Surah Al Fatihah, yang secara harfiah berarti "Pembukaan", adalah surah pertama dalam Al-Qur’an. Kedudukannya begitu fundamental sehingga ia dikenal dengan julukan agung, Ummul Kitab (Induk Kitab) dan As-Sab'ul Matsani (Tujuh Ayat yang Diulang-ulang). Keistimewaan Al Fatihah tidak hanya terletak pada makna teologis dan spiritualnya, tetapi juga pada struktur tulisan Arabnya yang sempurna dan terjaga, sebuah mahakarya linguistik yang menjadi standar bagi seluruh teks Al-Qur’an.
Memahami tulisan Arab Al Fatihah, atau yang dikenal sebagai Rasm Utsmani, adalah kunci untuk membuka kedalaman maknanya. Setiap tarikan garis, setiap harakat, dan setiap penempatan huruf bukan sekadar kebetulan, melainkan hasil transmisi yang cermat dan ilahiah. Tulisan ini mewakili pengucapan (tajwid) yang benar, sekaligus menyimpan rahasia tata bahasa Arab (nahwu dan sharf) yang menunjukkan hubungan antara Tuhan dan hamba-Nya.
Artikel ini akan mengupas tuntas struktur tulisan Arab Al Fatihah, ayat demi ayat, bahkan kata demi kata, untuk menyingkap bagaimana keindahan kaligrafi dan ketepatan linguistik berpadu membentuk teks suci yang kita baca minimal 17 kali dalam sehari semalam.
Meskipun terdapat perbedaan pandangan ulama mengenai apakah Basmalah termasuk ayat pertama Al Fatihah (sebagaimana pendapat mazhab Syafi'i), secara tulisan, ia selalu mengawali surah ini. Basmalah adalah pintu gerbang menuju Al-Qur’an, sebuah deklarasi niat yang mengikat setiap tindakan dengan Asma Allah.
Perhatikan tulisan بِسْمِ. Secara kaidah penulisan Arab standar, kata "ism" (اسم) seharusnya memiliki huruf alif (ا) di depannya. Namun, dalam Rasm Utsmani pada Basmalah ini, alif tersebut dihilangkan. Penghilangan alif ini, yang disebut sebagai *hadzf*, adalah salah satu ciri khas Rasm Utsmani yang menunjukkan kekhususan dan seringkali menekankan penggabungan dan kecepatan dalam pengucapan.
Penghilangan alif tidak terjadi pada semua frasa yang menggunakan "ism", hanya pada Basmalah penuh. Ini menandakan betapa sering dan pentingnya frasa ini dibaca, menjadikannya seolah-olah satu kesatuan yang tak terpisahkan: "Bismi-Llah". Detail kecil ini, yang terabadikan dalam tulisan, membawa bobot sejarah dan teologis yang besar, membedakan Mushaf dari teks Arab biasa.
Kata ٱللَّهِ adalah inti dari Surah Al Fatihah. Secara tulisan, ia terdiri dari Alif-Lam (ٱل), Lam (ل), Lam (ل), dan Ha (ه). Perhatikan Lam kedua dan ketiga yang dileburkan, ditandai dengan tasydid (ّ) pada Lam kedua. Secara fonetik, ini menghasilkan penekanan unik yang mengubah suara Lam menjadi tebal (tafkhim) atau tipis (tarqiq) tergantung huruf vokal sebelumnya.
Kedalaman analisis tulisan ini tidak terbatas. Ahli bahasa telah mendedikasikan volume buku hanya untuk membahas bagaimana struktur visual kata "Allah" dalam Mushaf Utsmani secara sempurna merefleksikan keunikan dan kesatuan esensi Ilahi (Tauhid).
Tulisan ٱلرَّحْمَٰنِ memiliki satu fitur Rasm Utsmani yang menonjol: penempatan alif kecil (dagger alif / alif khanjariyyah) di atas huruf mim (م) yang dibaca panjang. Tanda kecil ٰ ini menggantikan alif panjang (ا) yang mungkin digunakan dalam tulisan Arab standar. Penggunaan alif kecil ini bertujuan untuk memelihara bentuk asli Rasm Utsmani yang lebih tua, sekaligus memudahkan pembaca modern dalam melafalkan panjangnya harakat (madd).
