Ada Berapa Ayat Surat Al-Lahab? Analisis Mendalam Mengenai Jumlah, Konteks, dan Tafsirnya

5 Ayat (Verses)

(Visualisasi angka 5, melambangkan jumlah ayat dalam Surah Al-Lahab, dikelilingi simbol 'Lahab' atau api yang menyala-nyala)

Jumlah Ayat dan Identitas Surah Al-Lahab

Pertanyaan mengenai jumlah ayat dalam setiap surah Al-Qur'an adalah fundamental dalam studi keislaman. Surah Al-Lahab, yang juga dikenal dengan nama Surah Al-Masad, merupakan salah satu surah pendek yang letaknya berada di juz ke-30 (Juz Amma) dari kitab suci Al-Qur'an. Surah ini memiliki penempatan nomor urut ke-111 dalam mushaf.

Jawaban pasti atas pertanyaan, "Ada berapa ayat surat Al-Lahab?" adalah: Surah Al-Lahab terdiri dari lima (5) ayat.

Meskipun singkat, kandungan surah ini sangatlah padat dan memiliki signifikansi historis yang mendalam. Para ulama sepakat bahwa Surah Al-Lahab tergolong dalam kelompok surah Makkiyah, yang berarti surah ini diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ di Makkah, sebelum peristiwa hijrah ke Madinah. Periode Makkiyah dikenal sebagai masa di mana tantangan dakwah sangat besar, dan fokus utama wahyu adalah penguatan tauhid (keesaan Allah) dan ancaman terhadap kekufuran, sebagaimana yang sangat jelas tergambar dalam Surah Al-Lahab.

Surah ini mengambil namanya dari gelar Abu Lahab, yang secara harfiah berarti "Bapak Api yang Menyala-nyala." Nama ini tidak hanya merujuk pada julukan historisnya tetapi juga berfungsi sebagai nubuat (prediksi ilahi) yang mengerikan tentang nasibnya di akhirat. Nama lainnya, Al-Masad (tali dari sabut), diambil dari kata terakhir surah ini yang menggambarkan hukuman yang akan menimpa istri Abu Lahab.

Asbabun Nuzul (Konteks Sejarah Penurunan Surah)

Untuk memahami mengapa Allah menurunkan sebuah surah yang begitu tegas—bahkan secara langsung menyebut nama individu yang dikutuk—kita harus memahami konteks spesifik penurunan Surah Al-Lahab. Ayat-ayat ini diturunkan sebagai respons langsung terhadap penolakan dan permusuhan terang-terangan yang dilakukan oleh paman Nabi Muhammad sendiri, yaitu Abdul Uzza bin Abdul Muthalib, yang dikenal sebagai Abu Lahab.

Peristiwa kunci yang memicu penurunan surah ini dicatat dalam berbagai riwayat, termasuk yang terdapat dalam Sahih Bukhari dan Muslim. Ketika Allah menurunkan perintah kepada Nabi Muhammad ﷺ untuk memulai dakwah secara terbuka kepada kaum kerabatnya, beliau naik ke Bukit Safa dan memanggil kabilah-kabilah Quraisy. Beliau bertanya kepada mereka, "Jika saya memberitahu kalian bahwa ada sekelompok kavaleri di balik bukit yang siap menyerang, apakah kalian akan mempercayai saya?" Mereka serentak menjawab, "Kami belum pernah mendengar engkau berbohong."

Kemudian, Nabi ﷺ menyatakan, "Sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan bagi kalian tentang azab yang pedih."

Di tengah kerumunan itu, bangkitlah Abu Lahab. Dia tidak hanya menolak, tetapi melontarkan kutukan yang sangat keji kepada keponakannya sendiri. Dengan marah ia berkata: "Celakalah engkau! Apakah hanya untuk ini engkau mengumpulkan kami?"

Tindakan dan perkataan Abu Lahab ini bukan sekadar penolakan, tetapi demonstrasi kebencian yang mendalam terhadap risalah tauhid. Padahal, sebagai paman terdekat, seharusnya ia menjadi pelindung Nabi. Sebagai balasan yang setimpal dan langsung dari langit, Allah Yang Maha Kuasa menurunkan lima ayat Surah Al-Lahab, yang berfungsi sebagai kutukan abadi bagi Abu Lahab dan istrinya, Ummu Jamil.

