Surah Al Fatihah, yang dikenal sebagai Ummul Quran (Induk Al-Quran), adalah surah paling fundamental dalam Islam. Wajib dibaca dalam setiap rakaat shalat, kesempurnaan shalat sangat bergantung pada kesempurnaan bacaan Al Fatihah. Oleh karena itu, penguasaan ilmu Tajwid—ilmu yang mengatur cara pengucapan huruf Al-Quran yang benar—adalah suatu keharusan bagi setiap Muslim. Kesalahan dalam Tajwid pada Surah ini dapat mengubah makna, sehingga mengurangi keabsahan ibadah.
Artikel ini menyajikan panduan komprehensif, mendalam, dan terperinci mengenai setiap hukum Tajwid, makharijul huruf, dan sifat huruf yang terkandung dalam tujuh ayat Surah Al Fatihah. Tujuannya adalah membantu pembaca memahami tidak hanya *apa* aturannya, tetapi juga *bagaimana* dan *mengapa* aturan tersebut diterapkan, memastikan setiap pelafalan sesuai dengan riwayat bacaan Nabi Muhammad ﷺ.
Sebelum masuk ke analisis ayat per ayat, kita perlu memahami hukum dasar yang mendominasi Surah Al Fatihah, yaitu hukum Mad (panjang), Ghunnah (dengung), dan Makharijul Huruf (tempat keluar huruf).
Hukum Mad adalah yang paling sering ditemui. Mad secara harfiah berarti memanjangkan. Ada dua jenis Mad utama yang harus dikuasai dalam Al Fatihah:
Mad Thabi'i adalah dasar dari semua perpanjangan. Terjadi ketika ada Alif (ا) setelah Fathah, Ya Sukun (يْ) setelah Kasrah, atau Wau Sukun (وْ) setelah Dhommah. Panjangnya wajib dua harakat (dua ketukan). Mengabaikan panjang dua harakat ini termasuk kesalahan fatal (Lahn Jali) karena dapat menghilangkan atau mengubah makna. Dalam Al Fatihah, Mad Thabi'i muncul berulang kali, misalnya pada kata الرَّحْمٰنِ (Ar-Rahmaan) dan مَالِكِ (Maaliki).
Ini terjadi ketika huruf Mad Thabi'i diikuti oleh huruf yang disukunkan karena waqaf (berhenti). Aturan ini sangat penting karena kita sering berhenti di akhir ayat. Hukum ini membolehkan tiga tingkatan panjang:
Penting: Pembaca harus konsisten. Jika memilih empat harakat di akhir ayat pertama, maka harus menggunakan empat harakat untuk semua akhir ayat yang memiliki Mad Aridh Li Sukun.
Meskipun Al Fatihah tidak memiliki banyak Nun Sukun, Ghunnah harus diaplikasikan pada dua posisi wajib:
Pembahasan berikut akan mengupas setiap kata, bahkan setiap huruf yang memiliki potensi kesalahan Tajwid atau yang memerlukan perhatian khusus dalam pengucapannya.
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
1. بِسْمِ (Bism): Huruf Ba (ب) dan Mim (م) harus dibaca dengan Kasrah yang sempurna. Kesalahan umum adalah mengubah Kasrah (i) menjadi suara yang lebih dekat ke (e). Huruf Sin (س) harus dibaca dengan sifat Shofir (desisan) yang jelas, membedakannya dari Shad (ص).
2. ٱللَّهِ (Allah): Terdapat Lam Jalalah (Lam Lafazh Allah). Karena didahului oleh Kasrah (Mim pada Bism), Lam ini wajib dibaca Tarfq (tipis). Kesalahan fatal: menebalkannya (menjadi 'Bismullah'). Makhraj huruf Ha (ه) harus jelas keluar dari Aqsul Halq (pangkal tenggorokan).
3. ٱلرَّحْمَٰنِ (Ar-Rahmaan):
4. ٱلرَّحِيمِ (Ar-Rahiim):
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ
1. ٱلْحَمْدُ (Al Hamdu):
2. لِلَّهِ (Lillahi): Lam Jalalah (Allah) didahului Kasrah, sehingga wajib dibaca Tarfq (tipis). Makhraj Ha (ه) harus dari pangkal tenggorokan.
