Simbol infak dan perjuangan di jalan Allah
Dalam kitab suci Al-Qur'an, surat Al-Baqarah menghadirkan berbagai ajaran mendalam yang relevan bagi kehidupan seorang Muslim. Di antara ayat-ayat yang terkandung di dalamnya, rentang ayat 215 hingga 225 memberikan panduan berharga mengenai pentingnya infak, tanggung jawab terhadap keluarga, serta sikap dalam menghadapi pilihan hidup. Ayat-ayat ini tidak hanya berbicara tentang ibadah vertikal kepada Allah SWT, tetapi juga menyoroti bagaimana praktik kebaikan kita tercermin dalam interaksi sosial dan pemberian kepada sesama.
يَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ ۖ قُلْ مَآ أَنفَقْتُم مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ
Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, "Harta apa saja yang kamu infakkan hendaklah diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnu sabil (orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan)." Dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.
Ayat ini menjadi titik awal diskusi tentang infak. Pertanyaan mengenai "apa yang harus diinfakkan" dijawab dengan penekanan pada siapa saja yang berhak menerimanya. Daftar penerima yang disebutkan – orang tua, kerabat, yatim piatu, fakir miskin, dan musafir yang membutuhkan – mencakup spektrum penerima yang luas, mulai dari lingkaran terdekat hingga mereka yang berada dalam kesulitan. Ini mengajarkan kita bahwa infak bukan sekadar memberikan harta, melainkan sebuah bentuk kepedulian sosial yang mencakup berbagai lapisan masyarakat yang membutuhkan uluran tangan. Penegasan bahwa Allah Maha Mengetahui setiap kebaikan yang kita lakukan memberikan motivasi spiritual yang kuat, mengingatkan bahwa setiap niat dan tindakan ikhlas akan dicatat dan dibalas oleh-Nya.
كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
Ayat 216 memperkenalkan konsep kewajiban berperang, yang seringkali menimbulkan ketidaksenangan karena risiko dan kesulitan yang melekat padanya. Namun, ayat ini memberikan perspektif yang lebih luas: apa yang tampak buruk bagi kita bisa jadi baik di sisi Allah, dan sebaliknya. Ini mengajarkan kita untuk bersabar dan tawakal, serta mempercayakan sepenuhnya hasil dari setiap usaha, termasuk perjuangan atau pengorbanan, kepada Allah SWT. Terkadang, ujian yang berat justru merupakan sarana untuk membersihkan diri dan meningkatkan kualitas spiritual kita.
يَسْأَلُونَكَ عَنِ ٱلشَّهْرِ ٱلْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ ۖ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ ۖ وَصَدٌّ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ وَكُفْرٌ بِهِۦ وَٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِۦ مِنْهُ أَكْبَرُ عِندَ ٱللَّهِ ۚ وَٱلْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ ٱلْقَتْلِ ۗ وَلَا يَزَالُونَ يُقَٰتِلُونَكُمْ حَتَّىٰ يَرُدُّوكُمْ عَن دِينِكُمْ إِنِ ٱسْتَطَٰعُوا۟ ۚ وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِۦ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَٰٓئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَٰلُهُمْ فِى ٱلدُّنْيَا وَٱلْآخِرَةِ ۖ وَأُولَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَٰلِدُونَ
Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah, "Berperang pada bulan haram itu adalah dosa besar. Tetapi menghalangi (orang) dari jalan Allah, kufur kepada-Nya, (menghalangi orang masuk) Masjidilharam, dan mengusir penduduknya dari sana, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan fitnah lebih besar daripada pembunuhan." Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai mereka mengusir kamu dari agamamu, jika mereka bisa. Siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.
Ayat 217 melanjutkan pembahasan tentang perang, khususnya terkait dengan bulan haram. Allah menjelaskan bahwa meskipun berperang di bulan haram adalah tindakan yang berat, ada perbuatan lain yang jauh lebih besar dosanya, seperti menghalangi dari jalan Allah, kekufuran, menghalangi ke Masjidilharam, dan mengusir penduduknya. Konsep "fitnah lebih besar dari pembunuhan" menunjukkan betapa seriusnya kerusakan yang ditimbulkan oleh penyebaran kebohongan dan perpecahan. Ayat ini juga mengingatkan bahaya murtad (keluar dari Islam) yang bisa menggugurkan seluruh amal kebaikan di dunia dan akhirat. Ini adalah peringatan keras tentang pentingnya menjaga keimanan dan keteguhan hati.
Rentang ayat 219 hingga 221 memberikan panduan yang lebih spesifik mengenai cara berinfak yang benar. Ayat-ayat ini menekankan pentingnya keseimbangan: berinfak itu baik, tetapi tidak sampai membuat diri sendiri atau keluarga menjadi terlantar. Di sisi lain, kekikiran yang berlebihan juga dilarang. Allah menganjurkan untuk berinfak dengan niat yang tulus dan memberikan dari harta yang baik.
Ayat-ayat ini beralih ke topik kebersihan diri dan kesucian dalam hubungan. Allah memerintahkan untuk tidak mendekati wanita saat haid, dan menegaskan bahwa taubat yang tulus akan diterima. Ayat 223 kemudian menekankan pentingnya menjaga diri dari neraka dan membelanjakan harta untuk jalan Allah, mengingatkan bahwa setiap perbuatan baik akan menjadi bekal di akhirat.
Terakhir, ayat 224 dan 225 berbicara tentang larangan bersumpah palsu dengan nama Allah dalam konteks tidak berbuat baik, bertaqwa, atau mendamaikan orang. Allah menegaskan bahwa Dia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui segala niat dan ucapan kita. Ayat ini mengingatkan agar sumpah kita selalu berlandaskan kebaikan dan kebenaran, serta menjadi alat untuk mendekatkan diri kepada-Nya, bukan untuk menghalangi kebaikan atau menimbulkan permusuhan.
Secara keseluruhan, Al-Baqarah ayat 215-225 menyajikan sebuah kurikulum lengkap bagi umat Islam. Mulai dari prioritas pemberian infak, menghadapi kesulitan dengan sabar, pentingnya menjaga keimanan dan kesucian, hingga etika bersumpah. Ayat-ayat ini mengajak kita untuk senantiasa meninjau kembali niat dan tindakan kita, memastikan bahwa setiap langkah yang diambil adalah untuk mencari ridha Allah SWT dan membawa kebaikan bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.