Perbedaan Surah Al-Lahab dengan Surah Lain

Surah ini memiliki keunikan karena menjadi satu-satunya surah dalam Al-Qur'an yang secara eksplisit mengutuk seorang individu musuh Islam semasa hidupnya dan meramalkan kepastian nasibnya di neraka. Fakta ini mengandung pelajaran teologis yang sangat penting: Abu Lahab, meskipun memiliki ikatan darah, berada di luar lingkup rahmat Allah karena penolakan mutlak dan permusuhan aktifnya terhadap kebenaran. Nubuat ini begitu pasti sehingga Abu Lahab tidak pernah bisa berpura-pura masuk Islam, karena jika dia melakukannya, ramalan Al-Qur'an akan terbantahkan. Ini menunjukkan bahwa surah ini adalah bukti kenabian dan ketidakmampuan musuh untuk merusak kebenaran ilahi.

Analisis Tafsir Ayat Per Ayat (5 Ayat Surah Al-Lahab)

Masing-masing dari kelima ayat Surah Al-Lahab mengandung ancaman, deskripsi, dan kepastian hukuman yang bertingkat. Untuk mencapai pemahaman yang komprehensif, kita akan mengupas setiap ayat dari sudut pandang makna linguistik, tafsir klasik, dan pelajaran yang terkandung di dalamnya.

Ayat 1: Celakalah Kedua Tangan Abu Lahab

تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ

Transliterasi: Tabbat yadā Abī Lahabin wa tabb.

Terjemahan: Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.

Kupas Tuntas Makna Linguistik dan Tafsir Ayat 1

Ayat pertama ini adalah inti dari kutukan dan seringkali menjadi subjek diskusi para mufasir karena penggunaan kata-kata yang sangat kuat dan berulang.

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini turun setelah Abu Lahab secara fisik berusaha melempari Nabi ﷺ dengan batu atau menghalang-halangi dakwah dengan usahanya. Oleh karena itu, azabnya secara spesifik ditujukan pada ‘kedua tangannya’ yang digunakan untuk melawan kebenaran. Penggunaan dua kali kata tabb menunjukkan bahwa kehancurannya sudah pasti dan tidak dapat diubah oleh pertobatan.

Kedalaman linguistik ayat pertama yang singkat ini memerlukan ribuan kata untuk menguraikan detailnya. Ini menegaskan bahwa hukuman dari Allah adalah final bagi mereka yang memilih jalan permusuhan total, bahkan jika mereka adalah kerabat terdekat dari Nabi-Nya.

Ayat 2: Tidak Berguna Harta dan Kedudukannya

مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ

Transliterasi: Mā aghnā ‘anhu māluhū wa mā kasab.

Terjemahan: Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang ia usahakan.

Analisis Kekuatan Negasi dalam Ayat 2

Ayat kedua ini menargetkan dua pilar utama kekuatan dan kebanggaan Abu Lahab di Makkah: kekayaan (māluhū) dan kekuasaan/kedudukan sosial (mā kasab).

Ayat ini berfungsi sebagai pelajaran abadi bahwa kekuasaan duniawi adalah fana. Jika Abu Lahab yakin bahwa kekayaan dan keturunannya akan melindunginya dari kehancuran dakwah keponakannya, Allah memastikan bahwa keyakinan itu adalah kesia-siaan total. Tidak ada jaminan duniawi yang dapat membatalkan takdir azab ilahi yang telah ditetapkan.

Ayat 3: Dia Akan Masuk ke dalam Api yang Menyala

سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ

Transliterasi: Sa-yaṣlā nāran dhāta lahab.

Terjemahan: Kelak dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (Lahab).

Nubuat dan Korelasi Nama dalam Ayat 3

Ayat ketiga adalah puncak dari kutukan tersebut, yaitu nubuat tentang nasib akhiratnya. Ayat ini tidak menggunakan bentuk keraguan; ini adalah pernyataan kepastian.