3. رَبِّ (Rabb): Ra (ر) dibaca Tafkhim (tebal) karena berharakat Fathah secara taqdiri (perkiraan) saat disambung. Ba (ب) bertasydid, harus ditekan kuat.
4. ٱلْعَٰلَمِينَ (Al-'Aalamiin):
ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
1. ٱلرَّحْمَٰنِ (Ar-Rahmaan):
2. ٱلرَّحِيمِ (Ar-Rahiim): Sama persis dengan Basmalah.
Pentingnya Konsistensi: Perhatikan bahwa meskipun ayat 3 sama persis dengan bagian Basmalah, kesalahan umum adalah perbedaan kualitas bacaan, terutama panjang Mad.
Ra adalah huruf yang memiliki potensi Tafkhim (tebal) dan Tarfiq (tipis). Dalam konteks ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ dan رَبِّ, Ra selalu dibaca Tafkhim. Tafkhim berarti mengangkat bagian belakang lidah ke langit-langit, membuat suara menjadi penuh dan berat. Ini harus dilakukan tanpa memonyongkan bibir.
مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ
1. مَٰلِكِ (Maaliki): Terdapat Mad Thabi'i (Alif kecil) setelah Mim, wajib dua harakat. Kesalahan umum adalah memanjangkan 'Li' atau 'Ki'. Hanya Mim yang panjang.
2. يَوْمِ (Yawmi): Huruf Ya (ي) Sukun didahului oleh Fathah, ini adalah Mad Lin (atau Harf Lin). Mad Lin dibaca dengan lembut dan cepat, tanpa Mad (panjang), kecuali jika berhenti (waqaf).
3. ٱلدِّينِ (Ad-Diin):
Penting untuk membedakan antara Mad yang disengaja (Mad Thabi'i) dan Mad yang disebabkan oleh waqaf (Mad Aridh Li Sukun). Dalam ٱلدِّينِ:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
1. إِيَّاكَ (Iyyaka): Hamzah (ء) pada permulaan harus jelas. Huruf Ya (ي) bertasydid menunjukkan penekanan yang sangat kuat, dua kali pengucapan. Kesalahan: membacanya ringan (Iyaka), yang dapat mengubah arti menjadi 'matahari'. Kesempurnaan tasydid Ya mutlak diperlukan di sini.
2. نَعْبُدُ (Na’budu): Huruf Ain (ع) harus dibaca dari tengah tenggorokan (Wasathul Halq). Kesalahan fatal: Mengubahnya menjadi Hamzah (ء), seperti 'Na'budu'. Ain memiliki sifat Tawasuth (moderat), tidak Syiddah dan tidak Rakhawah.
3. وَإِيَّاكَ (Wa Iyyaka): Sama dengan analisis إِيَّاكَ di atas, penekanan tasydid Ya.
4. نَسْتَعِينُ (Nasta’iin):
Dalam إِيَّاكَ, tasydid menunjukkan bahwa satu huruf diucapkan dua kali: yang pertama sukun (mati), yang kedua berharakat. Kelalaian dalam tasydid pada Ya (ي) dianggap Lahn Jali (kesalahan besar) karena mengubah makna dari "Hanya kepada-Mu" menjadi makna yang tidak sesuai syariat. Penekanan harus terasa tegas.
ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ
1. ٱهْدِنَا (Ihdina): Huruf Ha (ه) sukun harus dibaca dengan sifat Hams (ada hembusan napas). Makhrajnya dari pangkal tenggorokan. Aliran udara wajib terasa saat mengucapkan Ha.
2. ٱلصِّرَٰطَ (Ash-Shiraat):
3. ٱلْمُسْتَقِيمَ (Al-Mustaqiim):
Ayat 6 memberikan contoh yang kontras. Ra pada ٱلرَّحْمَٰنِ (Fathah) tebal, tetapi Ra pada ٱلصِّرَٰطَ (Kasrah) tipis. Untuk membaca Ra Tarfiq, pastikan pangkal lidah tetap rata dan tidak terangkat. Suara harus terasa ringan dan mendekati bunyi 'ri'. Kesalahan dalam membedakan ini mengubah kualitas suara Al-Quran secara signifikan.
Mencapai 5000 kata memerlukan pembahasan mendalam mengenai Makharijul dan Sifatul Huruf, yang merupakan fondasi utama Tajwid. Kesalahan dalam mengeluarkan huruf (Makhraj) atau memberikan sifat (Sifat) yang salah termasuk Lahn Jali.
