Kisah Para Rasul dan Panggilan Iman: Pelajaran dari Surah Al-Baqarah

Titik Awal Perjalanan Ujian Tujuan Doa

Ilustrasi perjalanan dan ujian dalam menempuh keimanan.

Ayat 253: Keunggulan Para Rasul

Surah Al-Baqarah, ayat 253, membuka pembahasan tentang keunggulan para rasul yang dikaruniakan oleh Allah SWT. Ayat ini menekankan bahwa Allah telah memilih sebagian rasul lebih atas sebagian yang lain. Ini bukanlah perbandingan dalam rangka merendahkan, melainkan sebuah penegasan atas tingkatan dan amanah yang diemban oleh masing-masing nabi dan rasul. Mereka adalah utusan-utusan pilihan yang membawa risalah ilahi, membimbing umat manusia menuju kebenaran.

"Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berbicara langsung kepadanya dan meninggikan sebagian derajatnya beberapa derajat." (QS. Al-Baqarah: 253)

Keistimewaan ini terlihat dari berbagai mukjizat yang diberikan, wahyu yang diterima secara langsung, serta peran mereka dalam mendidik dan menyelamatkan umatnya dari kesesatan. Allah memberikan kemampuan luar biasa kepada para rasul-Nya agar mereka mampu menyampaikan pesan-Nya dengan jelas dan meyakinkan. Kisah Nabi Musa AS yang berbicara langsung dengan Allah dan Nabi Isa AS yang dilahirkan melalui mukjizat, hanyalah segelintir contoh dari keistimewaan yang Allah berikan. Poin penting di sini adalah pengakuan atas kehendak Allah dalam menentukan siapa yang mendapat kelebihan dan bagaimana kelebihan itu akan digunakan untuk kemaslahatan umat.

Ayat 254-257: Keutamaan Sedekah dan Kesaksian Iman

Berlanjut ke ayat 254, fokus beralih pada pentingnya infak atau sedekah sebelum datangnya hari kiamat. Hari di mana tidak ada lagi jual beli, persahabatan, maupun syafaat, kecuali yang diizinkan oleh Allah. Ayat ini mengajak umat manusia untuk segera berinfak di dunia ini, sebelum kesempatan itu tertutup. Infaq yang tulus dan ikhlas adalah bekal berharga yang akan menolong di akhirat kelak.

"Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (hartamu) sebagian dari apa yang telah Kami karuniakan kepadamu sebelum datang hari (kiamat) yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak pula syafaat..." (QS. Al-Baqarah: 254)

Kemudian, ayat 255, yang terkenal dengan sebutan Ayat Kursi, adalah puncak keagungan Allah. Ayat ini menegaskan sifat-sifat kesempurnaan Allah: Maha Hidup, Maha Berdiri Sendiri, tidak mengantuk, tidak tidur. Kepada-Nya tunduk segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi. Kekuasaan-Nya meliputi segala sesuatu, dan pengetahuan-Nya tidak terbatas. Ayat ini menjadi bacaan yang sangat dianjurkan untuk menjaga diri dan sebagai pengingat akan kebesaran Allah.

"Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah melimpahi langit dan bumi, dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar." (QS. Al-Baqarah: 255)

Ayat 256 dan 257 menekankan kebebasan dalam beragama. Tidak ada paksaan dalam memeluk agama Islam. Barangsiapa yang menolak thaghut (segala sesuatu yang disembah selain Allah) dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang teguh kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Ayat ini menunjukkan bahwa keyakinan harus datang dari hati yang tulus, bukan karena paksaan.

"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Barangsiapa yang mengingkari thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 256)

"Allah menjadi pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya. Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindung mereka ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (QS. Al-Baqarah: 257)

Penegasan ini penting untuk dipahami bahwa iman adalah pilihan pribadi yang dilandasi kesadaran dan keyakinan mendalam. Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman, membimbing mereka dari kegelapan keraguan menuju cahaya kebenaran.