Root kata R-H-M (ر-ح-م) menunjukkan kasih sayang. Tambahan Alif-Lam (ٱل) di awal menjadikannya bentuk definitif, merujuk pada Kasih Sayang yang Mutlak, yang melingkupi segala sesuatu di alam semesta ini, baik bagi yang beriman maupun yang ingkar (Kasih Sayang di dunia).
Sama seperti Ar-Rahman, kata ٱلرَّحِيمِ juga berasal dari root R-H-M. Namun, berbeda dengan Ar-Rahman, tulisan Ar-Rahim dalam Rasm Utsmani umumnya tidak memerlukan alif kecil karena huruf vokal panjangnya (ya) sudah ditulis secara eksplisit. Ar-Rahim merujuk pada kasih sayang yang dikhususkan bagi orang-orang beriman, terwujud terutama di akhirat.
Kontras dan kesamaan dalam penulisan kedua Asma Allah ini mencerminkan perbedaan subtil dalam makna teologis mereka, namun keduanya terikat oleh keindahan visual yang simetris dalam lembaran Mushaf.
Ayat ini membuka Surah Al Fatihah setelah Basmalah, menetapkan tema utama: segala puji hanya milik Allah.
Tulisan ٱلْحَمْدُ (Alif, Lam, Ha, Mim, Dal) adalah contoh penulisan yang ketat. Huruf Ha (ح) harus dibedakan dari Ha (ه) lainnya, menunjukkan pujian yang murni. Alif washal (ٱ) di awal menegaskan bahwa meskipun kata ini dibaca "Al-Hamdu" saat memulai, ia akan tersambung jika dibaca dari Basmalah.
Keunikan tulisan ini terletak pada penekanan definitif (Alif-Lam) yang memastikan bahwa semua jenis pujian, baik yang terucap maupun yang tersembunyi, yang terjadi di masa lalu, kini, dan masa depan, secara eksklusif milik (lillah) Allah.
Ini adalah penggabungan Lam kepemilikan (لِ) dengan lafadz Jalalah (ٱللَّهِ). Dalam tulisan Arab biasa, jika Lam kepemilikan ditambahkan, alif washal pada kata "Allah" akan hilang. Inilah keindahan Rasm Utsmani: ia mempertahankan integritas visual lafadz Jalalah meskipun terjadi penggabungan preposisi, memperkuat statusnya yang tak tertandingi dalam teks.
Kata رَبِّ (Ra, Ba dengan Tasydid dan Kasrah). Penekanan (tasydid) pada huruf Ba bukan sekadar aturan tajwid, melainkan tercermin dalam tulisan sebagai penanda intensitas peran Allah sebagai pemelihara, pengatur, dan pencipta. Penggunaan tasydid dalam penulisan menunjukkan bahwa peran "Rab" ini adalah aktif dan berkelanjutan.
Sama seperti Ar-Rahman, ٱلْعَٰلَمِينَ (Al-'Alamin) menggunakan alif kecil (ٰ) pada huruf 'Ain (ع) untuk menunjukkan panjangnya harakat, mengikuti kaidah penulisan Rasm Utsmani yang telah ditetapkan. Kata ini berbentuk jamak (plural) dari 'Alam (alam/dunia). Kehadiran Nun (ن) dan Ya (ي) di akhir menunjukkan bentuk jamak majrur (genitif), dikarenakan ia menjadi mudhaf ilayh (sandaran) bagi kata Rab. Tulisan ini secara tepat mencerminkan struktur sintaksis yang rumit dalam bahasa Arab.
Analisis tulisan ini memerlukan pemahaman mendalam tentang bagaimana setiap kata memiliki berat morfologisnya sendiri. Jika satu huruf dihilangkan, atau satu harakat salah diletakkan, keseluruhan bobot teologis dan legal (fikih) dari ayat tersebut akan terdistorsi. Inilah alasan mengapa kesetiaan terhadap Rasm Utsmani begitu penting dalam sejarah Islam.
Rasm Utsmani bukan sekadar ejaan; ia adalah seni pelestarian. Pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan, teks Qur'an distandarisasi untuk menghilangkan perbedaan dialek yang muncul di antara para sahabat. Standar tulisan ini memiliki empat ciri khas utama yang sering terlihat dalam Al Fatihah:
Kepatuhan terhadap kaidah-kaidah penulisan yang kuno ini memastikan bahwa generasi pembaca modern membaca Qur'an dengan cara yang persis sama seperti yang dibacakan oleh Rasulullah ﷺ kepada para sahabatnya, menjadikan tulisan Al Fatihah sebagai jembatan langsung menuju periode wahyu.
