Menyelami Makna: Al-Baqarah Ayat 70-80 Latin dan Pelajaran Berharga
Surat Al-Baqarah, sebagai surat kedua dalam Al-Qur'an, mengandung berbagai kisah, hukum, dan pelajaran penting bagi umat manusia. Di antara ayat-ayatnya yang kaya makna, terdapat rentetan ayat 70 hingga 80 yang menceritakan dialog antara Nabi Musa AS dengan kaumnya terkait penyembelihan sapi betina. Kisah ini, meskipun tampak sederhana, menyimpan hikmah mendalam mengenai ketaatan, kehati-hatian dalam bertanya, serta betapa pentingnya tidak mempersulit urusan yang seharusnya mudah.
Mereka (Bani Israil) berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan apa (sifat) sapi betina itu." (Musa) menjawab, "Sesungguhnya Dia berfirman, sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda (antara itu), maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu." Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu agar Dia menjelaskan kepada kami apa warna sapi betina itu." (Musa) menjawab, "Sesungguhnya Dia berfirman, sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang cerah warnanya, menggembirakan orang-orang yang memandangnya." Mereka berkata, "Sekarang engkau jelaskan yang sebenarnya." Lalu mereka menyembelihnya, dan nyaris mereka tidak melaksanakan perintah itu.
Dan (ingatlah) ketika kamu membunuh seorang seseorang, lalu kamu saling tuduh-menuduh tentang hal itu. Tetapi Allah menyingkapkan apa yang kamu sembunyikan.
Fa-qulnadribūhu bib‘aḍihā. Każālika yuḥyillāhul-mautā wa yurīkum āyātihī la‘allakum ta‘qilūn.
Maka Kami berfirman, "Pukullah (mayat) itu dengan sebagian sapi betina itu." Demikianlah Allah menghidupkan orang-orang mati, dan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan-Nya) agar kamu mengerti.
Tsumma qasat qulūbukum mim ba‘di żālika fa hiya kal-ḥijārati au asyadd qaswah. Wa inna minal-ḥijārati lamā yatafajjaru minhul-anhār. Wa inna minhā lamā yassaqqaqu fa yakhruju minhul-mā’. Wa inna lahā la-yahbiṭu min khasyyatillāh. Wa māllāhu bighāfilin ‘ammā ta‘malūn.
Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras, seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal dari batu-batu ada sungai yang mengalir daripadanya, dan ada pula yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya, dan ada pula yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.
A-fataṭma‘ūna ay yu’minū lakum illā wa qad kāna farīqum minhum yasma‘ūna kalāmillāhi tsumma yuḥarrifūnahū mim ba‘di mā ‘aqalūhu wa hum ya‘lamūn.
Apakah kamu begitu menginginkan mereka memeluk agama kamu padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah memahaminya, sedang mereka mengetahuinya?
Dan apabila mereka bertemu dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata, "Kami telah beriman." Tetapi apabila mereka berasingan (sebahagian dengan sebahagian yang lain), mereka berkata, "Apakah kamu akan menceritakan kepada mereka (orang mukmin) apa yang telah diterangkan Allah kepadamu, agar mereka dapat mengalahkanmu di sisi Tuhanmu? Tidakkah kamu mengerti?"
Wa minhum ummiyyūna lā ya‘lamūnal-kitāba illā amāniyy. Wa in hum illā yaẓunnūn.
Dan di antara mereka ada yang buta huruf, mereka tidak mengetahui (isi) Kitab (Taurat) kecuali hanya tipu daya (bohong) belaka, dan mereka hanya menduga-duga.
Fa-wailul-lillazīna yaktubūnal-kitāba bi-aidīhim tsumma yaqūlūna hāżā min ‘indillāhi liyashtarū bihī tsamanang qalīlā. Fa-wailul-lahum mim-mā katabat aidīhim wa wailul-lahum mim-mā yaksibūn.
Maka celakalah orang-orang yang menulis Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu berkata, "Ini dari Allah," untuk menjualnya dengan harga yang sedikit. Maka celakalah mereka karena tulisan tangan mereka, dan celakalah mereka karena apa yang mereka peroleh.
Wa qālū lan tamassanan-nāru illā ayyāmam ma‘dūdah. Qul a-tattakhażtum ‘indallāhi ‘ahdan fa-lan yukhlifallāhu ‘ahdahū am taqūlūna ‘alallāhi mā lā ta‘lamūn.
Dan mereka (Yahudi) berkata, "Neraka tidak akan menyentuh kami, kecuali beberapa hari saja." Katakanlah, "Apakah kamu menerima janji dari Allah sehingga Allah akan menepati janji-Nya, atau kamu mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?"
Pelajaran dari Kisah Sapi Betina
Kisah penyembelihan sapi betina dalam Surat Al-Baqarah ini mengajarkan kita beberapa hal penting:
Ketaatan Mutlak kepada Allah: Meskipun perintahnya tampak tidak lazim dan memerlukan usaha ekstra, Bani Israil diperintahkan untuk taat. Kisah ini menyoroti pentingnya mematuhi perintah Allah tanpa banyak bertanya atau mencari celah, kecuali untuk kejelasan yang memang diperlukan.
Bahaya Bertanya yang Berlebihan: Bani Israil, dengan sifat keras kepala dan banyak tanya mereka, justru membuat perintah yang seharusnya mudah menjadi semakin rumit. Mereka terus menerus bertanya detail yang tidak perlu, yang akhirnya mempersulit mereka sendiri. Ini menjadi pelajaran bagi kita untuk tidak mempersulit diri sendiri atau orang lain dengan pertanyaan yang tidak perlu.
Ujian Keimanan: Perintah menyembelih sapi betina ini merupakan ujian keimanan bagi Bani Israil. Mereka yang benar-benar beriman akan berusaha melaksanakan perintah tersebut, sementara yang lain akan mencari alasan untuk menghindarinya.
Tanda-tanda Kekuasaan Allah: Kisah bagaimana mayat dihidupkan kembali setelah dipukul dengan bagian sapi betina menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah untuk menghidupkan yang mati. Ini adalah pengingat akan hari kebangkitan dan kekuasaan-Nya yang tak terbatas.
Kerasnya Hati: Ayat-ayat berikutnya menggambarkan bagaimana hati sebagian Bani Israil telah mengeras seperti batu. Ini adalah peringatan bagi kita untuk menjaga hati agar tetap lembut dan terbuka terhadap kebenaran dan peringatan Allah.
Manipulasi Agama: Ayat 75-79 menunjukkan perilaku sebagian dari mereka yang memutarbalikkan ajaran agama demi keuntungan duniawi. Ini adalah celaan terhadap para pendeta atau ulama yang memalsukan kitab suci atau ajaran agama demi mendapatkan keuntungan pribadi.
Kesombongan dan Anggapan Keistimewaan: Ayat 80 menunjukkan kesombongan Bani Israil yang merasa aman dari siksa neraka hanya karena mereka keturunan Nabi Ibrahim AS. Ini adalah pengingat bahwa keselamatan hanya didapat dari rahmat Allah dan ketaatan kepada-Nya, bukan sekadar garis keturunan atau klaim tanpa dasar.
Memahami dan merenungkan kisah serta makna di balik ayat-ayat Al-Qur'an seperti Al-Baqarah ayat 70-80 adalah sebuah perjalanan spiritual yang mendalam. Ini bukan hanya tentang membaca teks Latinnya, tetapi menyelami pesan-pesan ilahi yang terkandung di dalamnya untuk dijadikan pedoman hidup.