Tafsir Mendalam Surah Al-Masad: Tabbat Yada Abi Lahab

Kajian Komprehensif Mengenai Kontroversi, Konteks, dan Konsekuensi Nubuat Tertulis

I. Mengidentifikasi Tabbat Yada: Surah Apa yang Dimaksud?

Frasa "Tabbat yada" (تَبَّتْ يَدَا) adalah sebuah ungkapan yang sangat kuat, memulai sebuah narasi sekaligus sebuah kutukan yang abadi dalam sejarah Islam. Pertanyaan mengenai "tabbat yada surat apa" merujuk secara langsung dan eksklusif kepada salah satu surah terpendek namun paling dramatis dalam Al-Qur'an, yaitu Surah Al-Masad (سورة المسد), yang juga dikenal sebagai Surah Al-Lahab (سورة اللهب).

Surah ini memiliki keunikan yang luar biasa. Ia adalah satu-satunya surah dalam Al-Qur'an yang secara eksplisit menyebutkan dan mengutuk salah satu individu yang masih hidup pada masa pewahyuan. Subjek kutukan tersebut adalah Abu Lahab ibn Abd al-Muttalib, paman Nabi Muhammad ﷺ, dan istrinya, Ummu Jamil. Nama surah ini sendiri, Al-Masad, merujuk pada tali sabut (tali dari serat pohon kurma) yang digunakan oleh Ummu Jamil.

Dalam konteks kronologis pewahyuan, Surah Al-Masad digolongkan sebagai Surah Makkiyyah, yang diturunkan pada fase awal dakwah, ketika konflik antara Nabi dan keluarganya, khususnya klan Quraisy, mulai memanas dan mencapai puncaknya. Surah ini merupakan respons langsung terhadap tindakan pengkhianatan dan permusuhan yang dilakukan oleh Abu Lahab terhadap keponakannya sendiri saat beliau mulai menyampaikan risalah secara terbuka kepada masyarakat Mekah.

1.1. Teks Lengkap Surah Al-Masad

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
(١) تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ
(٢) مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ
(٣) سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ
(٤) وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ
(٥) فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِّن مَّسَدٍ

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.
(1) Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia!
(2) Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan.
(3) Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (Lahab).
(4) Dan (begitu juga) istrinya, pembawa kayu bakar.
(5) Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal (Masad).

Penting untuk dicatat bahwa surah ini bukan sekadar kutukan pribadi. Ia adalah sebuah pernyataan profetik mengenai nasib akhir (akibat) bagi siapa pun yang menolak kebenaran secara terang-terangan dan menggunakan kekuasaan, kekayaan, atau ikatan keluarga untuk menghalangi risalah Ilahi. Frasa pembuka, "Tabbat yada," secara literal berarti "celaka/binasa kedua tangan," namun secara idiomatik menunjukkan kehancuran total atas seluruh usaha, pekerjaan, dan hasil jerih payah seseorang.

Simbol Tangan dan Api Representasi visual Surah Al-Masad: Sebuah tangan yang terbalik dikelilingi oleh api yang bergejolak, melambangkan kutukan dan azab Abu Lahab. تَبَّتْ يَدَا

Alt Text: Ilustrasi tangan terbalik yang diliputi api, melambangkan kutukan 'Tabbat Yada' dan api Lahab.

II. Asbabun Nuzul: Kisah Peringatan di Bukit Safa

Pemahaman mengenai mengapa Surah Al-Masad diturunkan sangat krusial, karena ini memberikan konteks tentang betapa parahnya permusuhan Abu Lahab. Menurut riwayat yang sangat masyhur, terutama yang dicatat oleh Al-Bukhari, Surah ini diturunkan setelah Nabi Muhammad ﷺ menerima perintah untuk menyampaikan dakwah secara terbuka kepada kaum keluarganya.

