Al Bayyinah Ayat 5 Menjelaskan Tentang

Kitab Suci Hidayah

Surah Al-Bayyinah, ayat kelima, merupakan salah satu ayat yang paling dalam maknanya dalam Al-Qur'an. Ayat ini tidak hanya menegaskan kembali inti dari risalah para nabi, tetapi juga menjelaskan esensi dari agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan para rasul sebelumnya. Pemahaman yang mendalam terhadap ayat ini memberikan pencerahan tentang tujuan penciptaan manusia dan bagaimana seharusnya seorang hamba berinteraksi dengan Penciptanya.

Inti Ajaran Agama yang Murni

Ayat kelima dari Surah Al-Bayyinah berbunyi:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
"Padahal mereka tidak diperintah kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan juga agar mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus."

Dari terjemahan di atas, kita dapat melihat bahwa ayat ini menjelaskan beberapa poin krusial mengenai ajaran agama yang lurus:

1. Ibadah dengan Ikhlas

Frasa "mukhlishina lahud-diina" (dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya) adalah kunci utama. Ini menegaskan bahwa seluruh bentuk ibadah, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi, haruslah dipersembahkan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Keikhlasan adalah pondasi terpenting dari setiap amal. Tanpa keikhlasan, ibadah yang dilakukan tidak akan diterima oleh Allah, meskipun terlihat sempurna secara lahiriah. Maknanya adalah seluruh orientasi hidup seorang mukmin, baik dalam ucapan, perbuatan, niat, maupun keyakinan, harus tertuju hanya kepada Allah semata.

2. Konsep Hanif (Lurus)

Penekanan pada "hunafaa'" (dalam keadaan lurus) menggambarkan ajaran agama yang murni dan teguh dalam kebenaran. Konsep "hanif" berarti berpaling dari kemusyrikan dan segala bentuk kesesatan menuju tauhid (mengesakan Allah). Ini bukan sekadar tidak melakukan kesyirikan, tetapi juga memiliki keteguhan hati dan komitmen untuk terus berada di jalan yang lurus sesuai petunjuk Allah. Agama yang lurus adalah agama yang tidak bercampur dengan bid'ah, khurafat, atau ajaran lain yang menyimpang dari tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah.

3. Penegakan Salat dan Penunaian Zakat

Ayat ini juga secara eksplisit menyebutkan dua pilar ibadah yang sangat penting dalam Islam, yaitu mendirikan salat dan menunaikan zakat. Salat adalah tiang agama, hubungan vertikal antara hamba dengan Tuhannya, yang berfungsi untuk mensucikan hati dan mengingatkan hamba akan tanggung jawabnya. Sementara zakat adalah ibadah sosial yang menyucikan harta dan memberikan manfaat bagi sesama, menegaskan hubungan horizontal antar sesama manusia dalam kerangka kepedulian dan keadilan.

Penyebutan kedua ibadah ini secara bersamaan menunjukkan keseimbangan dalam ajaran Islam, di mana hubungan dengan Sang Pencipta tidak boleh mengabaikan tanggung jawab terhadap sesama makhluk-Nya.

Agama yang Lurus: Jalan Keselamatan

Kalimat akhir ayat, "wa dzaalika diinul qayyimah" (dan yang demikian itulah agama yang lurus), menyimpulkan bahwa ajaran-ajaran yang disebutkan di atas merupakan esensi dari agama yang benar dan diridai oleh Allah. Agama yang lurus ini adalah jalan yang akan membawa keselamatan dan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Konsep "qayyimah" menunjukkan kestabilan, kebenaran, dan kelurusan yang tidak berubah. Ini adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia dan membawa kemaslahatan bagi individu maupun masyarakat.

Dengan memahami Al Bayyinah ayat 5, seorang Muslim diingatkan untuk terus menerus memperbaiki kualitas ibadahnya, memperdalam pemahaman tentang tauhid, serta konsisten dalam menjalankan syariat Islam. Keikhlasan, keteguhan di atas kebenaran, dan pelaksanaan ibadah yang sempurna adalah kunci untuk menggapai keridaan Allah SWT. Ayat ini menjadi pengingat yang kuat bahwa tujuan utama diciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya dengan cara yang paling benar dan murni.

🏠 Homepage