Surah Al Baqarah, ayat 58 hingga 70, menyajikan serangkaian narasi penting yang berfokus pada pengalaman Nabi Musa 'alaihissalam dan kaumnya, Bani Israil. Ayat-ayat ini tidak hanya menceritakan peristiwa sejarah, tetapi juga sarat akan pelajaran spiritual dan moral yang relevan hingga kini.
Kisah dimulai dengan perintah Allah kepada Nabi Musa untuk memerintahkan kaumnya memasuki sebuah negeri yang telah dijanjikan, negeri yang kaya akan sumber daya. Allah berfirman dalam Al Baqarah ayat 58:
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman, “Masukilah negeri ini (Baitul Maqdis), makanlah darinya apa saja yang kamu sukai dengan senang (bergembira). Dan masukilah pintu gerbangnya sambil sujud dan katakanlah, “Bebaskanlah kami (dari dosa-dosa kami)”, niscaya Kami akan mengampuni kesalahan-kesalahanmu, dan kelak akan menambah (balasan) bagi orang-orang yang berbuat baik.”
Namun, respons Bani Israil sungguh mengecewakan. Alih-alih mematuhi perintah dengan penuh rasa syukur dan kerendahan hati, mereka mengganti perintah tersebut dengan perkataan yang tidak patut. Mereka mengubah kata "ḥiṭṭah" (yang berarti memohon pengampunan dan pembebasan dosa) menjadi "ḥiṇṭah" (gandum), menunjukkan ketidakseriusan dan keangkuhan mereka dalam menghadapi perintah ilahi.
Ayat-ayat berikutnya, dari 59 hingga 61, menggambarkan lebih lanjut kerasnya hati Bani Israil dan penolakan mereka terhadap berbagai ujian dan nikmat yang diberikan Allah. Mereka berkeluh kesah tentang makanan, meminta sesuatu yang lebih baik dari apa yang telah diberikan. Perilaku ini menunjukkan rasa tidak puas dan ketidakmampuan mereka untuk bersyukur atas karunia yang ada.
Bahkan ketika Allah menurunkan azab sebagai balasan atas perbuatan mereka, mereka tetap tidak belajar. Mereka memohon kepada Nabi Musa agar memohonkan pertolongan kepada Allah agar azab tersebut diangkat. Namun, setelah azab diangkat, mereka kembali mengulangi kesalahan yang sama. Sifat ini, yaitu mudah berjanji untuk bertaubat namun sulit untuk menepatinya, menjadi ciri khas mereka yang berulang kali disebutkan dalam Al-Qur'an.
Salah satu kisah paling terkenal yang tercakup dalam rentang ayat ini adalah kisah tentang pembunuhan yang tidak terpecahkan di antara Bani Israil, sebagaimana diuraikan mulai ayat 67 hingga 73 (meskipun fokus utama kita adalah hingga ayat 70). Untuk mengungkap siapa pelakunya, Allah memerintahkan Nabi Musa untuk menyembelih seekor sapi betina. Detail mengenai sapi betina ini (Warnanya, usianya, dan sifatnya yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah atau menyiram tanaman) menjadi ujian tersendiri bagi Bani Israil. Mereka terus bertanya dan mempersulit diri mereka sendiri, menunjukkan keengganan mereka untuk menjalankan perintah dengan ikhlas.
Ketika sapi tersebut akhirnya disembelih dan salah satu bagian tubuhnya diperintahkan untuk memukul orang yang terbunuh, keajaiban terjadi. Orang yang terbunuh itu hidup kembali sejenak dan menunjuk pelakunya. Peristiwa mukjizat ini menjadi bukti nyata kekuasaan Allah dan pentingnya kepatuhan terhadap perintah-Nya.
Kisah Al Baqarah ayat 58-70 memberikan pelajaran berharga bagi umat manusia:
Dengan merenungi kisah-kisah ini, kita dapat menarik hikmah mendalam untuk memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah, serta terhindar dari sifat-sifat tercela yang pernah dilakukan oleh Bani Israil.