2.1. Dakwah Terbuka Pertama

Setelah bertahun-tahun berdakwah secara rahasia, Allah ﷻ memerintahkan Nabi untuk memulai dakwah secara terang-terangan. Nabi Muhammad ﷺ kemudian memanjat Bukit Safa, salah satu bukit tertinggi di Mekah, pada pagi hari. Dengan menggunakan tradisi Arab kuno, beliau memanggil kabilah-kabilah Quraisy, "Ya Shabahah!" (Wahai, pagi celaka!), seruan yang hanya digunakan ketika ada bahaya besar yang mendekat (seperti serangan musuh). Orang-orang Quraisy, termasuk Abu Lahab dan pembesar lainnya, berkumpul di sekeliling bukit.

Nabi ﷺ bertanya kepada mereka: "Bagaimana pendapat kalian jika aku memberitahu kalian bahwa ada sepasukan kavaleri di balik bukit ini yang siap menyerang kalian, apakah kalian akan memercayaiku?" Mereka menjawab serempak, "Kami tidak pernah mendengar engkau berbohong!"

Kemudian, beliau melanjutkan: "Sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan bagi kalian di hadapan azab yang keras."

2.2. Respon Berbahaya dari Abu Lahab

Ketika Nabi Muhammad ﷺ selesai menyampaikan risalahnya, respon yang datang bukan dari tokoh luar, melainkan dari pamannya sendiri, Abu Lahab. Abu Lahab segera berdiri dan melontarkan kata-kata yang penuh amarah, kecaman, dan kutukan. Ia berseru: "Celakalah engkau sepanjang hari ini! Apakah hanya untuk ini engkau mengumpulkan kami?"

Kutukan yang dilontarkan oleh Abu Lahab kepada Nabi Muhammad ﷺ inilah yang segera dijawab oleh wahyu Ilahi. Surah Al-Masad diturunkan segera setelah insiden ini, membalikkan kutukan tersebut kepada Abu Lahab sendiri, namun dengan intensitas dan kepastian yang jauh lebih mengerikan.

Jika Abu Lahab mengutuk Nabi dengan harapan aktivitas dakwahnya binasa, maka Allah membalas dengan memastikan bahwa seluruh usaha, kekayaan, dan eksistensi Abu Lahab, baik di dunia maupun di Akhirat, adalah kebinasaan yang pasti.

2.3. Kenapa Bukan Nama Lain? Identitas Abu Lahab

Abu Lahab memiliki nama asli Abdul ‘Uzza ibn Abdul Mutthalib. Nama panggilannya, Abu Lahab (Bapak Jilatan Api), diberikan kepadanya karena wajahnya yang tampan dan bersinar kemerahan. Namun, ironisnya, nama panggilan inilah yang digunakan oleh Allah ﷻ dalam Surah ini, memberikan korelasi sempurna antara nama julukannya di dunia dan nasibnya di Akhirat, yaitu api yang bergejolak (Lahab).

Abu Lahab tidak hanya menentang Nabi secara verbal. Ia dan istrinya, Ummu Jamil, adalah tetangga terdekat Nabi. Mereka melakukan kampanye teror dan penganiayaan yang terus menerus. Mereka melempar sampah di depan rumah Nabi, meletakkan duri di jalan yang dilewati Nabi, dan secara aktif memimpin boikot terhadap Banu Hasyim.

Ilustrasi Bukit Safa Garis besar bukit dengan sosok berdiri di puncak, melambangkan momen dakwah terbuka di Bukit Safa yang memicu kutukan Abu Lahab. Bukit Safa

Alt Text: Gambar sederhana bukit Safa dengan satu sosok berdiri di puncaknya.

III. Tahlil Linguistik dan Tafsir Mendalam (Ayat 1-3)

Untuk mencapai kedalaman pemahaman yang substansial, kita harus membedah setiap kata dalam Surah Al-Masad, merujuk pada tafsir klasik dan kontemporer, yang menunjukkan tingkat kemukjizatan (I'jaz) linguistik dan nubuat dalam surah ini.

3.1. Ayat 1: تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ (Tabbat yadaa Abi Lahabin watabb)

Terjemahan: Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia!