Penting untuk dicatat kembali konteks historis ayat ini. Ayat ini turun saat Abu Lahab masih hidup. Penurunan surah ini memberikan kepastian mutlak mengenai status kekufuran abadi Abu Lahab. Tidak ada kesempatan baginya untuk bertobat atau masuk Islam, sebab jika ia bertobat, nubuat Al-Qur'an akan salah, yang mustahil. Ini adalah salah satu bukti terkuat kenabian Muhammad ﷺ; bahwa Allah dapat menyatakan kepastian takdir abadi seseorang sebagai bagian dari wahyu ilahi.

Para ahli tafsir menjelaskan bahwa nyala api (lahab) di sini merujuk pada tingkat neraka yang paling panas dan membakar, yang berbeda dari sekadar api biasa, sebagai hukuman setimpal atas permusuhannya yang membara terhadap risalah Allah.

Ayat 4: Dan Istrinya, Pembawa Kayu Bakar

وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ

Transliterasi: Wamra'atuhū ḥammālatal ḥaṭab.

Terjemahan: Dan (demikian pula) istrinya, pembawa kayu bakar.

Peran Ummu Jamil dan Simbolisme Kayu Bakar

Ayat keempat memperluas kutukan kepada istri Abu Lahab, yaitu Arwā binti Ḥarb, saudari dari Abu Sufyan, yang dikenal dengan julukan Ummu Jamil. Dia juga merupakan musuh bebuyutan Nabi Muhammad ﷺ dan istrinya, Khadijah.

Imam Al-Qurtubi dan Al-Jalalain menekankan bahwa makna kiasan ini lebih sesuai dengan peran Ummu Jamil sebagai agitator dan propagandis yang berusaha mencemarkan nama baik Nabi Muhammad ﷺ di Makkah. Dalam hukuman neraka nanti, perannya sebagai 'pembawa kayu bakar' akan menjadi nyata: ia akan membawa kayu bakar yang digunakan untuk membakar suaminya dan dirinya sendiri di Neraka, atau ia akan membawa beban dosa fitnahnya di lehernya.

Ayat ini mengajarkan bahwa dosa permusuhan terhadap kebenaran tidak hanya ditanggung oleh individu pemimpin, tetapi juga oleh pihak-pihak pendukung yang berperan aktif dalam menyebarkan kejahatan dan fitnah.

Ayat 5: Tali dari Sabut yang Melilit Lehernya

فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِّن مَّسَدٍ

Transliterasi: Fī jīdihā ḥablum mim masad.

Terjemahan: Di lehernya ada tali dari sabut (yang dipintal).

Detail Hukuman dan Simbolisme Masad

Ayat penutup yang terdiri dari tiga kata ini memberikan detail yang mengerikan mengenai hukuman spesifik bagi Ummu Jamil di Neraka.

Ayat ini menghubungkan kembali hukuman di akhirat dengan profesinya di dunia (baik secara harfiah maupun kiasan). Jika di dunia ia menggunakan tali untuk mengumpulkan fitnah (kayu bakar), maka di akhirat tali dari sabut yang kasar dan panas akan melilit lehernya. Tali ini melambangkan beban dosanya dan kehinaan yang dialaminya. Karena ia adalah wanita kaya dan berkedudukan, hukuman menggunakan tali kasar yang biasa dipakai oleh orang miskin atau budak adalah bentuk penghinaan yang mendalam.

Tafsir lain menyebutkan bahwa tali masad ini akan terbuat dari rantai api neraka, yang bukan hanya melilit tetapi juga membakar, sebagai simbol hukuman atas kesombongan dan keangkuhannya dalam memusuhi Allah dan Rasul-Nya.

Dimensi Linguistik dan Retorika (Balaghah) Surah Al-Lahab

Keindahan dan kekuatan Surah Al-Lahab tidak hanya terletak pada pesan teologisnya, tetapi juga pada keunggulan linguistiknya yang merupakan mukjizat Al-Qur'an. Dalam lima ayat yang sangat pendek ini, Al-Qur'an menggunakan teknik retorika yang kuat untuk memberikan dampak yang maksimal.

