Surah Al-Baqarah, surah terpanjang dalam Al-Qur'an, menyimpan banyak kisah, pelajaran, dan hukum. Di antara ayat-ayatnya yang penuh hikmah, terdapat rangkaian kisah mengenai perintah Allah SWT kepada Bani Israil untuk menyembelih seekor sapi betina. Ayat 70 hingga 76 Surah Al-Baqarah ini bukan sekadar cerita masa lalu, melainkan sarat dengan makna mendalam tentang ketaatan, ujian keimanan, dan bagaimana kebingungan bisa muncul akibat kerasnya hati dan penolakan terhadap kebenaran.
Kisah ini bermula ketika Bani Israil dihadapkan pada sebuah masalah: adanya pembunuhan di antara mereka, dan tidak ada yang mengetahui pelakunya. Allah SWT kemudian memerintahkan Nabi Musa AS untuk memerintahkan kaumnya menyembelih seekor sapi betina. Namun, alih-alih langsung mematuhi, mereka justru memperdebatkan ciri-ciri sapi tersebut. Pertanyaan mereka menunjukkan adanya keraguan dan keinginan untuk menguji batasan perintah Allah.
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." Mereka berkata, "Apakah engkau hendak menjadikan kami bahan ejekan?" Musa menjawab, "Aku berlindung kepada Allah agar tidak termasuk orang-orang yang bodoh." (QS. Al-Baqarah: 67)
Ayat 67 ini membuka rangkaian kisah tersebut, dan pertanyaan mereka "Apakah engkau hendak menjadikan kami bahan ejekan?" menunjukkan betapa hati mereka dipenuhi prasangka buruk dan ketidakpercayaan. Padahal, perintah itu datang langsung dari Allah SWT melalui Nabi-Nya.
Setelah Nabi Musa AS menegaskan bahwa ia berlindung dari kebodohan dan memerintahkan mereka untuk taat, Bani Israil kemudian meminta petunjuk lebih lanjut mengenai sifat sapi yang harus disembelih. Mereka ingin mengetahui ciri-cirinya agar tidak salah pilih. Jawaban Allah SWT melalui Nabi Musa AS terus mengkerucut, menggambarkan bagaimana pentingnya mengikuti petunjuk dengan penuh ketundukan.
Mereka berkata, "Mohonlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami apa (sifat) sapi betina itu." Musa berkata, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda; tetapi (usia) di antara keduanya. Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu." (QS. Al-Baqarah: 68)
Perintah untuk mencari sapi yang "tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda" menunjukkan bahwa ujian ini bukan tentang mencari sesuatu yang sulit, tetapi tentang sejauh mana kesungguhan mereka dalam mencari dan melaksanakan perintah. Namun, mereka terus saja mencari celah dan detail.
Meski sudah ada penjelasan, Bani Israil kembali bertanya. Kali ini mereka ingin tahu warna sapi tersebut. Ini adalah titik di mana kesabaran Nabi Musa AS diuji, namun ia tetap menyampaikan perintah Allah.
Mereka berkata, "Mohonlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami apa warnanya." Musa menjawab, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi itu adalah sapi betina yang kuning tua warnanya, lagi terang coraknya, yang menyenangkan orang-orang yang memandangnya." (QS. Al-Baqarah: 69)
Warna kuning tua yang terang ini semakin memperjelas ciri-ciri sapi. Namun, semakin detail ciri-cirinya, semakin tampak bahwa mereka justru mempersulit diri sendiri. Seandainya mereka langsung mencari sapi betina yang memenuhi kriteria awal, mungkin urusan ini akan lebih mudah.
Puncak dari serangkaian pertanyaan dan keraguan ini adalah ketika mereka akhirnya menemukan sapi yang sesuai. Namun, setelah menemukan sapi yang sesuai dengan semua ciri yang disebutkan, mereka justru merasa berat untuk menyembelihnya. Ini menunjukkan bahwa masalahnya bukan pada kesulitan menemukan sapi, melainkan pada keengganan hati mereka untuk tunduk pada perintah Allah.
Mereka berkata, "Mohonlah kepada Tuhanmu agar Dia menjelaskan kepada kami kedudukannya, karena sesungguhnya sapi (yang lain) tampak sama bagi kami, dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk." (QS. Al-Baqarah: 70)
Ayat 70 ini menggambarkan puncak kebingungan yang mereka ciptakan sendiri. Kata-kata "sesungguhnya sapi (yang lain) tampak sama bagi kami" merupakan dalih yang mereka gunakan untuk menunda-nunda dan terus mencari alasan. Ini adalah cerminan dari jiwa yang enggan taat. Allah SWT melalui Nabi Musa AS tetap memberikan petunjuk, bahkan ketika mereka mulai mendekati kebenaran, namun dengan nada peringatan.
Musa berkata, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak (pula) untuk mengairi tanaman, lagi sehat dan tidak ada di tubuhnya suatu belang warna apa pun." Mereka berkata, "Sekarang barulah engkau benar (mengatakannya)." Kemudian mereka (lama) menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melakukannya. (QS. Al-Baqarah: 71)
Kalimat terakhir, "dan hampir saja mereka tidak melakukannya," adalah penutup yang sangat kuat. Ini menunjukkan betapa beratnya perintah itu bagi mereka, meskipun semua keraguan mereka telah terjawab. Mereka menyembelihnya, namun dengan rasa enggan dan terpaksa.
Kisah sapi betina dalam Surah Al-Baqarah ayat 70-76 mengajarkan beberapa pelajaran penting:
Dengan memahami ayat-ayat ini, kita dapat mengambil pelajaran berharga untuk memperbaiki diri dalam menghadapi perintah-perintah agama. Marilah kita jadikan kisah ini sebagai pengingat untuk selalu berserah diri dan taat kepada Allah SWT dengan penuh keikhlasan.