A. Analisis Kata 'Tabbat' (تَبَّتْ): Kebinasaan Total

Kata Tabbat berasal dari akar kata T-B-B, yang memiliki arti kekalahan, kerugian, kebinasaan, atau kehancuran. Ini lebih dari sekadar "sial"; ini adalah kehancuran mutlak dan kegagalan total dalam mencapai tujuan.

B. Identifikasi 'Abu Lahab'

Seperti disebutkan sebelumnya, penggunaan nama Abu Lahab, alih-alih nama aslinya Abdul ‘Uzza, adalah sebuah kemukjizatan linguistik dan profetik. Nama panggilan ini telah menjadi sinonim dengan api Neraka yang dijanjikan dalam ayat berikutnya. Ini mengikat identitasnya di dunia dengan azabnya di Akhirat, memperkuat hukuman yang disampaikan Surah tersebut.

3.2. Ayat 2: مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُۥ وَمَا كَسَبَ (Maa aghnaa ‘anhu maaluhuu wa maa kasab)

Terjemahan: Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan.

Ayat ini berfungsi sebagai penolakan terhadap pemikiran umum kaum Quraisy bahwa kekayaan dan status sosial dapat menjadi pelindung dari azab Ilahi. Abu Lahab adalah seorang tokoh kaya, berkuasa, dan berstatus tinggi di Mekah, tetapi Surah ini meniadakan semua keunggulan duniawi tersebut.

Inti dari ayat ini adalah doktrin tauhid: tidak ada pelindung selain Allah. Di hari Kiamat, ikatan darah, harta, dan kekuasaan tidak akan berfungsi sebagai perantara atau penolong.

3.3. Ayat 3: سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ (Sayashlaa naaran zaata Lahab)

Terjemahan: Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (Lahab).

Ayat ini adalah inti nubuat dan menghubungkan kutukan di dunia (Ayat 1) dengan konsekuensi di Akhirat. Kata kunci di sini adalah:

Kemukjizatan Nubuat (I'jaz Nubuwwi)

Ayat 3 ini mengandung salah satu kemukjizatan terbesar Surah Al-Masad. Surah ini diturunkan sebelum Abu Lahab meninggal dunia. Selama beberapa tahun setelah wahyu ini turun, Abu Lahab memiliki kesempatan penuh untuk membuktikan Al-Qur'an salah. Cukup baginya untuk mengucapkan Syahadat (walaupun secara munafik) di hadapan publik, dan nubuat dalam ayat 3 akan menjadi tidak valid (karena jika ia masuk Islam, ia tidak akan masuk neraka secara kekal). Namun, Abu Lahab tidak pernah masuk Islam. Dia meninggal dalam keadaan kafir total, memverifikasi secara mutlak kepastian nubuat yang telah tertulis dalam Surah ini.

Alasan ini, sering dibahas oleh para ahli tafsir seperti Fakhruddin Ar-Razi, menegaskan bahwa Surah Al-Masad adalah bukti nyata bahwa Al-Qur'an bukan berasal dari Nabi Muhammad ﷺ, melainkan dari Dzat Yang Maha Tahu akan nasib setiap individu.

IV. Tafsir Mendalam Pasangan Kejahatan: Istri Abu Lahab (Ayat 4-5)

Surah ini tidak hanya mengutuk Abu Lahab, tetapi juga istrinya, Ummu Jamil, yang bernama asli Arwa binti Harb, saudara perempuan Abu Sufyan. Ayat 4 dan 5 menjelaskan kejahatan spesifik yang dilakukan oleh Ummu Jamil dan hukuman yang menantinya.

4.1. Ayat 4: وَامْرَأَتُهُۥ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ (Wamra’atuhu hammaalatal-hatab)

Terjemahan: Dan (begitu juga) istrinya, pembawa kayu bakar.

A. Identitas Ummu Jamil

Ummu Jamil adalah salah satu wanita paling kaya dan berpengaruh di Mekah. Statusnya sebagai saudara perempuan pemimpin Quraisy (Abu Sufyan) memberikan legitimasi pada tindakan permusuhannya terhadap Nabi ﷺ. Hukuman yang menimpanya setara dengan suaminya, menunjukkan bahwa dalam Islam, tanggung jawab atas kekafiran dan permusuhan adalah tanggung jawab individu, tidak peduli ikatan keluarga.