1. Penggunaan Tense yang Menegaskan Kepastian (Tabbat)

Ayat pertama, "Tabbat yadā Abī Lahabin," menggunakan kata kerja dalam bentuk masa lalu (fi'l māḍī), ‘tabbat’. Dalam retorika Arab, penggunaan bentuk lampau untuk peristiwa masa depan (seperti kehancuran di akhirat) bertujuan untuk menunjukkan bahwa peristiwa tersebut begitu pasti terjadi sehingga seolah-olah sudah terjadi di masa lalu. Ini memberikan bobot yang luar biasa pada ancaman tersebut, menghilangkan keraguan sedikitpun dari benak pendengar.

2. Korelasi Nama dan Hukuman (Jinās Isytiqāq)

Sebagaimana dibahas sebelumnya, korelasi antara nama julukan Abu Lahab (Bapak Api Menyala) dan hukuman yang menantinya (nāran dhāta lahab—api yang memiliki nyala) adalah contoh retorika puncak. Ini adalah ironi ilahi yang menghantam kesombongan Abu Lahab. Julukan yang mungkin ia terima dengan bangga di dunia karena wajahnya yang bersinar atau tempramennya yang membara, justru menjadi label bagi tempat azabnya yang abadi.

3. Metonimia dan Simbolisme (Yadā dan Ḥammālah al-Ḥaṭab)

Surah ini kaya akan penggunaan metonimia, di mana suatu bagian digunakan untuk merujuk pada keseluruhan:

4. Struktur dan Keseimbangan Ayat

Lima ayat ini disusun dalam keseimbangan yang ketat: dua ayat pertama berfokus pada kutukan dan ketidakbergunaan duniawi Abu Lahab; dua ayat berikutnya menjelaskan hukuman akhirat, yang melibatkan Abu Lahab dan istrinya; dan ayat terakhir memberikan detail spesifik hukuman bagi istrinya. Struktur ini menghasilkan alur ancaman yang logis, koheren, dan sangat mudah diingat oleh masyarakat Arab pada masa itu.

Kajian Mendalam tentang Kata 'Masad'

Kata Masad (مَّسَدٍ) di ayat terakhir bukan sekadar ‘sabut’ biasa. Dalam studi leksikografi Arab, Masad seringkali merujuk pada tali yang dipintal dengan sangat kuat dan kasar. Dalam konteks budaya Makkah, tali masad juga dikenal sebagai tali yang digunakan oleh wanita kaya raya untuk menghiasi diri mereka saat berkebun atau bepergian (meskipun lebih halus). Dengan menyebutkan tali masad yang kasar, Al-Qur'an secara halus mengingatkan pada kekayaan Ummu Jamil yang kini berbalik menjadi penyebab kehinaannya. Pilihan kata ini juga memberikan kesan bahwa tali tersebut sangat kuat, melilit lehernya secara permanen tanpa putus, menjamin azab yang kekal.

Pelajaran dan Hikmah Abadi dari Lima Ayat Al-Lahab

Meskipun Surah Al-Lahab secara spesifik ditujukan kepada dua individu, makna dan pelajarannya bersifat universal dan abadi bagi umat Islam di setiap zaman. Kelima ayat ini mengajarkan kita tentang prioritas, hubungan, dan kepastian janji Allah.

1. Hubungan Darah Tidak Menjamin Keimanan

Pelajaran terpenting dari Surah Al-Lahab adalah bahwa ikatan nasab, kekerabatan, atau kedekatan fisik dengan Nabi atau orang saleh tidak akan memberikan manfaat sedikitpun jika hati dipenuhi dengan kekufuran dan permusuhan. Abu Lahab adalah paman Nabi Muhammad ﷺ, darah daging keluarga, namun ia dikutuk secara abadi karena menolak kebenaran secara mutlak. Hal ini menguatkan prinsip dalam Islam: yang menentukan nasib seseorang di akhirat adalah keimanan dan amalnya, bukan garis keturunannya.

