Ilustrasi Surah At-Tin
Dalam Al-Qur'an, setiap surah memiliki penempatan dan urutan yang telah diatur secara ilahi. Memahami urutan ini sering kali membuka perspektif baru mengenai keterkaitan antar bagian Al-Qur'an dan pesan yang ingin disampaikan. Salah satu surah yang kaya makna dan memiliki tempat tersendiri adalah Surah At-Tin. Surah ini berada di juz ke-30, tepatnya pada urutan ke-95 dalam mushaf Al-Qur'an. Penempatannya yang relatif akhir tidak mengurangi keagungan dan kedalaman pesannya, melainkan justru menyajikan sebuah rangkuman atau penegasan atas tema-tema penting dalam Islam.
Surah At-Tin adalah surah Makkiyah, yang berarti diturunkan di Mekkah sebelum Nabi Muhammad SAW berhijrah ke Madinah. Surah ini terdiri dari 8 ayat. Dalam urutan mushaf, ia berada setelah Surah Al-Insyirah (As-Syarh) dan sebelum Surah Al-'Alaq. Keberadaannya di antara kedua surah tersebut juga menarik untuk direnungkan. Surah Al-Insyirah berbicara tentang kelapangan dada dan kemudahan yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad SAW, sementara Surah Al-'Alaq adalah wahyu pertama yang turun, memerintahkan untuk membaca. Surah At-Tin kemudian hadir dengan sumpah-sumpah alam yang indah, kemudian menyinggung penciptaan manusia, dan berakhir dengan ketegasan mengenai keadilan ilahi.
Surah At-Tin adalah surah ke-95 dalam Al-Qur'an, terdiri dari 8 ayat, dan termasuk golongan Makkiyah.
Surah At-Tin diawali dengan sumpah Allah SWT menggunakan dua ciptaan yang sarat makna, yaitu buah tin dan zaitun. "Demi (buah) tin dan (buah) zaitun," (QS. At-Tin: 1). Buah tin dan zaitun dikenal sebagai buah-buahan yang kaya nutrisi, tumbuh di daerah yang subur, dan seringkali dikaitkan dengan kesehatan serta keberkahan. Sumpah ini menunjukkan betapa pentingnya ciptaan Allah dan menjadi pengantar untuk merenungkan keagungan-Nya.
Selanjutnya, Allah SWT bersumpah demi Gunung Sinai (Thur): "dan demi bukit Thursina," (QS. At-Tin: 2). Gunung Sinai adalah tempat Nabi Musa AS menerima wahyu. Sumpah ini bisa jadi merujuk pada tempat para nabi menerima wahyu dan risalah, tempat bertemunya manusia dengan keagungan ilahi.
Kemudian, Allah bersumpah demi negeri yang aman: "dan demi negeri yang aman ini," (QS. At-Tin: 3). Negeri yang aman ini ditafsirkan oleh mayoritas ulama sebagai kota Mekkah, tanah kelahiran Nabi Muhammad SAW, tempat Ka'bah berada, dan pusat keislaman. Sumpah-sumpah alam ini tidak hanya sekadar pernyataan, melainkan sebuah penekanan akan kekuasaan dan kebesaran Sang Pencipta.
Setelah menegaskan kebesaran-Nya melalui sumpah-sumpah tersebut, Allah kemudian mengaitkannya dengan penciptaan manusia: "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." (QS. At-Tin: 4). Ayat ini memberikan penegasan yang luar biasa tentang status manusia di hadapan Sang Pencipta. Manusia diciptakan dengan bentuk fisik yang paling sempurna, akal yang mampu berpikir, dan potensi spiritual yang luar biasa. Ini adalah karunia besar yang patut disyukuri.
