Ayat 1: قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ
Artinya: "Katakanlah: 'Aku berlindung kepada Tuhan Yang Maha Fajar.'"
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa kata "Al-Falaq" bisa diartikan sebagai waktu subuh atau pagi hari. Ini adalah waktu terbitnya cahaya setelah kegelapan malam. Allah SWT menyuruh Nabi Muhammad SAW untuk berlindung kepada-Nya sebagai Tuhan dari waktu fajar. Ini menunjukkan bahwa Allah adalah Penguasa segala sesuatu, termasuk waktu dan kejadian alam semesta. Permohonan perlindungan ini bersifat umum, mencakup perlindungan dari segala keburukan yang mungkin terjadi di malam hari maupun di siang hari.
Ayat 2: مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ
Artinya: "dari keburukan semua yang diciptakan-Nya."
Pada ayat kedua ini, Ibnu Katsir menekankan betapa luasnya cakupan perlindungan yang diminta. "Syarrima khalaq" berarti keburukan dari semua makhluk yang diciptakan Allah. Ini mencakup keburukan yang datang dari manusia, jin, hewan, tumbuhan, bahkan fenomena alam yang bisa membahayakan. Dengan memohon perlindungan dari segala keburukan ciptaan-Nya, seorang mukmin mengakui bahwa hanya Allah yang mampu menjaga dan menyelamatkannya dari segala bentuk bahaya, baik yang tampak maupun yang tersembunyi.
Ayat 3: وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ
Artinya: "dan dari keburukan malam apabila telah gelap gulita."
Ibnu Katsir menafsirkan "ghasiqin idha waqab" sebagai malam ketika kegelapannya telah sempurna dan merata. Malam hari seringkali dianggap sebagai waktu yang lebih rentan terhadap keburukan, baik secara fisik maupun spiritual. Hewan buas bisa berkeliaran, kejahatan lebih mudah terjadi, dan kegelapan dapat menimbulkan rasa takut. Dengan memohon perlindungan dari keburukan malam, kita memohon agar dijauhkan dari bahaya yang mengintai dalam kegelapan, serta dijaga dari gangguan jin dan setan yang seringkali lebih aktif di malam hari.
Ayat 4: وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ
Artinya: "dan dari keburukan wanita-wanita penyihir yang mengembuskan pada buhul-buhul."
Ayat ini secara spesifik menyebutkan keburukan dari praktik sihir, terutama yang dilakukan oleh wanita. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ini merujuk pada para penyihir wanita yang meniup pada ikatan-ikatan (buhul) untuk melakukan sihir, terutama yang bertujuan untuk memisahkan suami istri atau menimbulkan musibah. Ayat ini memberikan penekanan pentingnya berlindung dari pengaruh sihir dan guna-guna yang dapat merusak kehidupan seseorang. Ini juga menunjukkan bahwa sihir adalah ancaman nyata yang perlu diwaspadai dan dilawan dengan perlindungan dari Allah.
Ayat 5: وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ
Artinya: "dan dari keburukan orang yang dengki apabila ia dengki."
Terakhir, Ibnu Katsir menyoroti keburukan dari sifat dengki. "Hasad" atau iri hati adalah penyakit hati yang bisa mendorong seseorang untuk berbuat jahat, mendoakan keburukan bagi orang lain, atau bahkan berusaha mencelakakan mereka yang memiliki nikmat. Sifat dengki ini bisa sangat merusak, tidak hanya bagi orang yang didengki tetapi juga bagi pelakunya. Dengan berlindung dari keburukan orang yang dengki, kita memohon agar dijaga dari niat buruk dan tindakan jahat yang timbul dari rasa iri hati mereka.