2. Kekuatan dan Kekayaan Fana

Ayat 2 secara eksplisit menyatakan bahwa harta (māl) dan segala yang diusahakan (mā kasab) tidak akan menyelamatkan seseorang dari azab Allah. Ini adalah teguran keras terhadap materialisme dan kesombongan duniawi. Sebesar apapun kekayaan dan sekuat apapun kedudukan politik seseorang, jika digunakan untuk melawan kebenaran, semuanya akan menjadi debu di hari perhitungan. Pelajaran ini relevan bagi setiap Muslim untuk meninjau kembali bagaimana mereka menggunakan sumber daya duniawi yang mereka miliki.

3. Peringatan Terhadap Fitnah dan Adu Domba

Hukuman yang ditimpakan kepada Ummu Jamil sebagai ḥammālatal ḥaṭab (pembawa kayu bakar/penyebar fitnah) adalah peringatan serius bagi umat Islam mengenai bahaya lisan. Menyebarkan kebohongan, gosip, atau fitnah adalah dosa yang sangat besar dan secara kiasan disamakan dengan mengobarkan api Neraka. Ini menekankan pentingnya menjaga lisan dan tidak berpartisipasi dalam perbuatan yang merusak reputasi orang lain atau memecah belah umat.

4. Kepastian Janji dan Ancaman Allah

Seluruh surah ini, dari Tabbat hingga Masad, berbicara dalam nada kepastian. Ini menegaskan bahwa janji dan ancaman Allah adalah kebenaran mutlak. Ketika Allah menyatakan kehancuran atau azab, hal itu pasti akan terjadi. Bagi orang beriman, ini adalah sumber keyakinan (yaqin) yang mendalam: janji surga bagi mereka yang beriman adalah sejati, sebagaimana ancaman neraka bagi orang kafir adalah sejati.

5. Dukungan Abadi bagi Nabi dan Risalah

Surah Al-Lahab diturunkan pada saat Nabi Muhammad ﷺ berada di titik terendah secara sosial dan sedang menghadapi tekanan hebat dari kaum kerabatnya. Penurunan surah ini adalah bentuk dukungan ilahi yang luar biasa dan penghiburan langsung dari Allah. Ini menunjukkan bahwa Allah senantiasa melindungi Rasul-Nya dan akan membalas setiap permusuhan yang ditujukan kepada kebenaran, bahkan jika permusuhan itu berasal dari keluarga terdekat. Ini memberikan motivasi bagi para pengemban dakwah untuk tidak gentar menghadapi penolakan, sekencang apapun angin topan permusuhan yang menerpa.

Implikasi Teologis Kontemporer

Dalam konteks modern, Surah Al-Lahab terus mengajarkan bahwa musuh kebenaran bisa datang dari mana saja, bahkan dari lingkaran sosial terdekat kita. Kita harus waspada terhadap mereka yang secara lahiriah mungkin dekat, namun hatinya dipenuhi kebencian terhadap ajaran Islam atau penolakan terhadap kebenusan ajaran tauhid. Lima ayat ini berfungsi sebagai cermin untuk menguji keimanan kita dan menolak segala bentuk kemewahan dan kekuasaan duniawi yang dapat mengalihkan kita dari jalan Allah.

Penafsiran Al-Masad: Fungsi dan Kehinaan

Untuk melengkapi pemahaman tentang surah yang terdiri dari lima ayat ini, kita perlu kembali menekankan pada kata penutup: Masad. Pilihan Allah untuk mengakhiri surah dengan detail kecil namun menyakitkan (tali dari sabut) adalah kunci untuk memahami kehinaan total yang akan dialami oleh pasangan ini.

Beberapa ulama tafsir kontemporer, seperti Sayyid Qutb dalam Fi Zilalil Qur’an, menekankan bahwa hukuman Ummu Jamil dengan tali sabut (masad) adalah kebalikan dari kehidupannya yang mewah. Di dunia, sebagai istri seorang bangsawan Quraisy yang kaya, Ummu Jamil biasa memakai perhiasan mahal di lehernya. Di akhirat, perhiasan tersebut digantikan oleh tali yang kasar dan hina, yang digunakan untuk mengikat barang-barang sepele. Kontras ini merupakan siksaan psikologis dan spiritual yang sangat dalam.

