Surat Al-Baqarah, ayat 131 hingga 140, merupakan bagian penting dari Juz kedua Al-Qur'an. Ayat-ayat ini melanjutkan kisah Nabi Ibrahim AS dan menunjukkan bagaimana beliau menguji keimanan dan ketundukannya kepada Allah SWT. Fokus utama dari rangkaian ayat ini adalah penyerahan diri total kepada Allah dan pentingnya menjaga tauhid, ajaran dasar Islam yang paling fundamental. Kisah ini memberikan pelajaran berharga tentang keikhlasan, kesabaran, dan keyakinan yang teguh dalam menghadapi cobaan.
Dalam ayat-ayat ini, Allah SWT mengisahkan bagaimana Nabi Ibrahim AS, setelah menerima berbagai ujian, diperintahkan untuk menyembelih putranya, Ismail. Perintah ini datang sebagai ujian tertinggi untuk melihat sejauh mana ketundukan dan kecintaannya kepada Sang Pencipta melampaui ikatan duniawi, termasuk ikatan seorang ayah kepada anaknya. Kehadiran kisah Nabi Ibrahim AS dalam Surat Al-Baqarah menegaskan posisinya sebagai salah satu nabi paling utama dan teladan bagi umat manusia dalam hal keimanan dan kepatuhan.
إِذْ قَالَ لَهُۥ رَبُّهُۥٓ أَسْلِمْ ۖ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ ٱلْعَـٰلَمِينَ
Idz qoola lahuu Robbuhuu aslim qoola aslamtu liRobbil ‘aalamiin
Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan seluruh alam".
وَوَصَّىٰ بِهَآ إِبْرَٰهِـۧمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَـٰبَنَىَّ إِنَّ ٱللَّهَ ٱصْطَفَىٰ لَكُمُ ٱلدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
Wa wassaa bihaaa Ibroohiimu baneehi wa Ya’quub, yaa bunayyal lahal lastofa lakumud diina falaa tamuutunna illaa wa antum muslimuun
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam."
أَمْ كُنتُمْ شُهَدَآءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ ٱلْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنۢ بَعْدِى قَالُواْ نَعْبُدُ إِلَـٰهَكَ وَإِلَـٰهَ ءَابَآئِكَ إِبْرَٰهِـۧمَ وَإِسْمَـٰعِيلَ وَإِسْحَـٰقَ إِلَـٰهًا وَٰحِدًا وَنَحْنُ لَهُۥ مُسْلِمُونَ
Am kuntum syuhadaaa’a idz hadar Ya’quubal mautu idz qoola libaeehi maa ta’buduuna min ba’dii, qooluu na’budu ilaa-haka wa ilaa-ha aabaaa’ika Ibroohiima wa Ismaa’iila wa Ishaaqo ilaa-hanw waahidaw wa nahnu lahuu muslimuun
Apakah kamu menjadi saksi ketika Ya'qub mendekati maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah setelah aku?" Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa; dan kami hanya tunduk kepada-Nya."
تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ ۖ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُم مَّا كَسَبْتُمْ ۖ وَلَا تُسْـَٔلُونَ عَمَّا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
Tilka ummatun qad khalat, lahaa maa kasabat wa lakum maa kasabtum, wa laa tus’aluuna ‘amma kaanuu ya’maluun
Itu adalah umat yang telah lalu; bagi mereka apa yang telah mereka usahakan, dan bagimu apa yang telah kamu usahakan. Dan kamu tidak akan diminta pertanggungjawaban tentang apa yang telah mereka kerjakan.
وَقَالُواْ كُونُواْ هُودًا أَوْ نَصَٰرَىٰ تَهْتَدُواْ ۗ قُلْ بَلْ مِلَّةَ إِبْرَٰهِـۧمَ حَنِيفًا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ
Wa qooluu kuunuu huudan au nasraaa tah’taduu, qul bal milata Ibroohiima haniifaa, wa maa kaana minal musyrikiin
Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk." Katakanlah: "Tidak, (tetapi ikutilah) agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim bukanlah termasuk orang-orang musyrik."
قُولُوٓاْ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ وَمَآ أُنزِلَ إِلَيْنَا وَمَآ أُنزِلَ إِلَىٰٓ إِبْرَٰهِـۧمَ وَإِسْمَـٰعِيلَ وَإِسْحَـٰقَ وَيَعْقُوبَ وَٱلْأَسْبَاطِ وَمَآ أُوتِىَ مُوسَىٰ وَعِيسَىٰ وَمَآ أُوتِىَ ٱلنَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُۥ مُسْلِمُونَ
Qooluuu aamannaa billaahi wa maaa unzila ilainaa wa maaa unzila ilaaa Ibroohiima wa Ismaa’iila wa Ishaaqo wa Ya’quuba wal Asbaat wa maaa uutii Muusaa wa ‘Iysaa wa maaa uutiyan nabiyyuuna min Robbihim, laa nufarriqu baina ahadim minhum wa nahnu lahuu muslimuun
Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami, kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya'qub dan anak cucunya, dan kepada apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk kepada-Nya."
