Dalam lautan ayat-ayat Al-Qur'an yang penuh hikmah, Surah Al-Baqarah ayat 131 menonjol sebagai permata yang memancarkan esensi ketundukan total dan keikhlasan yang murni kepada Allah SWT. Ayat ini bukan sekadar bacaan, melainkan sebuah panduan fundamental yang mengajarkan bagaimana seharusnya seorang Muslim menjalani hidupnya, berlandaskan pada perintah Sang Pencipta.
Ayat ini berbunyi:
Kisah Nabi Ibrahim AS, sang bapak para nabi, seringkali menjadi contoh utama dalam Al-Qur'an untuk menggambarkan nilai-nilai luhur. Dalam konteks surah Al-Baqarah ayat 131, kita melihat bagaimana respons Nabi Ibrahim ketika dihadapkan pada sebuah perintah dari Tuhannya. Kata "أسلم" (aslim) yang berarti "tunduk patuhlah" atau "berserah dirilah" adalah sebuah seruan mutlak. Ini bukan permintaan yang bisa dinegosiasikan, melainkan sebuah instruksi ilahi yang menuntut kepatuhan penuh.
Respons Nabi Ibrahim, "أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ" (aslamtu li Rabbil 'alamin), yang berarti "Aku tunduk patuh kepada Tuhan seluruh alam," menunjukkan level keimanan dan ketundukan yang luar biasa. Ia tidak hanya menjawab dengan satu kata, tetapi menegaskan pengakuan bahwa sumber segala kepatuhan adalah Allah, Tuhan semesta alam. Ini menyiratkan sebuah penerimaan yang tanpa syarat, tanpa keraguan, dan tanpa sedikit pun penolakan. Keikhlasan dalam merespons perintah ilahi adalah inti dari ayat ini.
Ayat ini secara gamblang mengajarkan bahwa dasar dari kehidupan seorang Muslim adalah ketaatan dan keikhlasan. Ketaatan bukan sekadar menjalankan ritual atau mematuhi aturan secara lahiriah, melainkan sebuah penerimaan yang mendalam terhadap setiap perintah dan larangan Allah. Keikhlasan, di sisi lain, adalah niat yang murni untuk beribadah hanya kepada Allah, tanpa pamrih duniawi atau pujian dari manusia.
Menelaah surah Al-Baqarah ayat 131 membantu kita merefleksikan kualitas ketundukan kita. Apakah kita benar-benar tunduk kepada Allah dalam setiap aspek kehidupan kita? Apakah kita membedakan antara perintah Allah dan keinginan diri sendiri, atau keinginan orang lain? Ketundukan Nabi Ibrahim adalah model yang sempurna, menunjukkan bahwa ketika Allah memerintahkan sesuatu, respons yang paling tepat adalah segera dan penuh kerelaan.
Implikasi Praktis:
Surah Al-Baqarah ayat 131 mengingatkan kita bahwa pengakuan keislaman bukanlah sekadar ucapan lisan, melainkan sebuah komitmen seumur hidup. Nabi Ibrahim tidak hanya mengatakan "Aku tunduk," tetapi ia telah mewujudkan ketundukannya melalui seluruh kehidupannya, termasuk ujian-ujian berat yang dihadapinya. Ini adalah gambaran nyata dari "Islam" itu sendiri, yaitu penyerahan diri sepenuhnya kepada kehendak Allah.
Dalam menghadapi tantangan hidup, ayat ini memberi kekuatan dan ketenangan. Ketika kita merasa bingung atau terbebani, mengingat firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 131 dapat menjadi pengingat bahwa kuncinya adalah kembali kepada Allah dan berserah diri kepada-Nya. Kepatuhan yang lahir dari keikhlasan akan mendatangkan ketenangan batin dan keberkahan yang tak terhingga.
Mari kita renungkan ayat mulia ini lebih dalam, dan jadikan ia sebagai kompas yang menuntun langkah kita di dunia ini, demi meraih keridaan Allah SWT di akhirat kelak. Kesempurnaan iman terletak pada sejauh mana kita mampu mewujudkan makna "aslim" dalam setiap denyut nadi kehidupan kita, sebagaimana dicontohkan oleh kekasih Allah, Nabi Ibrahim Al-Masih.