Surah Al Fatihah mengandung tiga dari enam huruf Halq (tenggorokan), yang menuntut ketelitian tinggi:
Makhraj: Aqsul Halq (Pangkal Tenggorokan).
Sifat: Hams (aliran napas), Rakhawah (suara mengalir), Istifal (lidah rata), Infitah (terbuka). Ha harus dibaca dengan hembusan napas yang jelas, seolah ada uap keluar dari tenggorokan. Jika dibaca terlalu berat atau terpotong, ia kehilangan sifat Hams-nya.
Makhraj: Wasathul Halq (Tengah Tenggorokan).
Sifat: Hams (aliran napas), Rakhawah, Istifal. Ha ini lebih dalam dan lebih serak daripada Ha (ه). Kesalahan sering terjadi ketika pembaca membacanya seperti Ha (ه) atau sebaliknya. Ha (ح) adalah huruf yang membutuhkan latihan intensif untuk memproduksi suara yang benar-benar bersih dari tengah tenggorokan.
Makhraj: Wasathul Halq (Tengah Tenggorokan), sedikit di bawah Ha (ح).
Sifat: Jahr (suara tertahan), Tawasuth (moderat, tidak penuh Syiddah atau Rakhawah), Istifal. Ain wajib dibaca tebal, dalam, dan tidak boleh memiliki desah. Ini adalah huruf Jahr (getaran pita suara kuat) yang membedakannya dari Ha (ح) yang Hams. Kesalahan paling parah adalah menggantinya dengan Hamzah (ء).
Aplikasi berulang: Dalam ٱلْعَٰلَمِينَ, pastikan Ain dibaca penuh sebelum beralih ke Mad Thabi'i. Dalam نَعْبُدُ, pastikan Ain mendapatkan hak Tawasuth-nya sebelum berpindah ke Ba.
Makhraj: Ujung lidah bertemu bagian dalam gigi depan bawah.
Sifat: Isti’la (pangkal lidah terangkat), Ithbaq (lidah menempel langit-langit), Shofir (desis). Shad adalah salah satu huruf paling tebal. Ketebalannya datang dari Isti’la dan Ithbaq yang harus dijaga. Kesalahan: membacanya seperti Sin (س). Perbedaan antara Shad dan Sin terletak pada ketebalannya; Shad membutuhkan ruang vokal yang sempit dan tebal di mulut.
Makhraj: Ujung lidah bertemu pangkal gigi seri atas.
Sifat: Isti’la, Ithbaq, Jahr, dan Qalqalah. Tha adalah huruf yang paling kuat (Aqwa al-Huruf). Dalam ٱلصِّرَٰطَ, pastikan Tha dibaca dengan tekanan penuh dan Isti’la maksimal. Jika disambung, Tha dibaca normal. Jika berhenti (waqaf), Tha harus memiliki pantulan Qalqalah Sughra yang lembut.
Makhraj: Pangkal lidah (paling dalam) bertemu langit-langit lunak (dekat amandel).
Sifat: Isti’la (tebal), Jahr, Syiddah. Qaf adalah huruf tebal yang sering tertukar dengan Kaf (ك). Perbedaan utama adalah Qaf tebal dan keluar dari area yang lebih dalam. Dalam ٱلْمُسْتَقِيمَ, Qaf harus dibaca tebal, memastikan ia tidak menjadi Kaf tipis.
صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ
Ayat terakhir ini adalah yang paling panjang dan mengandung hukum Tajwid yang lebih kompleks, menuntut perhatian terhadap detail kecil.
1. صِرَٰطَ (Shiraat): Sama seperti ayat 6. Shad tebal, Ra tipis, Mad Thabi'i, dan Tha tebal.
2. ٱلَّذِينَ (Alladzina): Lam bertasydid menunjukkan Idgham Syamsiyah. Dzal (ذ) harus dibaca dari ujung lidah menyentuh ujung gigi seri atas (Huruf Lisawiyah), dengan sifat Rakhawah (suara mengalir). Jangan dibaca seperti Za (ز) atau Jim (ج).
3. أَنْعَمْتَ (An’amta):
4. عَلَيْهِمْ (Alaihim): Ya Sukun didahului Fathah (Mad Lin). Ha (ه) sukun harus jelas hembusannya. Mim Sukun bertemu Ghain (غ): Idzhar Syafawi.
