Zoroastrianisme, sebuah agama dan filsafat kuno yang berakar di Iran, menawarkan pandangan dunia yang kaya dan kompleks tentang moralitas, kebaikan, dan kejahatan. Meskipun jumlah pengikutnya saat ini relatif kecil, ajarannya telah memberikan pengaruh signifikan terhadap perkembangan agama-agama monoteistik besar di dunia, termasuk Yudaisme, Kristen, dan Islam.
Inti dari Zoroastrianisme adalah ajaran-ajaran yang dikaitkan dengan seorang nabi bernama Zarathustra (atau Zoroaster dalam bahasa Yunani). Perkiraan mengenai kapan Zarathustra hidup bervariasi, namun banyak sarjana menempatkannya sekitar abad ke-6 SM, menjadikannya salah satu nabi tertua yang diketahui dalam sejarah agama.
Zarathustra diyakini telah menerima wahyu dari Tuhan tunggal yang disebut Ahura Mazda (Tuan Kebijaksanaan). Ajaran utamanya berpusat pada dualisme kosmik: perjuangan abadi antara kekuatan kebaikan (Spenta Mainyu) yang dipimpin oleh Ahura Mazda, dan kekuatan kejahatan (Angra Mainyu atau Ahriman). Konsep kebebasan memilih menjadi elemen krusial dalam teologi Zoroastrianisme. Setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih antara kebaikan dan kejahatan, dan pilihan tersebut akan menentukan nasib mereka di kehidupan akhir.
Ajaran Zoroastrianisme sangat menekankan pada etika dan moralitas dalam kehidupan sehari-hari. Tiga prinsip utama yang harus dijunjung tinggi oleh para pengikutnya adalah: Humata, Hukhta, Huvarshta – Pikiran Baik, Perkataan Baik, dan Perbuatan Baik. Prinsip-prinsip ini merupakan fondasi bagi kehidupan yang saleh dan berkontribusi pada kemenangan kebaikan di dunia.
Zoroastrianisme juga memandang api sebagai simbol suci yang mewakili kemurnian, kebenaran, dan kehangatan Ahura Mazda. Kuil-kuil api adalah pusat ibadah bagi para penganutnya, di mana api suci dijaga agar terus menyala. Namun, penting untuk dicatat bahwa api itu sendiri bukanlah objek pemujaan, melainkan simbol dari kehadiran ilahi.
Konsep tentang akhirat juga merupakan bagian penting dari keyakinan Zoroaster. Mereka percaya pada pengadilan setelah kematian, di mana jiwa akan diadili berdasarkan perbuatan baik dan buruknya. Ada konsep surga (House of Song) dan neraka (House of Lies), serta jembatan Chinvat yang memisahkan keduanya.
Zoroastrianisme pernah menjadi agama negara Kekaisaran Persia kuno, termasuk Kekaisaran Akhemeniyah, Partia, dan Sasaniyah. Pada masa kejayaannya, pengaruhnya meluas ke berbagai wilayah dan budaya. Banyak konsep keagamaan yang kemudian berkembang dalam agama-agama Abrahamik diyakini berakar dari tradisi Zoroaster, seperti dualisme baik-jahat, konsep malaikat dan setan, serta gagasan tentang kebangkitan orang mati dan penghakiman terakhir.
Meskipun mengalami penurunan jumlah pengikut akibat invasi dan asimilasi budaya, komunitas Zoroaster tetap bertahan hingga kini, terutama di India (dikenal sebagai Parsi) dan Iran. Komunitas ini dikenal karena kontribusinya yang signifikan di berbagai bidang, termasuk ilmu pengetahuan, seni, dan kemanusiaan.
Kehidupan yang etis, perjuangan melawan kejahatan, dan keyakinan pada kebaikan universal adalah nilai-nilai inti yang terus diwariskan oleh Zoroastrianisme. Di tengah dunia yang terus berubah, ajaran kuno ini mengingatkan kita akan pentingnya kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab pribadi dalam menciptakan dunia yang lebih baik.