B. Makna 'Hammaalatal-Hatab' (Pembawa Kayu Bakar)

Frasa ini memiliki dua interpretasi utama yang saling melengkapi, keduanya diakui oleh para Mufassirin (ahli tafsir):

  1. Makna Literal (Perbuatan Duniawi): Ummu Jamil dikenal melakukan tindakan jahat secara fisik terhadap Nabi ﷺ. Ia sering mengumpulkan ranting-ranting berduri, duri pohon akasia, dan potongan kayu kecil, lalu menyebarkannya di jalan yang biasa dilewati Nabi Muhammad ﷺ pada malam hari atau subuh, dengan tujuan menyakiti dan menghalangi langkah beliau. Dengan melakukan pekerjaan kotor ini, ia secara harfiah adalah "pembawa kayu bakar" yang membawa beban kayu.
  2. Makna Metaforis (Fitnah Duniawi): Kayu bakar (al-Hatab) secara metaforis melambangkan fitnah, gosip, dan hasutan. Dalam bahasa Arab, menyebarkan hasutan sering disamakan dengan "membawa kayu bakar untuk menyalakan api perselisihan" antara orang. Ummu Jamil adalah sosok yang gigih menyebarkan kebohongan, memutarbalikkan ajaran Nabi, dan menghasut orang lain untuk memusuhi beliau.

Kedua makna ini menyatu: Ummu Jamil menyalakan api permusuhan di dunia melalui fitnah, dan akibatnya, ia akan membawa kayu bakar (bahan bakar) untuk menyalakan api Neraka Jahanam baginya dan suaminya di Akhirat.

4.2. Ayat 5: فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِّن مَّسَدٍ (Fii jiidihaa hablum mim Masad)

Terjemahan: Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal (Masad).

Ayat terakhir ini memberikan detail azab spesifik bagi Ummu Jamil dan sekaligus menjadi nama surah (Al-Masad).

Hubungan Hukuman dan Kejahatan

Hukuman di Akhirat sangat sesuai dengan kejahatannya di dunia. Jika di dunia ia bangga membawa beban kayu bakar (secara harfiah atau metaforis) untuk menyakiti Nabi, maka di Neraka:

  1. Dia akan dipaksa membawa kayu bakar (bahan bakar api Neraka) untuk suaminya.
  2. Tali yang mengikatnya adalah tali Masad, yang akan mencekik atau menjadi kalung besi yang panas.

Beberapa tafsir menyebutkan bahwa tali sabut ini akan berubah menjadi rantai yang sangat panas dan berat yang membakar lehernya, sebagai hukuman karena ia sering memanggul beban kayu bakar di lehernya saat melakukan perbuatan jahat di dunia.

Ibn Katsir, dalam tafsirnya, menekankan bahwa kondisi Ummu Jamil di Neraka akan sangat menyedihkan: ia adalah wanita kaya dan berstatus, namun di Neraka, ia akan menjadi pelayan yang hina, membawa kayu bakar dan diikat oleh tali sabut yang kasar, yang melambangkan kekalahan total atas segala status duniawi yang pernah ia miliki.

Ilustrasi Tali Masad dan Kayu Bakar Tiga gulungan kayu bakar yang terikat dengan tali sabut Masad, melambangkan azab Ummu Jamil. حَبْلٌ مِّن مَّسَدٍ

Alt Text: Tumpukan kayu bakar yang diikat dengan tali pintalan kasar, mewakili Masad.

V. Surah Al-Masad sebagai Nubuat Pasti dan Kontras Teologis

Dampak teologis dari Surah Al-Masad jauh melampaui kisah pribadi Abu Lahab dan Ummu Jamil. Surah ini menetapkan prinsip-prinsip penting dalam doktrin Islam, terutama mengenai kepastian kenabian dan hubungan antara iman dan garis keturunan.

