Visualisasi posisi Surat At-Tin dalam Al-Qur'an
Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, merupakan kumpulan firman Allah SWT yang diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad SAW. Kandungannya sangat luas, mencakup berbagai aspek kehidupan, mulai dari akidah, ibadah, muamalah, hingga kisah-kisah para nabi. Susunan surat dan ayat di dalam Al-Qur'an memiliki hikmah dan tatanan tersendiri yang diyakini telah ditetapkan oleh Allah SWT. Salah satu surat yang memiliki makna mendalam adalah Surat At-Tin. Untuk memahami lebih komprehensif, penting untuk mengetahui urutan Surat At-Tin di dalam Al-Qur'an.
Surat At-Tin memiliki nomor urut 95 dalam susunan mushaf Al-Qur'an. Surat ini termasuk dalam golongan surat-surat pendek yang terletak di bagian akhir Al-Qur'an, tepatnya di Juz 30 (Juz 'Amma). Surat ini diturunkan di Mekkah sebelum hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah, sehingga dikategorikan sebagai surat Makkiyyah.
Secara berurutan, sebelum Surat At-Tin terdapat Surat Al-Qadr (Surat ke-97), lalu Surat Al-Bayyinah (Surat ke-98), dan Surat Az-Zalzalah (Surat ke-99). Namun, jika kita melihat urutan pewaktuan penurunan wahyu, Surat At-Tin turun sebelum surat-surat yang lebih panjang di juz akhir. Posisi ini, meskipun berada di penghujung mushaf, tidak mengurangi nilai dan kedudukannya yang mulia di sisi Allah SWT. Justru, penempatan surat-surat pendek di akhir juz 'Amma ini memudahkan banyak kaum Muslimin, terutama anak-anak dan pemula, untuk menghafal dan mengamalkannya.
Keberadaan Surat At-Tin di Juz 30 yang sering dibaca dalam shalat sehari-hari dan tadarus membuat maknanya lebih mudah tersampaikan dan direnungkan oleh jutaan umat Islam di seluruh dunia. Ini menunjukkan bagaimana setiap surat dalam Al-Qur'an telah ditempatkan pada posisi yang strategis untuk menjadi panduan dan pengingat bagi hamba-Nya.
Nama "At-Tin" diambil dari kata pertama dalam surat ini, yang berarti buah tin. Surat ini diawali dengan sumpah Allah SWT atas dua buah yang sangat penting dan bermanfaat, yaitu buah tin dan buah zaitun. Sumpah ini mengandung makna penekanan akan pentingnya apa yang akan disampaikan setelahnya. Allah SWT berfirman:
"Demi (buah) tin dan (buah) zaitun," (QS. At-Tin: 1)
Para ulama tafsir memiliki beragam pandangan mengenai makna sumpah ini. Sebagian berpendapat bahwa buah tin dan zaitun adalah buah-buahan yang paling lezat dan paling bermanfaat bagi kesehatan. Ada pula yang berpendapat bahwa tempat tumbuh kedua buah ini, yaitu di Syam (Palestina dan sekitarnya), adalah tempat para nabi diutus, seperti Nabi Ibrahim AS dan Nabi Isa AS. Penafsiran lain menyebutkan bahwa "tin" merujuk pada Masjid Umawiyyah di Damaskus, dan "zaitun" merujuk pada Baitul Maqdis di Yerusalem.
Setelah bersumpah, Allah SWT kemudian menegaskan bahwa Dia telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
"sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." (QS. At-Tin: 4)
Ayat ini menjelaskan kemuliaan penciptaan manusia, baik secara fisik maupun akal budi. Manusia dianugerahi bentuk tubuh yang sempurna, akal yang cerdas, dan kemampuan untuk membedakan mana yang baik dan buruk. Ini adalah anugerah besar yang patut disyukuri.
Namun, Allah SWT kemudian mengingatkan bahwa sebagian besar manusia akan jatuh ke derajat yang serendah-rendahnya, kecuali mereka yang beriman dan beramal saleh.
"kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya," (QS. At-Tin: 5) "kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya." (QS. At-Tin: 6-7)
Ayat-ayat ini menjadi peringatan keras sekaligus harapan bagi manusia. Peringatan bahwa kesombongan atau kekufuran dapat menjerumuskan manusia ke dalam kehinaan di dunia maupun akhirat. Namun, di sisi lain, ada jalan untuk meraih kemuliaan abadi, yaitu dengan iman yang teguh dan amal saleh yang ikhlas. Pahala yang tiada putus-putusnya ini merujuk pada kenikmatan surga yang kekal.
Surat ini juga mengandung pertanyaan retoris yang menggugah kesadaran kita:
"Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan hari pembalasan sesudah (adanya penjelasan yang nyata) itu?" (QS. At-Tin: 7)
Ayat ini menekankan bahwa dengan segala bukti penciptaan yang sempurna dan peringatan yang jelas, tidak ada alasan bagi manusia untuk mengingkari adanya hari pembalasan (Hari Kiamat).
Mengetahui urutan Surat At-Tin di dalam Al-Qur'an memberikan pemahaman lebih dalam tentang bagaimana Al-Qur'an disusun. Penempatannya di Juz 30, di antara surat-surat pendek lainnya, bukanlah kebetulan. Surat-surat pendek ini sering menjadi pilihan utama untuk dihafal dan dibaca dalam ibadah sehari-hari. Dengan demikian, pesan-pesan fundamental mengenai penciptaan manusia, kemuliaan akal, konsekuensi perbuatan, dan keharusan beriman pada hari pembalasan dapat terus bergema di hati setiap Muslim.
Surat At-Tin mengajarkan pentingnya mengenali potensi diri yang telah Allah berikan, namun juga mengingatkan akan tanggung jawab untuk menggunakannya di jalan yang diridhai-Nya. Sumpah Allah atas buah tin dan zaitun, serta penjelasan tentang penciptaan manusia, menjadi pengingat akan kuasa-Nya dan anugerah-Nya. Sementara itu, peringatan tentang kembali ke "tempat yang serendah-rendahnya" menjadi motivasi untuk senantiasa memperbaiki diri dan berlomba-lomba dalam kebaikan.
Memahami posisi dan makna Surat At-Tin, serta surat-surat lainnya, adalah bagian dari upaya tadabbur (merenungi) Al-Qur'an. Hal ini akan semakin memperkuat keyakinan dan membimbing kita dalam menjalani kehidupan sesuai tuntunan Ilahi.