Ilustrasi: Cahaya Kebenaran
Surah Al-Bayyinah, yang berarti "Bukti yang Nyata", adalah surah ke-98 dalam Al-Qur'an. Surah ini merupakan surah Madaniyah dan terdiri dari delapan ayat. Bagian awal surah ini, yaitu ayat 1 hingga 5, secara tegas menjelaskan tentang kedatangan seorang rasul dari Allah yang membawa bukti-bukti kebenaran. Ayat-ayat ini merupakan penegasan yang kuat terhadap ketauhidan dan risalah kenabian, sekaligus memberikan gambaran mengenai dua kelompok manusia: mereka yang beriman dan beramal saleh, serta mereka yang kafir dan menolak kebenaran.
Ayat pertama ini membuka diskusi dengan menyatakan bahwa orang-orang kafir dari kalangan Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) serta kaum musyrikin tidak akan berhenti dari kekafiran dan kesesatan mereka. Mereka berada dalam kondisi tersebut sampai datang kepada mereka 'Al-Bayyinah', yaitu bukti yang sangat jelas dan terang. Bukti ini merujuk pada kedatangan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dengan membawa wahyu Allah, Al-Qur'an, serta mukjizat-mukjizat lainnya yang menegaskan kebenaran risalahnya. Sebelum kedatangan beliau, mereka tetap tenggelam dalam keraguan dan penolakan mereka terhadap kebenaran hakiki.
Ayat kedua melanjutkan penjelasan mengenai 'Al-Bayyinah' itu sendiri. Disebutkan bahwa bukti nyata itu adalah seorang rasul yang diutus langsung oleh Allah, yaitu Nabi Muhammad. Tugas utamanya adalah membacakan wahyu-wahyu Allah yang tertulis dalam lembaran-lembaran suci, yang kemudian kita kenal sebagai Al-Qur'an. Al-Qur'an digambarkan sebagai sesuatu yang 'mutahharah' (disucikan), menunjukkan kemurnian, kebenaran, dan kesuciannya dari segala bentuk kepalsuan atau keraguan. Ini adalah inti dari bukti yang dibawa oleh Rasulullah.
Ayat ketiga menegaskan kembali isi dari lembaran-lembaran suci tersebut. Al-Qur'an berisi 'kutubun qayyimah', yaitu kitab-kitab yang lurus, benar, dan merupakan pedoman hidup yang teguh. 'Qayyimah' memiliki makna yang tegak lurus, tidak menyimpang, dan menjadi tolok ukur kebenaran. Ini berarti Al-Qur'an adalah sumber ajaran yang murni dan sesuai dengan fitrah manusia, yang mengarahkan kepada kebaikan dan keselamatan. Isi kitab-kitab yang lurus ini mengajarkan tentang tauhid, keadilan, akhlak mulia, dan berbagai tuntunan hidup lainnya yang membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Setelah menjelaskan siapa pembawa bukti dan apa bukti itu, ayat-ayat selanjutnya membedakan respons manusia terhadap bukti tersebut, serta konsekuensinya.
Ayat keempat ini menyoroti fakta menyedihkan bahwa kaum Ahli Kitab, yang seharusnya menjadi penegak kebenaran karena telah memiliki kitab suci sebelumnya, justru terpecah belah setelah datangnya bukti nyata berupa Nabi Muhammad dan Al-Qur'an. Sebagian dari mereka ada yang beriman, namun sebagian besar tetap dalam kekufuran dan permusuhan. Perpecahan ini bukan disebabkan oleh keraguan pada bukti, melainkan karena kesombongan, kedengkian, dan fanatisme buta yang membuat mereka menolak kebenaran yang datang. Mereka mengira Al-Qur'an akan membatalkan kitab-kitab mereka dan status keistimewaan mereka, sehingga mereka menolaknya.
Ayat kelima adalah penegasan tentang esensi ajaran agama yang dibawa oleh para nabi, termasuk Nabi Muhammad. Dijelaskan bahwa inti dari agama yang lurus adalah penyembahan yang ikhlas hanya kepada Allah semata ('mukhlishina lahuddin'). Ibadah haruslah murni ditujukan kepada-Nya, tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain. Selain itu, perintah utama lainnya adalah menegakkan salat (hubungan vertikal dengan Allah) dan menunaikan zakat (hubungan horizontal dengan sesama manusia). Dua ibadah pokok ini menjadi pilar utama dalam mewujudkan agama yang lurus dan benar ('dinu al-qayyimah'). Perintah ini berlaku universal bagi seluruh umat manusia, termasuk Ahli Kitab. Penolakan terhadap Nabi Muhammad dan Al-Qur'an berarti penolakan terhadap esensi ajaran agama itu sendiri.
Dengan demikian, lima ayat pertama surah Al-Bayyinah ini memberikan landasan kokoh mengenai kebenaran risalah Nabi Muhammad, sifat Al-Qur'an sebagai kitab suci yang lurus, dan tuntunan dasar agama yang harus dijalankan oleh setiap insan. Ayat-ayat ini mengundang kita untuk merenungkan kembali keimanan kita dan memastikan bahwa ibadah kita benar-benar ikhlas hanya kepada Allah, serta kita senantiasa menegakkan salat dan menunaikan zakat sebagai bukti ketaatan kita.