5. غَيْرِ (Ghairi): Ghain (غ) adalah huruf tebal (Tafkhim), keluar dari Adnal Halq (tenggorokan atas). Ghain sering terlewatkan dan dibaca terlalu ringan. Ra (ر) dibaca Tarfiq (tipis) karena Kasrah.
6. ٱلْمَغْضُوبِ (Al-Maghdhuubi):
7. وَلَا (Wa Laa): Mad Thabi'i (Alif) dua harakat.
8. ٱلضَّآلِّينَ (Adh-Dhaaallin): Ini adalah kata yang memiliki hukum Mad paling panjang dan dengung wajib.
Huruf Dhad (ض) dan Ghain (غ) sering menjadi penentu kualitas bacaan karena kesulitan makhrajnya. Keduanya adalah huruf yang Mufakhamah (ditebalkan) secara permanen.
Dhad pada ٱلْمَغْضُوبِ dan ٱلضَّآلِّينَ memerlukan latihan khusus. Dhad harus keluar dari kedua sisi lidah (atau salah satunya) menempel erat ke geraham. Sifatnya meliputi: Isti’la, Ithbaq, Jahr, Rakhawah. Khususnya Rakhawah, yang berarti suara harus mengalir. Kesalahan yang sering terjadi adalah pembaca memberikan sifat Syiddah (suara terputus) atau menempatkannya terlalu jauh ke depan sehingga terdengar seperti Dal atau Zha.
Dalam ٱلضَّآلِّينَ, Dhad yang bertasydid harus dibaca dengan penekanan ganda, menjaga ketebalan selama 6 harakat Mad yang mengikutinya, dan kemudian memastikan transisi yang mulus ke Lam bertasydid.
Ghain pada غَيْرِ dan ٱلْمَغْضُوبِ. Makhrajnya berada di tenggorokan paling atas. Sifatnya adalah Isti’la (tebal), Rakhawah (mengalir), dan Jahr. Ghain harus memiliki suara mengalir yang tebal (seperti gerakan berkumur yang lembut). Ketika Ghain sukun (seperti pada ٱلْمَغْضُوبِ), pastikan suara Ghain terdengar jelas tanpa Qalqalah (pantulan), dan ketebalannya tetap terjaga meskipun sebelum dan sesudahnya adalah Mim dan Dhad.
Kata ٱلضَّآلِّينَ adalah satu-satunya tempat dalam Al Fatihah di mana kita menemukan Mad Lazim Kilmi Muthaqqal. Hukum ini adalah yang paling panjang dan wajib dalam Tajwid. Wajib 6 harakat karena huruf Mad (Alif) bertemu dengan huruf bertasydid (Dhad bertasydid) dalam satu kata.
Detail pengucapan 6 harakat:
Mengabaikan panjang 6 harakat ini dianggap Lahn Jali. Ini adalah bagian yang paling rentan terhadap kesalahan ritme dan panjang dalam Surah Al Fatihah.
Untuk mencapai bacaan yang benar, kita harus menghindari kesalahan-kesalahan umum yang sering dilakukan, yang sebagian besar berkaitan dengan Lahn Jali (kesalahan besar) yang mengubah makna atau Lahn Khafi (kesalahan tersembunyi) yang mengurangi kesempurnaan bacaan.
Surah Al Fatihah adalah peta jalan menuju kesempurnaan shalat. Pemahaman teoritis atas hukum Tajwid yang telah diuraikan, mulai dari detail Mad Thabi'i, hukum Tafkhim dan Tarfiq pada Ra, hingga kompleksitas Mad Lazim dan makhraj Dhad dan Ghain, adalah tahap awal.
Namun, ilmu Tajwid adalah ilmu lisan. Tidak ada pemahaman yang sempurna tanpa proses Talaqqi (belajar langsung dari guru yang bersanad). Guru Tajwid akan mendengarkan dan mengoreksi aplikasi makharijul huruf yang halus, yang tidak dapat dipahami hanya melalui membaca teks.
Setiap Muslim didorong untuk secara rutin meninjau dan memperbaiki bacaan Surah Al Fatihah mereka. Dengan menjaga kualitas bacaan, kita memastikan bahwa ibadah shalat yang kita dirikan benar-benar sah dan diterima oleh Allah subhanahu wa ta'ala.