Pengulangan ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ (Ar-Rahmanir Rahim) setelah Ayat 2 adalah pengulangan retoris yang memiliki dampak spiritual dan tulisan yang signifikan. Secara tulisan, pengulangan ini menegaskan bahwa meskipun Allah adalah Rabb (Pemelihara) bagi seluruh alam, pemeliharaan-Nya diwarnai oleh Kasih Sayang yang luar biasa.
Setiap huruf dalam pengulangan ini berfungsi sebagai penguat. Keberadaan dua kata ini berdampingan dalam Mushaf, dengan struktur alif kecil yang sama, memberikan ritme visual yang menenangkan dan harmonis, seolah-olah mengikat pujian (Ayat 2) dengan kepemilikan (Ayat 4) melalui Kasih Sayang-Nya.
Ayat ini memiliki dua versi penulisan yang diterima dalam qira'at (cara baca): مَٰلِكِ (Maliki, dengan alif kecil/panjang) yang berarti 'Raja/Pemilik', dan مَلِكِ (Maliki, tanpa alif) yang berarti 'Raja'. Kedua versi ini sama-sama valid dalam Rasm Utsmani karena struktur dasarnya sama, dan hanya perbedaan vokal yang membedakan.
Tulisan مَٰلِكِ dengan alif kecil di atas Mim menunjukkan penekanan bahwa kepemilikan-Nya adalah mutlak. Jika kita melihat pada huruf per huruf (Mim, Alif kecil, Lam, Kaf), setiap hurufnya berdiri tegak dan kokoh, mencerminkan kekuasaan absolut yang hanya dimiliki oleh Allah.
Kata يَوْمِ (Yaum - Hari) dan ٱلدِّينِ (Ad-Din - Agama/Pembalasan) disambung. Kata Ad-Din di sini merujuk pada pembalasan atau perhitungan. Perhatikan tasydid (ّ) pada huruf Dal (د) di Ad-Din. Tasydid ini memastikan bahwa pembaca memahami adanya Idgham Syamsiyyah, di mana Lam dari Alif-Lam tidak dibaca tetapi dileburkan ke huruf Dal berikutnya. Ketepatan penempatan tasydid dalam Mushaf merupakan fungsi penulisan yang krusial untuk menjaga tajwid yang benar.
Kombinasi tulisan "Maliki Yaumid Din" secara visual dan linguistik menunjukkan transisi dari sifat-sifat umum Allah (Rabbul 'Alamin) menuju sifat-sifat-Nya di Hari Kiamat. Tulisan ini menetapkan kebenaran bahwa kekuasaan absolut pada hari perhitungan hanya milik-Nya.
Ketika Surah Al Fatihah ditulis dalam kaligrafi Arab (Khat), seperti Khat Naskh atau Thuluth, Basmalah dan Ayat 4 sering kali menjadi titik fokus keindahan visual. Para kaligrafer berusaha menyeimbangkan panjang Lam Jalalah (لله) dengan kelengkungan huruf Mim pada Maliki dan bentuk melingkar Yaum. Keseimbangan ini tidak hanya tentang estetika; ia juga tentang menjaga agar semua huruf dan harakat tetap mudah dibaca, bahkan dalam bentuk seni yang paling rumit.
Dalam tulisan Naskh yang digunakan untuk mushaf cetak modern, setiap huruf dalam Al Fatihah dihitung agar memiliki jarak yang ideal. Huruf yang tinggi seperti Alif (ا) dan Lam (ل) memberikan ritme vertikal, sementara huruf yang rendah seperti Ba (ب) dan Mim (م) memberikan fondasi horizontal. Keharmonisan ini adalah bukti bahwa tulisan Arab Al Fatihah dirancang untuk kekudusan visual dan fonetik.
Secara khusus, penempatan titik-titik (nuqath) dan harakat (tasykil) di Surah Al Fatihah adalah yang paling sempurna dan ketat karena statusnya sebagai induk Al-Qur'an. Meskipun Mushaf Utsmani asli tidak memiliki titik dan harakat, penambahan tanda-tanda ini di era berikutnya (untuk menghindari kesalahan baca oleh non-Arab) dimulai dari Al Fatihah, menjadikannya model penulisan yang tak tertandingi.
Ayat ini adalah titik balik sentral dalam Al Fatihah, transisi dari pujian kepada Allah (tiga ayat pertama) menuju dialog dan permohonan dari hamba (tiga ayat terakhir). Secara linguistik, ia adalah deklarasi Tauhid Rububiyyah dan Uluhiyyah.
