Ilustrasi Aksara Sunda Kuno
Di tengah hiruk pikuk era digital yang serba cepat, ada baiknya kita sesekali menengok ke belakang, merenungi jejak-jejak peradaban nenek moyang kita. Salah satu warisan budaya yang sangat berharga dari masyarakat Sunda adalah tulisan atau aksara mereka, yang kini sering kita sebut sebagai "Tulisan Sunda Jaman Dulu". Aksara ini bukan sekadar alat komunikasi semata, melainkan cerminan dari kekayaan intelektual, spiritualitas, dan kearifan lokal yang telah mengakar kuat selama berabad-abad.
Tulisan Sunda jaman dulu merujuk pada sistem penulisan yang digunakan oleh masyarakat Sunda sebelum adanya standarisasi aksara modern. Sistem ini mencakup berbagai bentuk, yang paling dikenal adalah Aksara Sunda Kuno (disebut juga Aksara Sunda Baku atau Cacarakan) dan kemudian berkembang menjadi Aksara Sunda Pegon yang dipengaruhi oleh aksara Arab. Aksara-aksara ini pernah berjaya dan digunakan dalam berbagai media, mulai dari prasasti batu, naskah lontar, hingga dokumen-dokumen kerajaan dan catatan pribadi.
Aksara Sunda Kuno memiliki keunikan tersendiri. Bentuknya yang meliuk dan terkadang menyerupai ornamen-ornamen alam memberikan kesan artistik yang mendalam. Sistem penulisannya bersifat silabis, di mana setiap huruf vokal memiliki tanda baca sendiri, dan ketika digabungkan dengan konsonan, membentuk suku kata. Keindahan ini tidak hanya estetis, tetapi juga fungsional, karena dirancang untuk memudahkan penulisan dan pembacaan dalam konteks budaya Sunda pada masanya.
Fungsi utama aksara ini pada zaman dahulu sangat beragam. Para pujangga menggunakannya untuk mencatat karya sastra, epik, hikayat, serta ajaran-ajaran agama dan filsafat Sunda. Para petinggi kerajaan memanfaatkannya untuk mencatat peraturan, hukum, surat-surat diplomatik, dan catatan administrasi. Di kalangan masyarakat awam, aksara ini mungkin digunakan untuk surat-menyurat pribadi, catatan pertanian, atau bahkan mantra-mantra sederhana. Keberadaan aksara ini menjadi bukti bahwa masyarakat Sunda memiliki tradisi literasi yang kuat bahkan sebelum interaksi intensif dengan budaya luar.
Seiring dengan penyebaran agama Islam di tanah Sunda, muncullah adaptasi dan perkembangan dalam sistem penulisan. Aksara Sunda Pegon merupakan bukti nyata perpaduan antara aksara Sunda Kuno dengan pengaruh aksara Arab. Dalam aksara Pegon, huruf-huruf Arab dimodifikasi untuk mewakili bunyi-bunyi dalam bahasa Sunda. Tujuannya adalah untuk memudahkan penulisan teks-teks keagamaan dan sastra Islam dalam bahasa Sunda, sehingga lebih mudah dijangkau oleh masyarakat yang telah mengenal huruf Arab.
Meskipun memiliki akar yang sama, Aksara Sunda Kuno dan Pegon memiliki perbedaan signifikan dalam bentuk visualnya. Aksara Kuno lebih geometris dan memiliki karakter "asli" Sunda, sementara Pegon lebih menyerupai tulisan Arab yang disambung-sambung. Kedua aksara ini hidup berdampingan dan melayani kebutuhan yang sedikit berbeda pada masanya. Naskah-naskah kuno yang berhasil diselamatkan dari kedua jenis aksara ini menjadi sumber primer yang tak ternilai bagi para peneliti sejarah, linguistik, dan budaya Sunda.
Sayangnya, seiring berjalannya waktu dan semakin dominannya aksara Latin dalam kehidupan sehari-hari, tulisan Sunda jaman dulu perlahan mulai terpinggirkan. Banyak generasi muda yang tidak lagi mengenal atau bahkan pernah melihat aksara ini. Faktor seperti kurangnya materi pembelajaran, minimnya media promosi, dan perubahan gaya hidup menjadi tantangan besar dalam upaya pelestarian. Latar belakang aksara ini seringkali hanya dapat ditemui dalam koleksi museum, perpustakaan langka, atau sebagai ornamen dekoratif tanpa pemahaman mendalam.
Namun, semangat untuk menjaga warisan leluhur ini tidak pernah padam. Berbagai komunitas budaya, akademisi, dan pegiat literasi terus berupaya menghidupkan kembali aksara Sunda. Kegiatan seperti lokakarya penulisan Aksara Sunda, lomba menulis, publikasi naskah-naskah kuno, serta pengembangan aplikasi pembelajaran aksara terus digalakkan. Museum dan pusat kebudayaan seringkali menggelar pameran yang menampilkan koleksi naskah-naskah kuno, memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk melihat langsung keindahan dan sejarah tulisan Sunda jaman dulu.
Memahami dan mengapresiasi tulisan Sunda jaman dulu bukan sekadar nostalgia terhadap masa lalu. Ini adalah cara kita untuk menghargai akar budaya kita, memahami perjalanan peradaban Sunda, dan menghubungkan generasi sekarang dengan kearifan para pendahulu. Aksara ini adalah denyut nadi sejarah yang patut dijaga agar tidak lenyap ditelan zaman. Dengan terus belajar, mengenalkan, dan menggunakan kembali aksara ini dalam berbagai bentuk yang relevan, kita turut serta dalam melestarikan identitas budaya Sunda yang kaya dan unik. Mari kita jadikan tulisan Sunda jaman dulu bukan hanya sekadar catatan sejarah, tetapi juga inspirasi dan kebanggaan bagi kita semua.