Tafsir Surat Al-Falaq Berdasarkan Perspektif NU Online

Surat Al-Falaq adalah salah satu dari dua surat perlindungan diri dalam Al-Qur'an, bersama dengan Surat An-Nas. Kedua surat ini sering disebut sebagai "Al-Mu'awwidzatain". Surat Al-Falaq, yang berarti "waktu Subuh" atau "fajar", merupakan surat pendek yang diturunkan di Mekkah. Pentingnya surat ini terbukti dari anjuran Rasulullah SAW untuk membacanya sebagai dzikir pagi dan petang, serta sebelum tidur, sebagai benteng dari segala keburukan.

Dalam perspektif NU Online, penafsiran terhadap Surat Al-Falaq selalu mengacu pada sumber-sumber klasik dan kaidah-kaidah tafsir yang berkembang dalam tradisi keilmuan Islam Ahlussunnah wal Jama'ah. Penafsiran ini tidak hanya berhenti pada makna harfiah ayat, tetapi juga mendalami kandungan spiritual dan hikmah di baliknya, serta relevansinya dengan kehidupan sehari-hari umat.

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ ٱلْفَلَقِ

1. Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai waktu Subuh,”

Ayat pertama ini merupakan perintah langsung dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk memohon perlindungan kepada Rabb (Tuhan) Al-Falaq. Kata "Al-Falaq" memiliki beberapa makna, di antaranya adalah waktu Subuh atau fajar. Dalam konteks perlindungan, memohon perlindungan kepada Tuhan atas waktu Subuh memiliki makna luas. Fajar adalah simbol terbitnya cahaya setelah kegelapan malam, yang dapat diartikan sebagai harapan, kemenangan, dan terbukanya pintu rezeki. Namun, fajar juga bisa diartikan sebagai pergantian waktu yang membawa potensi kebaikan sekaligus ujian. Oleh karena itu, seorang mukmin diperintahkan untuk memohon perlindungan kepada Allah dari segala sesuatu yang buruk yang mungkin muncul seiring dengan datangnya waktu tersebut.

Para ulama NU, sebagaimana tercermin dalam kajian-kajian di NU Online, menjelaskan bahwa seruan "Qul" (Katakanlah) menunjukkan bahwa ayat ini adalah bentuk pengajaran ilahiyah. Nabi Muhammad SAW, yang maksum (terjaga dari dosa), diperintahkan untuk berdoa dan memohon perlindungan, sebagai teladan bagi umatnya. Ini menegaskan bahwa segala kekuatan dan perlindungan hakiki hanya datang dari Allah SWT.

مِن شَرِّ مَا خَلَقَ

2. dari kejahatan makhluk-Nya.

Ayat kedua ini memperluas cakupan permohonan perlindungan dari segala macam kejahatan yang diciptakan oleh Allah SWT. Ini mencakup kejahatan yang berasal dari makhluk hidup, baik itu jin, setan, hewan buas, maupun manusia yang berbuat jahat. Tidak hanya itu, kejahatan juga bisa berasal dari benda-benda mati yang bisa mendatangkan mudharat, seperti bencana alam, wabah penyakit, dan lain sebagainya. Permohonan ini bersifat umum, mencakup seluruh potensi keburukan yang ada di alam semesta.

Dalam tafsir NU, penekanan ayat ini adalah pada keyakinan bahwa Allah adalah pencipta segala sesuatu, baik yang baik maupun yang buruk. Namun, keburukan itu sendiri tidak diciptakan Allah sebagai keburukan hakiki, melainkan sebagai ujian atau konsekuensi dari sebab-akibat yang telah Allah tetapkan. Dengan memohon perlindungan, seorang mukmin mengakui bahwa ia tidak berdaya menghadapi kejahatan tanpa pertolongan Allah, dan bahwa hanya Allah yang mampu menolak atau mengurangi dampak keburukan tersebut.

وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ

3. dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,

Ayat ketiga secara spesifik memohon perlindungan dari kejahatan yang datang pada malam hari saat kegelapan menyelimuti. Malam hari seringkali dianggap sebagai waktu yang lebih rentan terhadap bahaya dan kejahatan karena terbatasnya pandangan dan munculnya makhluk-makhluk yang lebih aktif di kegelapan. Ini bisa termasuk kejahatan fisik, gangguan dari jin dan setan, serta kegelisahan hati yang seringkali muncul di malam hari.

وَمِن شَرِّ ٱلنَّفَّـٰثَـٰتِ فِى ٱلْعُقَدِ

4. dan dari kejahatan (perempuan-perempuan) penyihir yang meniup pada buhul-buhul,

Ayat keempat menyoroti bahaya sihir dan kekuatan gaib yang digunakan untuk menyakiti orang lain. Frasa "an-naffatsat fi al-'uqad" merujuk pada tindakan sihir, terutama yang dilakukan oleh para penyihir (seringkali diasosiasikan dengan perempuan dalam konteks Arab klasik, namun maknanya umum) yang meniupkan mantra pada simpul-simpul tali atau benda lain untuk menciptakan efek magis yang merusak.

Kajian NU Online seringkali mengaitkan ayat ini dengan realitas sihir yang diakui keberadaannya dalam Islam, meskipun dengan penekanan bahwa kekuatan sihir itu sendiri tidak dapat berlaku kecuali dengan izin Allah. Permohonan perlindungan di sini adalah upaya untuk membentengi diri dari segala bentuk serangan spiritual dan magis yang dapat merusak akidah, fisik, maupun psikis seseorang.

وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ

5. dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki.”

Ayat terakhir Surat Al-Falaq memohon perlindungan dari sifat dengki atau iri hati yang dimiliki oleh seseorang. Iri hati adalah penyakit hati yang sangat berbahaya, yang tidak hanya merusak diri sendiri tetapi juga dapat mendorong seseorang untuk berbuat jahat kepada orang lain, bahkan berharap hilangnya nikmat yang dimiliki orang yang didengkinya. Kejahatan hasad ini bisa muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari ucapan negatif, fitnah, hingga tindakan sabotase yang lebih serius.

Menurut NU Online, ayat ini mengingatkan kita tentang pentingnya membersihkan hati dari sifat dengki dan senantiasa memohon perlindungan Allah dari orang-orang yang memiliki sifat tersebut. Ini juga mendorong umat untuk selalu bersyukur atas nikmat yang Allah berikan dan tidak membanding-bandingkan diri dengan orang lain, sehingga hati menjadi lapang dan terhindar dari penyakit hasad.

Secara keseluruhan, Surat Al-Falaq mengajarkan kepada kita untuk senantiasa menyandarkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT dalam menghadapi segala bentuk keburukan, baik yang nyata maupun yang tersembunyi. Membacanya secara rutin bukan hanya amalan sunnah, tetapi juga penguatan spiritual dan imunisasi diri dari berbagai ancaman yang ada di dunia ini. Kehadiran NU Online sebagai sumber penafsiran yang akurat dan mendalam membantu umat Islam memahami ayat-ayat suci ini dengan lebih baik dan mengamalkannya secara utuh.

🏠 Homepage