5.1. Prinsip Nubuat Mutlak (Al-I'jaz Al-Ghaib)

Sebagaimana disinggung sebelumnya, Surah Al-Masad adalah bukti kenabian karena memuat informasi tentang masa depan (ghaib) yang terbukti benar. Ayat 3 dan 4 secara eksplisit menyatakan bahwa Abu Lahab dan istrinya akan masuk Neraka. Dengan kata lain, mereka ditakdirkan mati dalam keadaan kafir.

Seorang penentang risalah, jika ia cerdas dan ingin merusak kredibilitas Al-Qur'an, pasti akan berpura-pura masuk Islam setelah surah ini diturunkan, sekadar untuk membuktikan ramalan itu salah. Namun, Abu Lahab tidak mampu melakukannya. Ini menunjukkan bahwa:

Kepastian ini memberikan keyakinan yang mendalam bagi umat Muslim awal, bahwa ancaman dan janji Allah adalah kebenaran yang tidak terhindarkan, bahkan bagi tokoh yang memiliki kekuatan dan kedudukan tertinggi dalam masyarakat.

5.2. Harta dan Keluarga di Hadapan Keimanan

Surah ini mengajarkan pelajaran teologis yang tegas: garis keturunan, status sosial, dan kekayaan tidak memberikan kekebalan terhadap azab Allah. Abu Lahab adalah paman Nabi, anggota Bani Hasyim, klan yang mulia. Ia adalah tetangga Nabi. Namun, hubungan darah ini tidak bernilai apa-apa tanpa iman.

Ayat 2 secara spesifik menargetkan kebanggaan Quraisy pada kekayaan (maaluhu) dan keturunan (maa kasab). Dalam masyarakat Arab, kedua hal ini adalah sumber utama kehormatan dan perlindungan. Al-Qur'an menghancurkan ilusi ini. Harta yang dikumpulkan untuk menentang kebenaran justru akan menjadi beban di Akhirat, dan anak-anak yang dibanggakan tidak akan dapat memberikan syafaat.

Hal ini kontras dengan perlakuan terhadap paman Nabi yang lain, Abu Thalib, yang meskipun meninggal tanpa mengucapkan Syahadat, setidaknya melindungi Nabi. Namun, Abu Lahab secara aktif memusuhi, sehingga hukumannya sangat berat.

5.3. Keseimbangan Keadilan: Ummu Jamil

Penyebutan Ummu Jamil bersama suaminya menunjukkan prinsip keseimbangan keadilan. Ia dihukum bukan karena ia adalah istri Abu Lahab, tetapi karena perbuatannya sendiri: menyebarkan fitnah (membawa kayu bakar) dan secara aktif menganiaya Nabi. Ini menegaskan prinsip bahwa pria dan wanita sama-sama bertanggung jawab atas amal perbuatan mereka di hadapan Allah ﷻ.

Kisah ini juga menjadi peringatan bagi orang-orang beriman: bahkan jika pasangan hidup Anda adalah orang shaleh, permusuhan Anda terhadap kebenaran akan tetap membawa Anda ke Neraka, sama seperti istri Nabi Nuh dan Nabi Luth yang diazab meskipun mereka adalah istri seorang Nabi.

VI. Tinjauan Skolastik dan Perdebatan Interpretasi Klasik

Para Mufassirin terdahulu telah memberikan penekanan yang beragam pada Surah Al-Masad, memperkaya pemahaman kita tentang kedalaman makna ayat-ayat pendek ini.

6.1. Perspektif Imam At-Tabari (W. 310 H)

Imam At-Tabari menekankan aspek kausalitas. Menurutnya, kutukan "Tabbat yada" bukanlah sekadar harapan agar Abu Lahab celaka, melainkan pernyataan bahwa semua usahanya di dunia untuk menghentikan dakwah Islam telah gagal, dan ia telah binasa akibat kekafirannya. At-Tabari fokus pada kebinasaan duniawi yang mendahului kebinasaan Akhirat. Ia memastikan bahwa 'wa maa kasab' merujuk pada anak-anak yang tidak mampu menolongnya, sebuah penghinaan sosial di Mekah.