Tulisan إِيَّاكَ (Alif, Hamzah di bawah, Ya dengan Tasydid, Alif, Kaf). Penekanan pada Ya (ي) dengan tasydid (ّ) sangat krusial. Secara linguistik, penekanan ini (Idgham) mengalihkan makna dari 'jika Engkau' (in ak) menjadi 'hanya Engkau' (iyyaka), menunjukkan eksklusivitas. Jika tasydid ini diabaikan dalam tulisan atau pengucapan, makna tauhid akan hilang. Oleh karena itu, tasydid pada Ya ditulis dengan sangat jelas dan tegas dalam Rasm Utsmani.
Perhatikan juga Alif (ا) yang tegak, menunjukkan panjang vokal. Huruf Alif yang berdiri tegak ini memberikan kesan kekuasaan dan ketegasan dalam deklarasi ikrar.
Tulisan نَعْبُدُ (Nun, 'Ain, Ba, Dal). Akar kata 'A-B-D (ع-ب-د) adalah inti dari ibadah. Huruf 'Ain (ع) adalah salah satu huruf tenggorokan yang sulit bagi penutur non-Arab. Dalam tulisan, bentuk 'Ain yang melingkar dan tertutup harus ditulis dengan presisi agar tidak keliru dengan Ha (ح) atau Ghain (غ). Kesalahan visual dalam penulisan 'Ain dapat merusak arti kata ini menjadi sesuatu yang tidak bermakna.
Bentuk kata kerja lampau ini (fi'il mudhari') menunjukkan ibadah yang terus-menerus dan berkelanjutan. Penulisan yang jelas dan terstruktur mencerminkan sifat ibadah yang harus dilakukan dengan kesadaran dan ketelitian yang sama.
Frasa ini diawali dengan Wau (وَ - Dan), yang secara visual menghubungkan ibadah (Na'budu) dengan permohonan pertolongan (Nasta'in). Tulisan نَسْتَعِينُ (Nun, Sin, Ta, 'Ain, Ya, Nun) adalah bentuk istif'al (meminta/memohon). Keberadaan Ya (ي) di tengah kata menandakan panjangnya vokal, yang harus jelas ditulis untuk memastikan lafadz yang benar. Panjang vokal ini menunjukkan durasi dan keseriusan permohonan pertolongan dari hamba kepada Rabbnya.
Pengulangan 'Iyyaka' pada kedua klausa ini (Na'budu dan Nasta'in) diabadikan dalam tulisan sebagai penekanan Tauhid Rububiyyah (dalam pertolongan) dan Tauhid Uluhiyyah (dalam ibadah). Susunan huruf dan kata ini adalah puncak tata bahasa Arab dalam kesederhanaan dan kedalaman maknanya.
Setelah deklarasi komitmen (Ayat 5), hamba langsung memohon bimbingan paling penting: jalan yang lurus.
Kata ٱهْدِنَا (Alif washal, Ha, Dal, Nun, Alif). Ha (ه) dalam kata ini adalah Ha' Dawwariyyah, yang berbentuk lingkaran kecil. Ini berbeda dari Ha' Khatamiyyah yang lebih sering digunakan di akhir kata. Ketepatan penulisan bentuk Ha ini penting untuk menjaga kejelasan kata kerja perintah (fi'il amr) ini.
Alif tegak (ا) di akhir kata 'Ihdina' menunjukkan vokal panjang (madd), yang secara visual memberikan penekanan pada subjek jamak (na - kami), menggarisbawahi bahwa permohonan bimbingan ini adalah komunal, dilakukan bersama-sama oleh umat.
Tulisan ٱلصِّرَٰطَ (Alif washal, Lam, Shad, Ra, Alif kecil, Tha). Kata ini adalah salah satu kata paling unik dalam Rasm Utsmani. Kata "Shirath" (jalan) aslinya bisa ditulis dengan huruf Sin (س) atau Shad (ص). Rasm Utsmani memilih Shad (ص), namun di beberapa mushaf, Shad sering ditandai dengan Sin kecil di atasnya untuk menunjukkan bahwa qira'at lain (seperti Qira'at Qunbul dari Ibn Katsir) membacanya dengan Sin.
