Surat At-Tin, surat ke-95 dalam Al-Qur'an, adalah permata yang sarat makna. Dengan pembukaan yang begitu memikat, "Demi (buah) tin dan (buah) zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi kota Mekah ini yang aman," Allah SWT bersumpah. Sumpah ini bukan sekadar pengantar, melainkan sebuah kunci untuk memahami kedalaman pesan yang akan disampaikan. Namun, sebelum menyelami tafsir dan pelajaran dari surat ini, menarik untuk merenungkan konteks dan makna di balik sumpah-sumpah yang disebutkan. Apa yang membuat buah tin, zaitun, Gunung Sinai, dan Makkah begitu istimewa sehingga layak disumpah oleh Sang Pencipta?
Buah tin dan zaitun adalah dua buah yang memiliki sejarah panjang dalam peradaban manusia, terutama di wilayah Timur Tengah. Keduanya dikenal karena nilai nutrisi dan manfaat kesehatannya yang luar biasa. Buah tin, yang rasanya manis dan teksturnya lembut, seringkali menjadi sumber energi dan nutrisi penting. Sementara itu, buah zaitun dan minyaknya telah digunakan selama ribuan tahun, tidak hanya sebagai makanan, tetapi juga sebagai obat dan bahan bakar.
Dalam konteks keagamaan, buah tin dan zaitun seringkali diasosiasikan dengan kesuburan, kemakmuran, dan kehidupan yang diberkahi. Sebagian ulama menafsirkan penyebutan kedua buah ini sebagai pengingat akan anugerah Allah SWT berupa rezeki yang halal dan baik. Selain itu, keberadaan keduanya di berbagai tempat yang suci dan bersejarah, seperti yang akan kita bahas, menambah kedalaman maknanya. Keberadaan keduanya juga bisa merujuk pada tempat-tempat di mana para nabi diutus dan menyebarkan ajaran agama, menunjukkan pentingnya buah-buahan ini dalam sejarah kenabian.
Gunung Sinai, atau Jabl Musa, adalah tempat yang sangat bersejarah dalam tradisi agama samawi. Di tempat inilah Nabi Musa AS menerima wahyu dari Allah SWT, yaitu sepuluh perintah Allah dan kitab Taurat. Peristiwa monumental ini menjadikan Gunung Sinai sebagai simbol tempat bertemunya manusia dengan keagungan ilahi, tempat terjadinya dialog antara Tuhan dan hamba-Nya.
Sumpah dengan Gunung Sinai menggarisbawahi betapa pentingnya peristiwa wahyu dalam sejarah manusia. Wahyu adalah petunjuk dari Allah yang membedakan manusia dari kebinatangan, membimbingnya menuju kebaikan dan kebenaran. Ini adalah sumber hukum, moralitas, dan panduan hidup. Dengan menyebut Gunung Sinai, Allah SWT seolah mengingatkan kita tentang anugerah besar berupa petunjuk-Nya yang menjadi pegangan bagi umat manusia sepanjang zaman. Keberadaan Nabi Musa di sana juga menjadi pengingat tentang perjuangan para nabi dalam menyampaikan risalah Allah.
Makkah Al-Mukarramah, tanah suci yang menjadi kiblat umat Islam seluruh dunia, disebut dalam sumpah ini sebagai "kota Mekah ini yang aman." Makkah bukan sekadar kota biasa, melainkan pusat spiritualitas, tempat lahirnya Nabi Muhammad SAW, dan situs Ka'bah yang suci. Keamanan yang melekat pada Makkah, bahkan sebelum Islam datang, merupakan salah satu keistimewaan yang diakui oleh Allah SWT.
Sumpah dengan Makkah yang aman menekankan keutamaan dan kesucian kota ini. Makkah adalah simbol kedamaian, tempat dilahirkannya ajaran Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Keamanan Makkah adalah refleksi dari keberkahan dan perlindungan ilahi. Kota ini menjadi tempat berkumpulnya umat Islam dari berbagai penjuru dunia untuk menunaikan ibadah haji dan umrah, menunjukkan persatuan dan kesatuan umat. Penyebutan Makkah juga mengisyaratkan akan peran sentral kota ini dalam menyebarkan risalah Islam ke seluruh dunia.
Keempat elemen yang disebut dalam sumpah awal surat At-Tin – buah tin dan zaitun, Gunung Sinai, dan Makkah – bukanlah entitas yang terpisah, melainkan sebuah rangkaian yang saling terkait. Buah tin dan zaitun melambangkan anugerah materi dan kesehatan, sementara Gunung Sinai melambangkan anugerah wahyu dan petunjuk ilahi. Makkah, sebagai tanah kelahiran Islam, melambangkan wadah dari wahyu tersebut dan tempat dilahirkannya pemimpin agung yang membawa risalah keselamatan.
Para ulama menafsirkan bahwa Allah SWT mengumpulkan sumpah ini untuk menekankan betapa berharganya anugerah yang diberikan kepada manusia. Allah mengingatkan bahwa Dia menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Namun, anugerah ini bisa menjadi sia-sia jika tidak diiringi dengan pemahaman akan petunjuk-Nya. Buah-buahan yang baik memberikan kekuatan fisik, namun petunjuk dari Gunung Sinai dan ajaran Islam yang berpusat di Makkah memberikan kekuatan spiritual dan moral. Manusia yang diciptakan dalam sebaik-baik bentuk akan menjadi makhluk yang mulia jika ia memanfaatkan anugerah fisik dan spiritual ini untuk tunduk kepada Allah dan berbuat kebajikan.
Dengan merenungkan konteks sebelum Surat At-Tin, kita diajak untuk lebih menghargai setiap ayat dan setiap kata dalam Al-Qur'an. Sumpah-sumpah ini bukan sekadar retorika, melainkan pondasi untuk memahami esensi penciptaan manusia dan tujuan keberadaannya. Ini adalah panggilan untuk mensyukuri nikmat Allah, baik yang bersifat lahiriah maupun batiniah, serta untuk senantiasa berpegang teguh pada ajaran-Nya.