At-Tabari juga menyoroti bahwa Abu Lahab menderita penyakit kulit yang parah sebelum kematiannya (disebut *Adasah*), yang ditakuti oleh kaum Quraisy. Mereka meninggalkannya karena takut tertular, dan mayatnya baru dimakamkan setelah membusuk, dengan cara didorong ke liang lahat menggunakan tongkat oleh budak-budaknya. Kematian yang hina ini dilihat sebagai realisasi duniawi dari kutukan Tabbat.

6.2. Perspektif Imam Al-Qurtubi (W. 671 H)

Al-Qurtubi, dalam Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, sangat fokus pada aspek bahasa dan hukum. Ia membahas mengapa "yadaa" (dua tangan) digunakan, bukan hanya "yadd" (tangan). Ia menyimpulkan bahwa ini adalah majas (kiasan) untuk menunjukkan seluruh usaha dan tindakan. Al-Qurtubi juga membahas secara panjang lebar mengenai makna Al-Masad, menjelaskan bahwa Masad bisa merujuk pada tali pintalan dari kulit, serat, atau bahkan besi panas (rantai) di Neraka. Interpretasinya menguatkan bahwa hukuman di Neraka adalah manifestasi konkret dari perbuatan buruk di dunia.

Ia juga mengajukan pandangan bahwa Surah ini diturunkan sebagai bentuk penghinaan publik kepada Abu Lahab yang telah mempermalukan Nabi Muhammad ﷺ di depan umum, menunjukkan bahwa Allah tidak akan membiarkan musuh-musuh risalah-Nya menang, bahkan jika musuh itu adalah paman Nabi.

6.3. Perspektif Ibnu Katsir (W. 774 H)

Ibnu Katsir sangat bergantung pada riwayat (hadits) dan konteks sejarah (Sirah). Ia menegaskan cerita Asbabun Nuzul di Bukit Safa sebagai dasar utama Surah ini. Ibnu Katsir menguatkan bahwa Ummu Jamil dijuluki "pembawa kayu bakar" karena ia secara fisik meletakkan duri di jalanan Nabi. Beliau juga mengutip hadits yang menunjukkan bahwa Abu Lahab adalah satu-satunya anggota Bani Hasyim yang tidak ikut membela Nabi selama masa boikot.

Ibnu Katsir menyimpulkan bahwa Surah ini adalah demonstrasi kebenaran mutlak Al-Qur'an, yang membuat Abu Lahab mati dalam keadaan tidak beriman meskipun telah dinubuatkan secara publik oleh Surah tersebut.

6.4. Perdebatan Modern: Fungsi Surah dalam Hubungan Keluarga

Dalam tafsir kontemporer, Surah Al-Masad sering dibahas dalam kaitannya dengan tema "iman versus keluarga." Surah ini adalah jawaban atas pertanyaan: Sejauh mana ikatan keluarga dapat mengalahkan kewajiban kepada Allah? Jawabannya tegas: Dalam kasus permusuhan terhadap kebenaran, ikatan keluarga menjadi tidak relevan. Ini menjadi prinsip dasar bagi Muslim yang harus berhadapan dengan kerabat non-Muslim atau penentang agama.

Para ulama modern menekankan bahwa kebinasaan Abu Lahab bukan karena ia adalah paman Nabi, melainkan karena ia memilih kekafiran dan memimpin oposisi terhadap risalah, meskipun ia memiliki kesempatan dan pengetahuan yang lebih baik daripada orang lain.

VII. Analisis Linguistik: Kekuatan Retorika dan Struktur Rima

Surah Al-Masad, meskipun pendek, memiliki struktur linguistik yang sangat kuat, sering kali digunakan sebagai contoh kemukjizatan retorika Al-Qur'an (I’jaz al-Balaaghi). Seluruh surah diakhiri dengan rima yang seragam (ba/mim/dal/lam), menciptakan ritme yang intens dan menegaskan pesan kebinasaan.

7.1. Struktur Ayat 1: Kutukan dan Penegasan

تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ

Penggunaan kata kerja تَبَّتْ (bentuk lampau feminim untuk 'tangan') diikuti oleh kata kerja وَتَبَّ (bentuk lampau maskulin untuk 'dia') menciptakan resonansi yang kuat. Struktur ini disebut tarkiib takhiyyiri (struktur antara doa dan pernyataan).