Selain itu, terdapat Alif kecil (ٰ) di atas Ra, yang secara visual menyeimbangkan huruf Shad yang tebal dan Tha yang juga tebal. Penulisan ini adalah masterclass dalam bagaimana tulisan Al-Qur’an mengakomodasi dan memelihara berbagai cara baca yang sah.
Kata ٱلْمُسْتَقِيمَ (Alif washal, Lam, Mim, Sin, Ta, Qaf, Ya, Mim). Ini adalah ism fa'il (kata benda pelaku) dari akar Q-W-M (berdiri tegak). Keberadaan Ya (ي) menunjukkan panjang vokal pada Qaf. Dalam kaligrafi, penulisan Qaf (ق) yang diapit oleh Ta dan Ya seringkali menantang, namun dalam Mushaf Utsmani, harus dipastikan bahwa titik-titik Qaf (dua titik di atas) ditulis dengan jelas agar tidak keliru dengan Fa (ف).
Struktur tulisan ini, mulai dari Alif washal hingga Mim akhir, menunjukkan aliran yang teratur dan lurus, seolah-olah visual teks itu sendiri mencerminkan makna ‘lurus’ (istiqamah) yang dimintakan oleh hamba.
Ayat terakhir ini menjelaskan siapa yang telah menempuh jalan yang lurus (yang diberi nikmat) dan siapa yang tidak (yang dimurkai dan tersesat).
Kata ini diulang tanpa Alif-Lam (definitif), menjadikannya Mudhaf (disandarkan) kepada kata berikutnya. Perhatikan lagi penggunaan Alif kecil (ٰ) di atas Ra (ر), yang menjadi ciri penulisan kata "Shirath" dalam Al Fatihah.
Kata ٱلَّذِينَ (Alif washal, Lam dengan Tasydid, Dzal, Ya, Nun). Huruf Dzal (ذ) adalah huruf yang unik, memiliki satu titik. Secara tajwid, ia harus dilafalkan dengan lembut (interdental). Dalam Rasm Utsmani, Lam (ل) memiliki tasydid yang kuat, menunjukkan bahwa ia adalah Lam Syamsiyyah dan ia merupakan bentuk jamak dari ism maushul (kata penghubung).
Tulisan أَنْعَمْتَ (Alif dengan Hamzah di atas, Nun Sukun, 'Ain, Mim, Ta). Huruf Hamzah (ء) di awal kata menunjukkan inisiasi yang tegas. Nun sukun yang diikuti oleh 'Ain adalah contoh dari hukum Izhhar Halqi (Nun dibaca jelas karena 'Ain adalah huruf tenggorokan). Meskipun harakatnya dibaca, posisi visual Nun yang jelas di mushaf menekankan perlunya pembacaan yang tidak meleburkan Nun.
غَيْرِ (Ghain, Ya, Ra) dan ٱلْمَغْضُوبِ (Alif washal, Lam, Mim, Ghain, Dhod, Wau, Ba). Huruf Dhod (ض) adalah salah satu huruf paling unik dalam bahasa Arab, sering disebut "Huruf Ad-Dhad" (huruf Dhod) karena sulitnya diucapkan. Dalam Rasm Utsmani, bentuk Dhod harus jelas membedakannya dari Shad (ص). Ia memiliki satu titik di atas dan bentuknya yang khas menunjukkan kualitas kekerasan (istithalah) dalam pengucapan.
Kombinasi kata-kata ini secara tulisan menciptakan kontras visual antara keindahan An'amta dan kekakuan Maghdubi, mencerminkan kontras spiritual antara nikmat dan murka.
Frasa ini merupakan penutup surah. ٱلضَّآلِّينَ adalah kata terpanjang dalam Surah Al Fatihah dan memiliki tantangan tajwid paling besar, yaitu mad lazim kilmi muthaqqal (pemanjangan enam harakat).
Penulisan وَلَا ٱلضَّآلِّينَ adalah konklusi visual dan fonetik yang sempurna. Ia menutup seluruh Al Fatihah dengan penekanan yang kuat pada perlindungan dari kesesatan, didukung oleh bentuk tulisan yang terstruktur dan detail.
Tulisan Arab Al Fatihah bukanlah sekadar teks agama; ia adalah fenomena linguistik yang telah dipelajari selama berabad-abad. Strukturnya yang terdiri dari tujuh ayat, 29 kata, dan 139 huruf (menurut perhitungan Kufi) adalah angka yang dipelihara dengan ketat.