فَإِنْ ءَامَنُواْ بِمِثْلِ مَآ ءَامَنتُم بِهِۦ فَقَدِ ٱهْتَدَواْ ۖ وَإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنَّمَا هُمْ فِى شِقَاقٍ ۖ فَسَيَكْفِيكَهُمُ ٱللَّهُ ۚ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ
Fa in aamanuu bimitsli maaa aamantum bihii faqod ihtedaw, wa in tawallaw fa innamaa hum fii shiqaaq, fa sayakfiikahumullaah, wa huwas samii’ul ‘aliim
Jika mereka beriman seperti apa yang kalian imani, maka sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, maka sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (denganmu). Maka Allah akan mencukupi (kebutuhan) mereka. Dan Dialah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
صِبْغَةَ ٱللَّهِ ۖ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ ٱللَّهِ صِبْغَةً ۖ وَنَحْنُ لَهُۥ عَـٰبِدُونَ
Shibghotal laah, wa man ahsanu minallaahi shibghotaw, wa nahnu lahuu ‘aabiduun
(Ini adalah) celupan Allah, dan siapa yang lebih baik celupannya daripada Allah? Dan hanya kepada-Nya kami menyembah.
قُلْ أَتُحَآدُّونَنَا فِى ٱللَّهِ وَهُوَ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ ۚ وَلَنَآ أَعْمَـٰلُنَا وَلَكُمْ أَعْمَـٰلُكُمْ ۖ وَنَحْنُ لَهُۥ مُخْلِصُونَ
Qul atuhaaadduunanaa fill laahi wa huwa Robbunaa wa Robbukum, wa lanaaa a’maalunaa wa lakum a’maalukum, wa nahnu lahuu mukhlishuun
Katakanlah: "Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu; bagi kami amalan kami dan bagimu amalanmu dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan diri."
أَمْ تَقُولُونَ إِنَّ إِبْرَٰهِـۧمَ وَإِسْمَـٰعِيلَ وَإِسْحَـٰقَ وَيَعْقُوبَ وَٱلْأَسْبَاطَ كَانُواْ هُودًا أَوْ نَصَٰرَىٰ ۗ قُلْ ءَأَنتُمْ أَعْلَمُ أَمِ ٱللَّهُ ۗ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن كَتَمَ شَهَـٰدَةً عِندَهُۥ مِنَ ٱللَّهِ ۗ وَمَا ٱللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
Am taquuluuna inna Ibroohiima wa Ismaa’iila wa Ishaaqo wa Ya’quuba wal Asbaato kaanuu hudan au nasaraa, qul aa antum a’lamu amillaah, wa man azhlamu mimman katama shahaadata ‘indahuu minallaah, wa mal laahu bighaafilin ‘amma ta’maluun
Atau apakah kamu akan mengatakan bahwa Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya'qub dan anak cucunya adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani? Katakanlah: "Apakah kamu yang lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menyembunyikan kesaksian yang ada padanya daripada Allah? Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan."
Kisah Nabi Ibrahim AS dan keturunannya dalam ayat-ayat ini menekankan pentingnya mengikuti ajaran tauhid yang murni, yaitu keyakinan bahwa hanya ada satu Tuhan yang wajib disembah, yaitu Allah SWT. Ajaran ini diwariskan dari generasi ke generasi, dari Nabi Ibrahim AS hingga Nabi Muhammad SAW. Ayat-ayat ini juga menjadi bantahan terhadap klaim-klaim umat terdahulu mengenai garis keturunan atau agama nenek moyang sebagai jaminan keselamatan, menegaskan bahwa yang terpenting adalah keyakinan dan amal perbuatan pribadi yang ikhlas.
Penekanan pada "Shibghah Allah" atau celupan Allah dalam ayat 138 mengacu pada fitrah manusia yang diciptakan dalam keadaan suci dan memiliki kecenderungan untuk berbuat baik dan mengenal Tuhannya. Ajaran Islamlah yang mengembalikan manusia kepada fitrahnya. Ayat-ayat ini secara keseluruhan mengingatkan umat Islam untuk senantiasa berpegang teguh pada ajaran tauhid, mengikuti jejak para nabi, dan tidak terpengaruh oleh klaim-klaim yang tidak berdasar. Ini adalah seruan untuk memahami agama secara benar dan mengamalkannya dengan penuh keikhlasan.