Kekuatan tata bahasa ini menunjukkan bahwa kutukan itu bukanlah harapan kosong, tetapi sebuah takdir yang telah ditetapkan dan diumumkan.

7.2. Penggunaan 'Ma' (ما) dalam Ayat 2

مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُۥ وَمَا كَسَبَ

Penggunaan مَا (Maa) di awal kalimat berfungsi sebagai negasi yang kuat (tidak sama sekali/never). Ini meniadakan secara total segala bentuk manfaat yang mungkin didapatkan Abu Lahab dari kekayaan dan usahanya. Kata ‘aghnaa’ (bermanfaat) juga memiliki konotasi ‘melindungi’ atau ‘mencukupi’. Jadi, ayat ini berarti, hartanya tidak akan melindungi dia dari azab Allah sedikit pun.

7.3. Rima Akhir dan Kesatuan Tema

Rima akhir Surah Al-Masad adalah salah satu yang paling kohesif dalam Al-Qur'an.

  1. وَتَبَّ (watabb)
  2. وَمَا كَسَبَ (wa maa kasab)
  3. ذَاتَ لَهَبٍ (zaata lahab)
  4. حَمَّالَةَ الْحَطَبِ (hammaalatal-hatab)
  5. مِّن مَّسَدٍ (mim Masad)
Meskipun Surah ini tampak sederhana, rima yang berulang ini menghasilkan efek gema, seolah-olah gema dari kutukan itu terus bergulir, menanamkan pesan kebinasaan dan api Neraka dalam memori pendengar. Setiap rima menguatkan tema sentral: kehancuran total bagi mereka yang memusuhi risalah. Ini adalah bentuk I'jaz al-Balaaghi (kemukjizatan retorika) yang luar biasa.

Jika kita tinjau lebih lanjut, setiap ayat dibangun di atas ayat sebelumnya untuk mencapai klimaks di Ayat 5:

Struktur ini menunjukkan narasi yang padat dan terencana, membantah klaim bahwa Al-Qur'an adalah kumpulan kata-kata yang tidak terstruktur.

VIII. Pelajaran Abadi dan Relevansi Surah Al-Masad

Meskipun Surah Al-Masad menceritakan kisah dua individu tertentu dari masa lalu, pelajaran dan prinsip yang terkandung di dalamnya bersifat universal dan abadi, relevan bagi setiap generasi Muslim.

8.1. Ujian Keimanan dan Kekerabatan

Surah ini mengajarkan bahwa Iman mendahului darah. Ikatan darah tidak dapat menyelamatkan seseorang dari murka Allah jika ia memilih jalan permusuhan. Bagi umat Islam yang hidup dalam masyarakat di mana mereka mungkin harus berhadapan dengan penolakan atau permusuhan dari anggota keluarga inti mereka, Surah ini memberikan kekuatan dan pengingat bahwa kebenaran harus diutamakan di atas segala-galanya.

Sejarah mencatat bahwa banyak sahabat Nabi harus memilih antara iman dan keluarga; dari Mus'ab bin Umair yang ditentang keras ibunya, hingga Abu Bakar yang nyaris menghadapi anaknya sendiri di medan perang. Surah Al-Masad adalah fondasi teologis untuk prioritas ini.

8.2. Bahaya Kekuatan dan Kesombongan

Abu Lahab mewakili prototipe kekuasaan duniawi yang digunakan untuk menindas kebenaran. Ia memiliki status, kekayaan, dan suara. Ayat 2 memperingatkan bahwa semua aset ini akan menjadi sia-sia jika digunakan untuk memerangi risalah Ilahi. Ini adalah peringatan bagi para pemimpin, orang kaya, atau mereka yang memiliki pengaruh, bahwa kebinasaan (Tabbat) menanti jika kekuasaan mereka digunakan untuk kezaliman dan menentang hakikat.

