Saat membicarakan AS Roma, banyak nama besar yang terlintas di benak para penggemar. Namun, ada satu nama yang secara konsisten dikenang karena kontribusinya yang luar biasa, semangat juangnya yang tak kenal lelah, dan kepemimpinannya di lini belakang. Dia adalah Marcos Evangelista de Morais, atau yang lebih dikenal sebagai Cafu. Pemain asal Brasil ini bukan sekadar bek kanan; ia adalah sebuah fenomena yang mengukir sejarah di Stadio Olimpico.
Cafu bergabung dengan AS Roma pada tahun 1997, datang dari klub Brasil, Palmeiras. Kepindahannya ke Italia menandai awal dari sebuah era baru dalam kariernya, dan bagi Giallorossi. Dalam kurun waktu enam musim berseragam Roma, Cafu menjelma menjadi pilar tak tergantikan di sektor pertahanan kanan. Kecepatan, stamina, dan kemampuan bertahannya yang solid membuatnya menjadi mimpi buruk bagi para penyerang lawan. Namun, yang membuat Cafu begitu istimewa adalah kontribusi ofensifnya yang luar biasa.
Ia adalah seorang bek sayap modern sebelum istilah itu benar-benar populer. Cafu memiliki kemampuan untuk naik hingga ke garis tengah lapangan, bahkan seringkali masuk ke kotak penalti lawan, memberikan dimensi serangan yang segar bagi Roma. Umpan silangnya akurat, tendangannya keras dan terarah, serta ia tidak ragu untuk melakukan tusukan-tusukan mematikan dari sisi lapangan. Kemampuannya untuk memberikan keseimbangan antara bertahan dan menyerang inilah yang membuatnya menjadi aset tak ternilai bagi tim.
Salah satu momen paling bersejarah bagi Cafu dan AS Roma adalah ketika mereka berhasil meraih gelar Serie A pada musim 2000-2001. Di bawah kepelatihan Fabio Capello, Roma menampilkan performa gemilang, dan Cafu adalah salah satu aktor utama di balik kesuksesan tersebut. Ia memimpin tim dengan karisma dan determinasi yang luar biasa. Sebagai kapten tim, Cafu seringkali menjadi suara di lapangan, memotivasi rekan-rekannya untuk terus berjuang hingga akhir.
Keberhasilan meraih Scudetto merupakan puncak pencapaiannya bersama Roma. Ia juga turut membawa Roma meraih dua gelar Supercoppa Italiana pada tahun 2001. Setiap pertandingan yang dimainkannya diwarnai dengan energi yang tak habis-habisnya. Ia berlari tanpa kenal lelah, baik saat menyerang maupun bertahan, memberikan contoh nyata tentang dedikasi seorang profesional.
Lebih dari sekadar statistik gol atau assist, Cafu membawa etos kerja yang tinggi ke dalam tim. Ia selalu memberikan 100% kemampuannya di setiap sesi latihan maupun pertandingan. Kebiasaan ini menular kepada rekan-rekannya, menciptakan lingkungan yang kompetitif dan penuh semangat di ruang ganti. Ia adalah sosok pemimpin yang disegani oleh semua orang, baik pemain maupun staf pelatih.
Setelah meninggalkan AS Roma pada tahun 2003 untuk bergabung dengan rival sekota, AC Milan, Cafu tetap dikenang sebagai salah satu bek kanan terbaik yang pernah bermain untuk klub ibukota Italia tersebut. Warisannya bukan hanya dalam bentuk trofi yang diraih, tetapi juga dalam inspirasi yang ia berikan. Ia menunjukkan bagaimana seorang pemain belakang bisa menjadi ancaman nyata bagi pertahanan lawan, bagaimana kepemimpinan bisa dibangun di atas performa di lapangan, dan bagaimana dedikasi tanpa henti dapat membawa sebuah tim meraih kejayaan.
Generasi penggemar AS Roma yang menyaksikan aksinya akan selalu mengingat momen-momen magisnya: tekel bersihnya, umpan silang terukurnya, dan tentu saja, selebrasi gol yang penuh gairah. Cafu bukan hanya bermain untuk Roma, ia hidup untuk Roma. Pengaruhnya terasa hingga kini, di mana para pemain muda terus belajar dari rekaman pertandingan dan cerita tentang "Il Pendolino" – sang pelari cepat – yang meneror sayap kanan lawan selama bertahun-tahun. Ia adalah ikon sejati, seorang legenda yang akan selalu terpatri dalam sejarah kebesaran AS Roma.