Pelestarian tulisan ini tidak hanya dilakukan oleh para penulis (kuttab) mushaf, tetapi juga oleh para penghafal (huffazh). Cara mereka menghafal dan melafalkan Al Fatihah menjadi standar yang memverifikasi keakuratan Rasm Utsmani. Jika seorang penghafal membaca dengan tajwid yang benar, itu secara otomatis memvalidasi struktur tulisan yang mereka lihat di depan mereka.
Dalam sejarah Islam, setiap mushaf yang dicetak atau ditulis tangan harus mendapatkan izin resmi, memastikan bahwa setiap titik, harakat, dan rasm (bentuk dasar huruf) dalam Al Fatihah sama persis dengan Mushaf Imam (Mushaf Utsman) yang asli. Proses verifikasi ini, yang melibatkan ulama Rasm dan Tajwid, menjadikan Al Fatihah surah dengan ketelitian penulisan tertinggi di dunia.
Salah satu aspek tulisan yang paling sering dibahas adalah penggunaan alif kecil (ٰ). Dalam Al Fatihah, ia muncul pada: Ar-Rahman (2 kali), Al-'Alamin, Maliki (versi qira'at tertentu), dan Shirath (2 kali). Alif kecil ini berfungsi sebagai jembatan historis. Pada masa awal Islam, mushaf ditulis tanpa alif panjang di beberapa tempat, mengikuti tradisi lisan. Ketika mushaf diberi harakat dan tanda baca untuk menghindari kesalahan, para ulama memutuskan untuk tidak mengubah Rasm (bentuk huruf dasar) Utsmani, melainkan menambahkan alif kecil sebagai penanda bacaan panjang.
Ini menunjukkan penghormatan luar biasa terhadap bentuk tulisan asli, memprioritaskan Rasm Utsmani yang telah diwariskan dari para sahabat, meskipun ada cara yang lebih "mudah" dalam penulisan Arab modern. Keindahan tulisan ini terletak pada komitmennya terhadap warisan kuno.
Secara mendalam, setiap huruf dalam Al Fatihah memiliki bobot spiritual. Contohnya, huruf Lam (ل) yang dominan dalam surah ini (Lillahi, Rabbil Alamin, Waladh Dhaalliin) seringkali dikaitkan dengan kedudukan dan ketinggian, melambangkan keagungan Allah. Sementara huruf Mim (م) (Bism, Hamdu, Ar-Rahim, Maliki, Mustaqim) sering dikaitkan dengan penguasaan dan pemilikan. Kombinasi dan susunan huruf-huruf ini dalam tujuh ayat Al Fatihah membentuk sebuah kerangka visual yang secara sempurna mendukung makna teologisnya yang universal.
Penelitian filologi Arab menunjukkan bahwa tidak ada cara penulisan lain yang dapat menangkap nuansa makna dan hukum tajwid Al-Qur'an sebaik Rasm Utsmani. Keakuratan tulisan ini adalah salah satu bukti kemukjizatan Al-Qur'an yang terpelihara hingga hari ini.
Tulisan Arab Surah Al Fatihah adalah lebih dari sekadar kode untuk bunyi. Ia adalah dokumen sejarah, keajaiban linguistik, dan karya seni spiritual. Dari penghilangan Alif pada Basmalah hingga penanda Mad pada Waladh Dhaalliin, setiap detail dalam Rasm Utsmani berfungsi untuk memelihara ketepatan fonetik dan kejelasan sintaksis yang diperlukan untuk pemahaman dan pelaksanaan ibadah.
Kekuatan Al Fatihah, Induk Kitab, terletak pada bagaimana tujuh ayat tersebut menyimpulkan seluruh inti ajaran Islam: Tauhid (Basmalah, Ayat 2, 3), Kepemilikan (Ayat 4), Ibadah dan Istighatsah (Ayat 5), dan Permohonan Bimbingan (Ayat 6, 7). Semua makna yang agung ini terangkum dalam struktur tulisan yang tidak pernah berubah, sebuah bukti abadi atas pemeliharaan Ilahi terhadap Kitab-Nya.
Membaca dan merenungkan tulisan Arab Al Fatihah adalah cara untuk menghubungkan diri kita dengan rantai transmisi murni yang dimulai dari Rasulullah ﷺ. Ini adalah sebuah pengingat bahwa keindahan sejati Al-Qur’an tidak hanya terletak pada apa yang dikatakan, tetapi juga pada bagaimana setiap huruf dan kata ditulis dan dipelihara secara sempurna.