Namun, kesempurnaan penciptaan ini tidak serta merta menjamin keselamatan akhirat. Allah SWT kemudian menjelaskan bahwa sebagian manusia akan jatuh ke derajat yang paling rendah: "kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya," (QS. At-Tin: 5). Konteks ayat ini sering dikaitkan dengan kekufuran, kesombongan, dan penolakan terhadap ajaran Allah. Ketika manusia menyalahgunakan potensi akal dan fisiknya untuk berbuat maksiat dan mengingkari kebenaran, maka derajatnya bisa jatuh lebih rendah dari binatang.
Pernyataan ini menjadi peringatan keras bagi manusia agar senantiasa menjaga kesucian diri dan tidak tersesat. Kontras antara penciptaan dalam bentuk terbaik dan potensi jatuh ke derajat terendah menunjukkan adanya pilihan dan tanggung jawab yang melekat pada diri manusia.
Surah ini kemudian menegaskan janji Allah bagi mereka yang beriman dan beramal saleh: "kecuali orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan; maka mereka akan mendapat pahala yang tiada putus-putusnya." (QS. At-Tin: 6). Ini adalah inti dari ajaran Islam: keimanan yang benar harus disertai dengan amal saleh. Keduanya adalah kunci untuk meraih kebahagiaan abadi. Pahala yang "tiada putus-putusnya" menggambarkan kenikmatan surga yang kekal dan tak terbayangkan.
Seluruh rangkaian ayat ini berujung pada penegasan mengenai hari pembalasan: "Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan hari Pembalasan setelah (semua) itu?" (QS. At-Tin: 7). Ayat ini adalah sebuah pertanyaan retoris yang sangat tajam, menantang setiap individu untuk merenungkan mengapa seseorang masih ragu atau mendustakan adanya hari di mana setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban.
Surah ditutup dengan sebuah pernyataan yang mempertegas keadilan Allah: "Bukankah Allah Hakim yang paling adil?" (QS. At-Tin: 8). Pernyataan ini memberikan ketenangan dan keyakinan bahwa setiap keputusan Allah adalah adil. Tidak ada satu pun kebaikan yang terlewatkan, dan tidak ada satu pun keburukan yang diabaikan. Ini adalah fondasi keimanan yang kokoh, bahwa Sang Pencipta Maha Adil dan Maha Bijaksana.
Urutan Surah At-Tin dalam Al-Qur'an memberikan narasi yang kuat. Dimulai dengan sumpah yang menunjukkan kekuasaan alam, dilanjutkan dengan pengakuan atas kesempurnaan penciptaan manusia, kemudian peringatan akan potensi kejatuhan, janji balasan bagi yang beriman, dan diakhiri dengan pertanyaan tentang pengingkaran hari pembalasan serta penegasan keadilan ilahi.
Penempatannya setelah surah-surah yang membahas tentang perjuangan dakwah dan wahyu, serta sebelum surah-surah yang lebih berfokus pada keesaan Allah dan kisah para nabi, menunjukkan bahwa Surah At-Tin berperan sebagai jembatan yang menghubungkan berbagai tema. Ia mengingatkan kita tentang asal-usul penciptaan, tanggung jawab moral, dan kepastian hari akhir, yang merupakan pilar-pilar fundamental dalam keyakinan seorang Muslim. Memahami urutan Surah At-Tin berarti memahami bagaimana Al-Qur'an secara keseluruhan membangun argumennya dengan gradual dan persuasif untuk membimbing manusia menuju kebenaran dan keselamatan.
وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ (1) وَطُورِ سِينِينَ (2) وَهَذَا الْبَلَدِ الْأَمِينِ (3) لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4) ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ (5) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ (6) فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِالدِّينِ (7) أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ (8)
Demi (buah) tin dan (buah) zaitun, (1) dan demi bukit Thursina, (2) dan demi negeri yang aman ini, (3) sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (4) kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya. (5) kecuali orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan; maka mereka akan mendapat pahala yang tiada putus-putusnya. (6) Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan hari Pembalasan setelah (semua) itu? (7) Bukankah Allah Hakim yang paling adil? (8)