهِ)

Penulisan lafzhul jalalah (ٱللَّهِ) dalam Rasm Utsmani memiliki kekhasan tertentu, terutama terkait dengan alif yang dihilangkan. Secara tajwid, Lam pada ٱللَّهِ bisa dibaca tebal (tafkhim) atau tipis (tarqiq), tergantung pada harakat sebelumnya. Dalam Al-Fatihah, Lam pada Basmalah dibaca tipis (karena didahului Kasrah). Dalam Ayat 2 (ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ), Lam juga dibaca tipis.

Secara tulisan, kekeliruan sering muncul ketika menyalin lafzhul jalalah ini dari font yang tidak berbasis Rasm, yang mungkin menambahkan Alif setelah Lam pertama. Menulisnya ٱللهِ tanpa Alif visual (kecuali Alif kecil) adalah esensi dari Rasm Utsmani yang benar.

X. Mendalami Konsistensi Rasm Melalui Tujuh Qira'at

Rasm Utsmani terdiri dari konsonan-konsonan dasar (Rasm). Titik (nuqat) dan harakat (tashkil) baru ditambahkan belakangan. Keajaiban Rasm adalah bahwa, meskipun harakatnya berubah untuk Qira'at yang berbeda, struktur konsonan dasarnya (tulisan) tetap sama. Ini menunjukkan bahwa fondasi ‘tulisan yang benar’ adalah kerangka konsonan, yang harus dipertahankan secara mutlak.

Contoh Variasi Qira'at dan Konsistensi Rasm:

Ambil contoh Ayat 3: ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ. Semua Qira'at membaca ini dengan konsonan yang sama. Namun, di ayat-ayat lain dalam Al-Qur'an, variasi harakat atau bahkan huruf minor dapat terjadi, namun Rasm Utsmani seringkali menjadi 'alat ukur' untuk memastikan bahwa variasi tersebut berasal dari Nabi SAW, bukan rekayasa manusia.

Fakta bahwa seluruh umat Islam selama lebih dari 14 abad berpegang teguh pada satu bentuk tulisan (Rasm Utsmani) untuk Surah Al-Fatihah adalah bukti konklusif bahwa ini adalah satu-satunya standar ‘tulisan yang benar’ yang diizinkan dalam Islam. Deviansi dari Rasm, meskipun hanya menambah atau menghilangkan satu Alif, dianggap sebagai inovasi yang tidak perlu dan berisiko merusak otentisitas teks. Tulisan yang benar harus bebas dari *ziyadah* (penambahan) atau *naqs* (pengurangan) yang tidak didukung oleh tradisi Rasm Utsmani.

Keagungan Rasm Utsmani dalam Al-Fatihah mencerminkan keagungan surah itu sendiri, memastikan bahwa pintu gerbang menuju Al-Qur'an ini tetap murni, baik dalam rupa tulisan maupun dalam nada bacaan.

🏠 Homepage