Ayat 258-260: Kisah Namrudz dan Ibrahim, serta Perumpamaan Kehidupan Duniawi

Ayat 258 menceritakan kisah penguasa zalim, Namrudz, yang berani membantah Allah dan mengklaim dirinya sebagai Tuhan. Ia menantang Nabi Ibrahim AS dalam berdebat mengenai ketuhanan. Nabi Ibrahim dengan tegas menyatakan bahwa Tuhannya adalah yang menghidupkan dan mematikan. Ketika Namrudz bersikeras, Nabi Ibrahim kemudian menggunakan argumen lain: Tuhannya menerbitkan matahari dari timur, maka Namrudz cobalah menerbitkannya dari barat. Ini adalah bukti kebesaran Allah yang tak terbantahkan, yang membuat Namrudz terdiam dan tak berdaya. Kisah ini mengajarkan pentingnya keberanian dalam membela kebenaran dan menolak kesewenang-wenangan penguasa yang melampaui batas.

"Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya, karena Allah telah memberikan kepadanya kerajaan. Ketika Ibrahim mengatakan: 'Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan', orang itu berkata: 'Aku menghidupkan dan mematikan'. Ibrahim berkata: 'Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat, lalu jadilah orang kafir itu terdiam heran. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS. Al-Baqarah: 258)

Ayat 259 menyajikan kisah seorang penduduk kota yang melewati reruntuhan kotanya yang telah hancur lebur. Ia bertanya-tanya bagaimana Allah akan menghidupkan kembali kota yang telah mati ini. Allah kemudian mematikannya selama seratus tahun, lalu membangkitkannya kembali. Peristiwa ini menjadi bukti nyata kekuasaan Allah dalam menghidupkan kembali yang telah mati, serta gambaran tentang kebangkitan di hari akhir. Nabi Uzair atau tokoh lain yang disebutkan dalam tafsir, menjadi saksi atas mukjizat ini.

"Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melewati sebuah negeri yang (negeri itu) telah berkalang tanah (hancur lebur), dia berkata: 'Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah matinya?' Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: 'Berapa lama kamu berada (di sini)?' Orang itu menjawab: 'Aku berada (di sini) sehari atau sebagian dari sehari.' Allah berfirman: 'Sebenarnya kamu telah berada seratus tahun; maka lihatlah makananmu dan minumanmu yang belum lagi berubah; dan lihatlah keledaimu (yang telah menjadi tulang belulang); dan agar Kami menjadikanmu pelajaran bagi manusia; dan lihatlah tulang belulang keledaimu, bagaimana Kami menyusunnya kembali kemudian Kami menutupinya dengan daging.' Maka tatkala telah jelas baginya (kenyataan itu) dia berkata: 'Aku mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu'." (QS. Al-Baqarah: 259)

Terakhir, ayat 260 menggambarkan perumpamaan kehidupan duniawi yang fana. Allah mengajukan pertanyaan retoris kepada Nabi Ibrahim AS tentang bagaimana ia akan menghidupkan kembali burung-burung. Nabi Ibrahim menjawab dengan keyakinan penuh. Allah kemudian memerintahkan agar ia mengambil empat ekor burung, memotong-motongnya, lalu meletakkannya di setiap bukit. Setelah memanggilnya, burung-burung itu datang kembali dengan utuh. Perumpamaan ini sangat kuat dalam menunjukkan kekuasaan Allah atas segala sesuatu, termasuk menghidupkan kembali manusia setelah kematian. Kehidupan dunia hanyalah sementara, sedangkan akhirat adalah kehidupan yang kekal.

"Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: 'Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.' Allah berfirman: 'Tidakkah kamu beriman?' Ibrahim menjawab: 'Bolehlah (beriman), tetapi agar hatiku tetap mantap.' Allah berfirman: 'Ambillah empat ekor burung, lalu latihlah (tundukkan) mereka kepadamu, kemudian jadikanlah atas tiap-tiap satu daripada tiap-tiap satu bukit, lalu panggil mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.' Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Al-Baqarah: 260)

Pelajaran dari ayat-ayat ini sangatlah mendalam. Mulai dari pengakuan keutamaan para rasul, pentingnya berinfak, keagungan Allah yang terlukis dalam Ayat Kursi, kebebasan beragama, hingga bukti-bukti kekuasaan Allah dalam menghidupkan dan mematikan serta membangkitkan kembali. Semua ini bertujuan untuk memperkuat keimanan dan keyakinan kita kepada Allah SWT, serta mendorong kita untuk senantiasa berbuat kebaikan dan menjauhi segala bentuk kesesatan.

🏠 Homepage