Selain itu, tali tersebut tidak hanya melilit lehernya tetapi juga memikul beban ‘kayu bakar’ (fitnah dan dosanya) yang dia kumpulkan di dunia. Dengan demikian, setiap langkahnya di neraka akan disertai rasa sakit dan beratnya beban dosa-dosa fitnahnya. Ini adalah contoh konkret bagaimana hukuman akhirat terkait langsung dengan jenis kejahatan yang dilakukan di dunia. Kejahatan yang dilakukan dengan lisan dan permusuhan (yang disimbolkan oleh api dan kayu bakar) akan dihukum dengan api dan simbol kehinan yang paling ekstrem.

Peringatan terhadap Keturunan Abu Lahab

Meskipun hukuman dalam surah ini sangat spesifik, penting untuk dicatat bahwa anak-anak Abu Lahab tidak serta merta dikutuk. Sebagian anak laki-laki Abu Lahab, seperti Ikrima bin Abu Jahal (yang juga awalnya musuh Islam), kemudian memeluk Islam dan menjadi sahabat mulia. Ini menunjukkan bahwa kutukan dalam lima ayat ini sangat spesifik ditujukan pada Abu Lahab dan istrinya karena permusuhan aktif dan langsung mereka, dan pintu tobat tetap terbuka bagi keturunan mereka yang tidak mengikuti jejak kekufuran orang tua mereka. Ini kembali menekankan bahwa hukuman dalam lima ayat ini bersifat personal dan berdasarkan pilihan individu.

Ringkasan Lima Ayat

  1. Ayat 1 (Kutukan): Mengumumkan kehancuran total usaha dan diri Abu Lahab. (Kepastian Takdir)
  2. Ayat 2 (Ketiadaan Manfaat): Menghilangkan ilusi bahwa harta atau kekuasaan dapat menyelamatkan dari azab Allah. (Kehinaan Duniawi)
  3. Ayat 3 (Hukuman): Meramalkan tempat kembalinya ke dalam api yang sesuai dengan julukannya (Lahab). (Azab Akhirat Abu Lahab)
  4. Ayat 4 (Keterlibatan Istri): Menarik istri Abu Lahab ke dalam hukuman karena perannya sebagai penyebar fitnah. (Keterlibatan Pendukung Kejahatan)
  5. Ayat 5 (Detail Hukuman Istri): Mendeskripsikan tali kehinaan yang akan melilit lehernya, setara dengan perbuatannya. (Balasan Setimpal)

Lima ayat ini adalah pelajaran yang tuntas dan komprehensif mengenai konsekuensi dari penolakan terhadap kebenaran yang disampaikan oleh Rasulullah ﷺ. Dari segi jumlah, lima ayat ini mungkin terlihat sedikit, namun dari segi kandungan teologis, historis, dan linguistik, ia membawa beban makna yang tak terbatas.

Dengan demikian, Surah Al-Lahab, meskipun hanya terdiri dari 5 ayat, memuat salah satu kisah peringatan paling dramatis dan tegas dalam Al-Qur'an, yang mengajarkan kepada umat manusia sepanjang masa bahwa pertalian darah dan kekayaan dunia tidak akan pernah menjadi perisai dari Murka Ilahi jika hati telah mati oleh permusuhan dan kekufuran.

Penyebaran dakwah di Makkah adalah perjuangan yang panjang, dan ayat-ayat seperti Surah Al-Lahab ini memberikan penegasan moral dan spiritual kepada komunitas Muslim awal bahwa Allah bersama mereka, dan musuh-musuh kebenaran pasti akan menuai balasan yang setimpal, baik di dunia maupun di Hari Kemudian. Kelima ayat tersebut merupakan janji yang pasti, sebuah proklamasi kehancuran yang tak terhindarkan bagi mereka yang memimpin perlawanan terhadap risalah terakhir dari Allah SWT.

🏠 Homepage