Keadilan dalam Transaksi Timbangan Keadilan

Surat Al Baqarah Ayat 280-290: Pedoman dalam Muamalah dan Keadilan

Surat Al Baqarah, sebagai surat terpanjang dalam Al-Qur'an, sarat akan berbagai pedoman hidup bagi umat Islam. Di antara ayat-ayatnya yang mendalam, terdapat rangkaian ayat mulai dari 280 hingga 290 yang secara khusus menyoroti aspek muamalah, terutama terkait dengan utang-piutang, transaksi keuangan, dan prinsip keadilan yang harus ditegakkan. Ayat-ayat ini memberikan panduan yang sangat praktis dan berkeadilan, mencerminkan perhatian Islam terhadap kesejahteraan individu dan masyarakat.

Ayat-ayat tentang Utang-Piutang dan Penundaan Pembayaran

Rangkaian ayat ini dimulai dengan firman Allah SWT dalam Surat Al Baqarah ayat 280, yang berbicara mengenai kewajiban bagi orang yang mampu untuk menunda pembayaran utang kepada orang yang kesulitan.

وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ ۚ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan jika (orang yang berutang) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai ia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang itu) lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”

Ayat ini mengajarkan empati dan kemudahan bagi mereka yang sedang dilanda kesulitan ekonomi. Islam mendorong umatnya untuk tidak membebani orang yang sedang kesusahan. Memberikan tenggang waktu, atau bahkan memaafkan sebagian atau seluruh utang, adalah perbuatan yang sangat mulia dan bernilai di sisi Allah. Ini menunjukkan bahwa Islam tidak hanya mengatur ibadah ritual, tetapi juga sangat memperhatikan aspek sosial dan ekonomi, serta menumbuhkan rasa kasih sayang antar sesama.

Kewajiban Pencatatan Utang dan Saksi

Selanjutnya, Surat Al Baqarah ayat 282 memberikan panduan rinci mengenai pentingnya pencatatan setiap transaksi utang-piutang, serta anjuran untuk mendatangkan saksi.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ ۖ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ ۚ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا ۚ فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمْلِلَ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ ۚ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ ۖ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَىٰ ۚ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا ۚ وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَىٰ أَجَلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَىٰ أَلَّا تَرْتَابُوا إلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا ۗ وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ ۚ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ ۚ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman! Apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar, dan janganlah penulis enggan menulis sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis. Dan hendaklah orang yang berutang itu membacakan (apa yang ia utang) dan bertakwalah kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun dari utangnya. Jika orang yang berutang itu lemah akalnya atau lemah badannya atau tidak mampu membacakan sendiri, maka hendaklah walinya membacakan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu. Jika tidak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa, maka seorang (perempuan) yang lain mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan apabila mereka dipanggil. Janganlah kamu merasa jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar, sampai batas waktu pembayarannya. Yang demikian itu lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak menimbulkan keraguanmu. (Boleh) kamu tidak menulisnya, tetapi (yang penting) kamu menjadi saksi, atasmu. Dan janganlah penulis dan saksi menyulit-nyulitkan (seperti meminta bayaran lebih). Jika kamu melakukan yang demikian, maka sesungguhnya itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah mengajarmu. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Ayat ini menekankan transparansi dan kehati-hatian dalam setiap transaksi finansial. Pencatatan yang rinci dengan saksi yang adil berfungsi sebagai bukti tertulis yang dapat mencegah perselisihan di kemudian hari. Aturan mengenai jumlah saksi, dengan mempertimbangkan perbandingan pria dan wanita, didasarkan pada hikmah bahwa perempuan memiliki kapasitas untuk saling mengingatkan jika salah satu lupa. Hal ini menunjukkan keseimbangan dan pemahaman mendalam terhadap realitas sosial.

Larangan Riba dan Prinsip Keadilan

Surat Al Baqarah ayat 275 hingga 280 secara umum membahas larangan riba. Walaupun tidak secara eksplisit disebutkan dalam rentang 280-290, semangat keadilan dan larangan praktik eksploitatif selalu mengalir dalam konteks pengaturan muamalah. Ayat-ayat ini mengingatkan pentingnya mencari rezeki yang halal dan menghindari praktik yang dapat merugikan pihak lain, terutama yang lemah.

Penutup dan Janji Allah

Menjelang akhir rangkaian ayat-ayat ini, terutama pada Surat Al Baqarah ayat 286, Allah SWT menegaskan bahwa Dia tidak akan membebani seseorang melampaui kesanggupannya.

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ ۖ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا ۚ أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat seksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): 'Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau membebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami pikul. Maafkanlah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.”

Ayat ini menjadi penyejuk hati dan penguat keyakinan. Menegaskan bahwa Allah Maha Adil dan Maha Pengasih, tidak akan memberikan cobaan di luar batas kemampuan hamba-Nya. Doa yang diajarkan dalam ayat ini mencakup permohonan agar dihindarkan dari siksa karena lupa atau salah, beban berat, serta permohonan ampun, maaf, dan rahmat.

Secara keseluruhan, rentang ayat Surat Al Baqarah 280-290 memberikan pelajaran berharga mengenai pentingnya kejujuran, keadilan, empati, dan profesionalisme dalam setiap urusan finansial. Pedoman ini tidak hanya untuk mengatur hubungan antar sesama, tetapi juga sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT yang Maha Mengetahui lagi Maha Adil. Mengamalkan nilai-nilai ini akan menciptakan tatanan masyarakat yang lebih harmonis, terhindar dari perselisihan, dan penuh keberkahan.

🏠 Homepage