Kekuatan yang dimiliki Abu Lahab seharusnya digunakan untuk mendukung Nabi Muhammad ﷺ, tetapi ia malah menggunakannya untuk menindas. Oleh karena itu, hukumannya setimpal: kehancuran total atas segala yang ia miliki.

8.3. Bahaya Fitnah dan Gosip

Peran Ummu Jamil sebagai "Pembawa Kayu Bakar" (penyebar fitnah) adalah peringatan serius terhadap bahaya lisan. Dalam konteks modern, ini dapat diartikan sebagai penyebaran berita palsu (hoaks), gosip, dan hasutan yang bertujuan merusak reputasi orang lain atau memecah belah komunitas. Surah ini menetapkan bahwa orang yang secara aktif menyebarkan fitnah akan mendapatkan hukuman yang sangat keras, sama seperti hukuman bagi kekafiran suaminya.

Kejahatan lisan yang dilakukan Ummu Jamil bukanlah kejahatan kecil; ia adalah bahan bakar yang menyalakan api permusuhan terhadap risalah Ilahi, dan hukuman Masad di lehernya mencerminkan beratnya dosa dari lidah yang tidak terkontrol.

8.4. Kepastian Janji dan Ancaman Ilahi

Relevansi terpenting dari Surah Al-Masad adalah sebagai dokumen profetik yang hidup. Setiap kali Surah ini dibaca, umat Muslim diingatkan bahwa janji Allah untuk menghukum para penentang (seperti pada Ayat 3) adalah mutlak, seakurat nubuat kematian Abu Lahab dalam kekafiran. Ini memperkuat keimanan (Yaqin) dan mendorong tindakan saleh.

Keyakinan pada kepastian ghaib ini adalah fondasi moral yang memastikan bahwa umat Muslim tetap teguh di atas kebenaran, terlepas dari ancaman dan permusuhan yang mereka hadapi dari lingkungan sekitar.

IX. Penutup: Warisan Abadi Surah Al-Masad

Surah Al-Masad, yang dimulai dengan seruan dramatis "Tabbat yada", adalah monumen kebenaran profetik dan keadilan Ilahi. Surah ini mengabadikan kisah kebinasaan Abu Lahab dan istrinya, Ummu Jamil, bukan hanya sebagai catatan sejarah, tetapi sebagai cetak biru kosmik mengenai konsekuensi dari penolakan yang sombong dan permusuhan yang terencana terhadap cahaya Ilahi.

Dari segi linguistik, Surah ini adalah mahakarya retorika yang menggunakan ritme dan rima untuk mengaitkan identitas duniawi ('Lahab') dengan nasib akhir di Neraka. Dari segi teologis, ia menetapkan bahwa status, kekayaan, dan bahkan ikatan darah tidak dapat menggantikan keimanan dan ketundukan kepada Allah.

Pelajaran terkuatnya adalah tentang urgensi memilih kebenaran. Abu Lahab, sang Paman Api, memiliki segala kesempatan untuk menjadi pembela Nabi. Sebaliknya, ia memilih menjadi musuh utama, dan nasibnya menjadi peringatan keras bagi seluruh umat manusia: kebinasaan total menanti mereka yang memusuhi petunjuk Allah. Kebinasaan kedua tangan (Tabbat yada) adalah kebinasaan atas seluruh usaha hidup yang dibangun di atas fondasi kekafiran.

Surah Al-Masad tetap menjadi salah satu bukti paling terang dari kemukjizatan Al-Qur'an, sebuah nubuat yang dipenuhi dengan janji hukuman yang telah terpenuhi, menegaskan kembali bahwa Firman Allah adalah kebenaran mutlak yang tidak dapat digoyahkan oleh kekuasaan duniawi apa pun.

Kajian ini disusun berdasarkan rujukan utama dari Tafsir Al-Jami' li Ahkam Al-Qur'an (Al-Qurtubi), Tafsir Al-Qur'an Al-'Azhim (Ibn Katsir), Tafsir At-Tabari, dan analisis linguistik kontemporer mengenai I'jaz Al-Qur'an.

🏠 Homepage